Juru Bicara TPN Ganjar-Mahfud: Tak Etis Presiden Dukung Salah Satu Paslon di Pemilu 2024
Kamis, 25 Januari 2024 - 18:14 WIB
JAKARTA - Juru Bicara TPN Ganjar-Mahfud , Iwan Setiawan menyoroti soal etika Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang diduga mendukung salah satu calon dalam Pilpres 2024. Diketahui ada nama Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres nomor urut 2 yang merupakan anak kandung Jokowi.
Hal itu disampaikan Iwan merespons dan mengeritisi pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal kepala negara boleh ikut kampanye dan memihak kepada salah satu pasangan calon (paslon) dalam kontestasi Pemilu 2024 asal tidak menggunakan fasilitas negara.
"Yang saya soroti dalam hal ini adalah secara etika, tidak etislah seorang yang dalam dirinya melekat jabatan sebagai kepala negara untuk mendukung salah satu calon dalam pilpres. Apalagi, yang sedang menjadi kontestan salah satunya adalah anak kandung Jokowi," kata Iwan di Jakarta, Kamis (25/1/2024).
Iwan menambahkan secara legal formal memang seorang presiden pun memiliki hak politik yang sama seperti warga negara yang lain dalam rangka dukung mendukung dalam pemilihan umum.
"Sebagaimana Pasal 281 UU Pemilu menyebutkan, selama melaksanakan kampanye, presiden dan wakil presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota wajib menjalani cuti di luar tanggungan negara. Selain itu, berdasarkan Pasal 304 ayat (1) UU Pemilu, dalam melaksanakan kampanye, presiden dan wakil presiden, pejabat negara, pejabat daerah dilarang menggunakan fasilitas negara," ucapnya.
Iwan mempertanyakan, apakah pernyataan Presiden Jokowi ini merupakan puncak dari rangkaian skenario suksesi menjadikan Gibran sebagai cawapres.
"Mulai dari Keputusan MK yang memberikan angin segar kepada Gibran jadi cawapres, yang dilanjutkan dengan diterimanya pendaftaran Gibran oleh KPU melalui PKPU yang dikebut. Yang semua orang tahu bahwa proses tersebut menghasilkan putusan pelanggaran etik berat oleh MKMK terhadap Anwar Usman yang berujung pemberhentiannya dari jabatan sebagai Ketua MK," ujarnya.
Alumni Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini juga mendorong agar masyarakat harus berani melawan dan melaporkan dugaan kecurangan pemilu. "Saya rasa, rakyat juga bisa menilai dan menyimpulkan dalam bentuk pilihan di TPS nanti, melihat rangkaian drama sejak pelanggaran etika di MK, dugaan ketidaknetralan aparat hingga pernyataan dukungan salah satu paslon oleh Presiden Jokowi," tuturnya.
Hal itu disampaikan Iwan merespons dan mengeritisi pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal kepala negara boleh ikut kampanye dan memihak kepada salah satu pasangan calon (paslon) dalam kontestasi Pemilu 2024 asal tidak menggunakan fasilitas negara.
"Yang saya soroti dalam hal ini adalah secara etika, tidak etislah seorang yang dalam dirinya melekat jabatan sebagai kepala negara untuk mendukung salah satu calon dalam pilpres. Apalagi, yang sedang menjadi kontestan salah satunya adalah anak kandung Jokowi," kata Iwan di Jakarta, Kamis (25/1/2024).
Iwan menambahkan secara legal formal memang seorang presiden pun memiliki hak politik yang sama seperti warga negara yang lain dalam rangka dukung mendukung dalam pemilihan umum.
"Sebagaimana Pasal 281 UU Pemilu menyebutkan, selama melaksanakan kampanye, presiden dan wakil presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota wajib menjalani cuti di luar tanggungan negara. Selain itu, berdasarkan Pasal 304 ayat (1) UU Pemilu, dalam melaksanakan kampanye, presiden dan wakil presiden, pejabat negara, pejabat daerah dilarang menggunakan fasilitas negara," ucapnya.
Baca Juga
Iwan mempertanyakan, apakah pernyataan Presiden Jokowi ini merupakan puncak dari rangkaian skenario suksesi menjadikan Gibran sebagai cawapres.
"Mulai dari Keputusan MK yang memberikan angin segar kepada Gibran jadi cawapres, yang dilanjutkan dengan diterimanya pendaftaran Gibran oleh KPU melalui PKPU yang dikebut. Yang semua orang tahu bahwa proses tersebut menghasilkan putusan pelanggaran etik berat oleh MKMK terhadap Anwar Usman yang berujung pemberhentiannya dari jabatan sebagai Ketua MK," ujarnya.
Alumni Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini juga mendorong agar masyarakat harus berani melawan dan melaporkan dugaan kecurangan pemilu. "Saya rasa, rakyat juga bisa menilai dan menyimpulkan dalam bentuk pilihan di TPS nanti, melihat rangkaian drama sejak pelanggaran etika di MK, dugaan ketidaknetralan aparat hingga pernyataan dukungan salah satu paslon oleh Presiden Jokowi," tuturnya.
(cip)
Lihat Juga :
tulis komentar anda