Anggaran Daerah Masih Mengendap di Bank, Pemda Harus Peka Krisis
Rabu, 12 Agustus 2020 - 09:32 WIB
JAKARTA - Sekitar Rp170 triliun dana pemerintah daerah (pemda) hingga kini masih mengendap di bank. Padahal, dana tersebut sangat diperlukan untuk mengakselerasi perekonomian yang mandek di masa pandemi ini.
Para pejabat daerah harus peka terhadap krisis ekonomi yang terjadi saat ini. Tak ada alasan untuk tidak segera membelanjakan anggarannya. Sebab, para pejabat itu, termasuk gubernur dan bupati/wali kota, telah dilindungi oleh UU Nomor 2/2020.
Undang-undang ini mengatur tentang penetapan Perppu Nomor 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) . Di mana pelaksana dana stimulus tidak bisa digugat secara perdata, pidana, dan bukan dianggap sebagai kerugian negara.
Namun, dalam aturan tersebut tidak ada sanksi bagi pejabat yang memperlambat pencairan anggaran selama pandemi ini. “Makanya harus ada mekanisme sanksi yang berat bagi pejabat daerah maupun pelaksana teknis lapangan yang sengaja memperlambat pencairan dana,” kata pengamat ekonomi dari Indef, Bhima Yudhistira, ketika dihubungi kemarin.
Menurut Bhima, kunci percepatan belanja daerah ini ada pada cara pengisian daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA). “Ironisnya, DIPA baru diisi 40% oleh para pejabat teknis. Otomatis belanja pemerintah daerah serapannya juga rendah,” katanya.
Di sini, kata Bhima, menjadi tugas Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional yang dipimpin Menteri BUMN Erick Thohir untuk memberikan punishment atau sanksi bagi pemda yang memperlambat pencairan anggaran. (Baca: Marah 3 Kali, Menteri Juga Tak Berganti)
Seperti diketahui, dalam kunjungan kerja ke Provinsi Jawa Barat Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menyinggung masalah realisasi anggaran pemda. Presiden mengatakan, realisasi anggaran merupakan upaya yang dilakukan untuk mendorong agar pertumbuhan ekonomi menjadi positif. “Karena itu, saya minta kepada para gubernur, bupati/wali kota agar yang namanya belanja APBD ini disegerakan untuk direalisasikan,” desaknya, Selasa (11/8).
Jokowi kembali menyinggung masih banyaknya dana pemda yang mengendap di bank. Hal ini sempat dia singgung bulan lalu, saat bertemu para gubernur di Istana Bogor, bahkan dari 2017 silam kebiasaan pemda mengendapkan anggaran selalu menjadi perhatiannya. “Secara nasional saya masih lihat anggaran-anggaran itu masih di bank. APBD masih Rp170 triliun di bank. Artinya penggunaannya memerlukan kecepatan, terutama di kuartal ketiga ini,” ungkapnya.
Jokowi kembali menekankan pentingnya realisasi belanja APBD di kuartal ketiga ini. Pasalnya, saat ini adalah waktu yang menentukan nasib pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan. “Sekali lagi Juli, Agustus, September ini sangat menentukan. Begitu kita belanjakan sesegera mungkin, kemungkinan kita bisa kembali lagi ke positif itu ada peluang,” ujarnya. (Baca juga: Pemerintahan Lebanon Bubar di Tengah Kemarahan Publik)
Para pejabat daerah harus peka terhadap krisis ekonomi yang terjadi saat ini. Tak ada alasan untuk tidak segera membelanjakan anggarannya. Sebab, para pejabat itu, termasuk gubernur dan bupati/wali kota, telah dilindungi oleh UU Nomor 2/2020.
Undang-undang ini mengatur tentang penetapan Perppu Nomor 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) . Di mana pelaksana dana stimulus tidak bisa digugat secara perdata, pidana, dan bukan dianggap sebagai kerugian negara.
Namun, dalam aturan tersebut tidak ada sanksi bagi pejabat yang memperlambat pencairan anggaran selama pandemi ini. “Makanya harus ada mekanisme sanksi yang berat bagi pejabat daerah maupun pelaksana teknis lapangan yang sengaja memperlambat pencairan dana,” kata pengamat ekonomi dari Indef, Bhima Yudhistira, ketika dihubungi kemarin.
Menurut Bhima, kunci percepatan belanja daerah ini ada pada cara pengisian daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA). “Ironisnya, DIPA baru diisi 40% oleh para pejabat teknis. Otomatis belanja pemerintah daerah serapannya juga rendah,” katanya.
Di sini, kata Bhima, menjadi tugas Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional yang dipimpin Menteri BUMN Erick Thohir untuk memberikan punishment atau sanksi bagi pemda yang memperlambat pencairan anggaran. (Baca: Marah 3 Kali, Menteri Juga Tak Berganti)
Seperti diketahui, dalam kunjungan kerja ke Provinsi Jawa Barat Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menyinggung masalah realisasi anggaran pemda. Presiden mengatakan, realisasi anggaran merupakan upaya yang dilakukan untuk mendorong agar pertumbuhan ekonomi menjadi positif. “Karena itu, saya minta kepada para gubernur, bupati/wali kota agar yang namanya belanja APBD ini disegerakan untuk direalisasikan,” desaknya, Selasa (11/8).
Jokowi kembali menyinggung masih banyaknya dana pemda yang mengendap di bank. Hal ini sempat dia singgung bulan lalu, saat bertemu para gubernur di Istana Bogor, bahkan dari 2017 silam kebiasaan pemda mengendapkan anggaran selalu menjadi perhatiannya. “Secara nasional saya masih lihat anggaran-anggaran itu masih di bank. APBD masih Rp170 triliun di bank. Artinya penggunaannya memerlukan kecepatan, terutama di kuartal ketiga ini,” ungkapnya.
Jokowi kembali menekankan pentingnya realisasi belanja APBD di kuartal ketiga ini. Pasalnya, saat ini adalah waktu yang menentukan nasib pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan. “Sekali lagi Juli, Agustus, September ini sangat menentukan. Begitu kita belanjakan sesegera mungkin, kemungkinan kita bisa kembali lagi ke positif itu ada peluang,” ujarnya. (Baca juga: Pemerintahan Lebanon Bubar di Tengah Kemarahan Publik)
tulis komentar anda