Ungkap Risiko Ikut Umrah Backpacker, Kemenag: Melanggar Aturan Bisa Dipenjara 6 Tahun
Sabtu, 07 Oktober 2023 - 15:31 WIB
JAKARTA - Umrah Backpacker kini menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat. Hal ini menyusul salah satu penyelenggaraan dilaporkan Kementerian Agama (Kemenag) ke Polda Metro Jaya atas dugaan tindak pidana penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah pada 12 September 2023 lalu.
Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kemenag, Nur Arifin mengatakan umrah backpacker merupakan aktivitas secara umrah non-prosedural. Sebab berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 bisnis perjalanan ibadah umrah dipegang oleh Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).
"Kami sampaikan bahwa peraturan perundang-undangan itu sama sekali tidak mempersulit masyarakat untuk ibadah justru mempermudah dengan memberikan jaminan layanan. Kalau umrah melalui PPIU itu jelas ada jaminan layanan baik jaminan layanan ibadah, kalau ada apa-apa negara berhak menuntut yang telah berizin tadi untuk kalau ada pelanggar,"katanya Sabtu (7/10/2023).
Arifin mengungkapkan sejumlah risiko jika masyarakat menggunakan layanan umrah backpacker untuk beribadah. Pertama adalah melanggar undang-undang karena tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 bisnis perjalanan ibadah umrah.
"Risikonya adalah menjadi bagian dari yang melanggar undang-undang kalau dia orang Islam ada dalil di Al Qur’an kita taat kepada Allah, taat kepada Rasul dan taat pada Ulil Amri. Mereka berarti tidak taat pada Ulil Amri misalnya kalau tujuannya ibadah diawali dengan pelanggaran syariah seperti orang salat tapi kadang-kadang kena najis atau kena hadas kan sayang, dia udah capek-capek ibadahnya tapi diawali dari pelanggaran,"kata Nur.
Adapun di dalam Pasal 115 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 disebutkan setiap orang dilarang tanpa hak sebagai PPIU mengumpulkan dan/atau memberangkatkan jamaah umrah. Larangan tersebut diancam dengan sanksi pidana penjara selama 6 tahun atau pidana denda Rp6 miliar.
Selain itu juga ada larangan bagi pihak yang tidak memiliki izin sebagai PPIU menerima setoran biaya umrah. Pidananya berupa pidana kurungan 8 tahun atau denda Rp8 miliar.
Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kemenag, Nur Arifin mengatakan umrah backpacker merupakan aktivitas secara umrah non-prosedural. Sebab berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 bisnis perjalanan ibadah umrah dipegang oleh Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).
"Kami sampaikan bahwa peraturan perundang-undangan itu sama sekali tidak mempersulit masyarakat untuk ibadah justru mempermudah dengan memberikan jaminan layanan. Kalau umrah melalui PPIU itu jelas ada jaminan layanan baik jaminan layanan ibadah, kalau ada apa-apa negara berhak menuntut yang telah berizin tadi untuk kalau ada pelanggar,"katanya Sabtu (7/10/2023).
Arifin mengungkapkan sejumlah risiko jika masyarakat menggunakan layanan umrah backpacker untuk beribadah. Pertama adalah melanggar undang-undang karena tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 bisnis perjalanan ibadah umrah.
"Risikonya adalah menjadi bagian dari yang melanggar undang-undang kalau dia orang Islam ada dalil di Al Qur’an kita taat kepada Allah, taat kepada Rasul dan taat pada Ulil Amri. Mereka berarti tidak taat pada Ulil Amri misalnya kalau tujuannya ibadah diawali dengan pelanggaran syariah seperti orang salat tapi kadang-kadang kena najis atau kena hadas kan sayang, dia udah capek-capek ibadahnya tapi diawali dari pelanggaran,"kata Nur.
Baca Juga
Adapun di dalam Pasal 115 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 disebutkan setiap orang dilarang tanpa hak sebagai PPIU mengumpulkan dan/atau memberangkatkan jamaah umrah. Larangan tersebut diancam dengan sanksi pidana penjara selama 6 tahun atau pidana denda Rp6 miliar.
Selain itu juga ada larangan bagi pihak yang tidak memiliki izin sebagai PPIU menerima setoran biaya umrah. Pidananya berupa pidana kurungan 8 tahun atau denda Rp8 miliar.
Lihat Juga :
tulis komentar anda