Kritisi Proyek Rempang Eco City, PP Muhammadiyah Sampaikan 3 Sikap

Kamis, 14 September 2023 - 09:20 WIB
Selain itu, LHKP dan MHH PP Muhammadiyah menilai pernyataan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD yang menyatakan bahwa tanah di Pulau Rempang itu belum pernah digarap sangat keliru.

Faktanya, masyarakat di sana telah ada sejak tahun 1834. Menko Polhukam tampak jelas posisinya membela kepentingan investor swasta dan menutup mata pada kepentingan publik, termasuk sejarah sosial budaya masyarakat setempat yang telah lama dan hidup di pulau tersebut.

LHKP dan MHH menilai penggusuran di Pulau Rempang ini menunjukkan kegagalan pemerintah menjalankan mandat konstitusi Indonesia. Dalam UUD 1945 disebutkan, tujuan pendirian negara adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa.

”Negara gagal menjalankan pasal 33 yang menyebutkan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,” papar Ridho.

Melalui penggusuran paksa itu, kata Ridho, negara mempertontonkan keberpihakan nyata kepada investor yang bernafsu menguasai Pulau Rempang untuk kepentingan bisnis mereka berupa Proyek Eco City seluas 17.000 hektare.

Karena itu, LHKP dan MHH Pimpinan Pusat Muhammadiyah berdiri bersama berbagai elemen gerakan masyarakat sipil di Indonesia yang sudah turut bersolidaritas menyatakan sikap.Pertama, meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Koordinator Bidang Perkonomian Airlangga Sutarto untuk mengevaluasi dan mencabut proyek Rempang Eco City sebagai PSN.

Kedua, mendesak Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dan Kapolda Riau Irjen Pol Muhammad Iqbal untuk segera membebaskan sejumlah warga yang sedang ditahan serta menarik seluruh aparat bersenjata dari lokasi konflik.

Ketiga, mendesak pemerintah segera menjamin dan memuliakan hak-hak masyarakat Pulau Rempang untuk hidup dan tinggal di tanah yang selama ini mereka tempati serta mengedepankan perspektif HAM, mendayagunakan dialog dengan cara-cara damai yang mengutakaman kelestarian lingkungan dan keadilan antar generasi.

Sekadar informasi, sejarah proyek ini bermula tahun 2001, Pemerintah Kota Batam datang ke Jakarta mengajukan pengembangan Kawasan Rempang berdasarkan Perda Kota Batam Nomor 17 Tahun 2001 tentang Kepariwisataan Kota Batam.

Mereka mengundang pengusaha nasional dan investor dari Malaysia dan Singapura dengan PT Mega Elok Graha dipilih untuk mengelola dan mengembangkan kawasan tersebut selama 30 tahun yang dapat diperpanjang hingga 80 tahun.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More