Jokowi Dinilai Berhasil Meletakkan Fondasi Transisi Kepemimpinan
Kamis, 17 Agustus 2023 - 16:29 WIB
JAKARTA - Analis Intelijen, Pertahanan, dan Keamanan Ngasiman Djoyonegoro menilai pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) di depan MPR RI pada Rabu, 16 Agustus 2023 sebagai bentuk peletakan dan penegasan fondasi transisi kepemimpinan di tengah tahun politik. Selain menyampaikan berbagai keberhasilan kinerja pemerintahan, kata dia, Jokowi juga menyampaikan dan menyinggung soal estafet kepemimpinan nasional.
Dia mengatakan, pidato kenegaraan presiden itu diwarnai dengan kesadaran bahwa pemerintahannya akan segera berakhir dan pemimpin di masa mendatang harus berpijak pada hal kekinian. “Penegasan bahwa dia tidak cawe-cawe dalam kontestasi Pemilu 2024 dan menolak disebut Pak Lurah merupakan bentuk sikap proporsional dari seorang kepala negara,” kata Rektor Institut Sains dan Teknologi Al-Kamal ini dalam keterangan tertulisnya, Kamis (17/8/2023).
Dia melanjutkan, dalam konteks pertahanan dan keamanan nasional, apa yang disampaikan oleh Jokowi itu adalah bentuk optimisme dalam melihat masa depan, serta menyebut hal yang perlu diperhatikan untuk diantisipasi. Dalam kesempatan itu, Presiden juga menyinggung soal merebaknya ekspresi ujaran kebencian yang menyerang pribadi Presiden dalam balutan kritik.
“Adalah penting untuk mengidentifikasi bahwa ekspresi semacam ini berpotensi memecah belah masyarakat. Karenanya hal ini perlu diantisipasi sejak awal,” tuturnya.
Dia mengatakan, belajar dari Pilkada DKI 2017 dan Pemilu 2019 bahwa ujaran kebencian antara pendukung pasangan calon telah berhasil membelah masyarakat. Untungnya, kata dia, hal ini tidak berlanjut pada konflik yang lebih serius.
“Aparatus di bidang pertahanan dan Keamanan harus menangkap hal ini sebagai arena kerja yang perlu diperhatikan karena telah disebut secara spesifik oleh Presiden dalam pidatonya,” kata Simon, panggilan akrab Ngasiman Djoyonegoro.
Dia mengungkapkan banyak aspek yang disinggung oleh Presiden, seperti keberhasilan ekonomi, hilirisasi, penegakan hukum, dan diplomasi internasional. Kata Simon, semua keberhasilan itu sebagai modal transisi kepemimpinan.
“Keberhasilan dalam naiknya level diplomasi internasional adalah modal yang sangat besar untuk menjaga posisi Indonesia dalam geopolitik yang semakin memanas,” ungkapnya.
Dalam peta geopolitik saat ini, lanjut Simon, ada kecenderungan negara-negara Adikuasa hendak menggeser konflik antara Blok Barat dan Blok Timur ke wilayah Asia. Sementara Indonesia adalah sepertiga wilayah Asia Tenggara yang sudah pasti akan terkena dampak.
“Oleh karenanya, kita harus mampu mengubah ancaman yang ada ini menjadi kesempatan atau peluang untuk memicu dan memacu diri dalam mencapai Indonesia Maju,” imbuhnya.
Dia menuturkan, jangan sampai berbagai modal sosial, ekonomi, dan budaya yang sudah dicapai hanya berlalu begitu saja. “Kita kuatkan SDM unggul di tengah bonus demografi agar mampu mengolah sumber daya alamnya sendiri, kita gunakan international trust untuk menciptakan kesempatan dan pengaruh baru, dan kita kuatkan budaya kita sebagai laboratorium internasional dalam mengelola perbedaan dan toleransi. Marilah kita bersatu padu, terus melaju untuk Indonesia Maju,” pungkasnya.
Dia mengatakan, pidato kenegaraan presiden itu diwarnai dengan kesadaran bahwa pemerintahannya akan segera berakhir dan pemimpin di masa mendatang harus berpijak pada hal kekinian. “Penegasan bahwa dia tidak cawe-cawe dalam kontestasi Pemilu 2024 dan menolak disebut Pak Lurah merupakan bentuk sikap proporsional dari seorang kepala negara,” kata Rektor Institut Sains dan Teknologi Al-Kamal ini dalam keterangan tertulisnya, Kamis (17/8/2023).
Dia melanjutkan, dalam konteks pertahanan dan keamanan nasional, apa yang disampaikan oleh Jokowi itu adalah bentuk optimisme dalam melihat masa depan, serta menyebut hal yang perlu diperhatikan untuk diantisipasi. Dalam kesempatan itu, Presiden juga menyinggung soal merebaknya ekspresi ujaran kebencian yang menyerang pribadi Presiden dalam balutan kritik.
Baca Juga
“Adalah penting untuk mengidentifikasi bahwa ekspresi semacam ini berpotensi memecah belah masyarakat. Karenanya hal ini perlu diantisipasi sejak awal,” tuturnya.
Dia mengatakan, belajar dari Pilkada DKI 2017 dan Pemilu 2019 bahwa ujaran kebencian antara pendukung pasangan calon telah berhasil membelah masyarakat. Untungnya, kata dia, hal ini tidak berlanjut pada konflik yang lebih serius.
“Aparatus di bidang pertahanan dan Keamanan harus menangkap hal ini sebagai arena kerja yang perlu diperhatikan karena telah disebut secara spesifik oleh Presiden dalam pidatonya,” kata Simon, panggilan akrab Ngasiman Djoyonegoro.
Dia mengungkapkan banyak aspek yang disinggung oleh Presiden, seperti keberhasilan ekonomi, hilirisasi, penegakan hukum, dan diplomasi internasional. Kata Simon, semua keberhasilan itu sebagai modal transisi kepemimpinan.
“Keberhasilan dalam naiknya level diplomasi internasional adalah modal yang sangat besar untuk menjaga posisi Indonesia dalam geopolitik yang semakin memanas,” ungkapnya.
Dalam peta geopolitik saat ini, lanjut Simon, ada kecenderungan negara-negara Adikuasa hendak menggeser konflik antara Blok Barat dan Blok Timur ke wilayah Asia. Sementara Indonesia adalah sepertiga wilayah Asia Tenggara yang sudah pasti akan terkena dampak.
“Oleh karenanya, kita harus mampu mengubah ancaman yang ada ini menjadi kesempatan atau peluang untuk memicu dan memacu diri dalam mencapai Indonesia Maju,” imbuhnya.
Dia menuturkan, jangan sampai berbagai modal sosial, ekonomi, dan budaya yang sudah dicapai hanya berlalu begitu saja. “Kita kuatkan SDM unggul di tengah bonus demografi agar mampu mengolah sumber daya alamnya sendiri, kita gunakan international trust untuk menciptakan kesempatan dan pengaruh baru, dan kita kuatkan budaya kita sebagai laboratorium internasional dalam mengelola perbedaan dan toleransi. Marilah kita bersatu padu, terus melaju untuk Indonesia Maju,” pungkasnya.
(rca)
tulis komentar anda