Launching Buku Narasi Mematikan, Menguak Pendanaan Aksi Terorisme
Senin, 31 Juli 2023 - 09:01 WIB
JAKARTA - Buku "Narasi Mematikan: Pendanaan Teror di Indonesia" karya Noor Huda Ismail resmi diluncurkan di Universitas Paramadina, Jakarta, Kamis (27/7/2023). Dalam buku keduanya ini, Noor Huda menceritakan bagaimana kelompok teroris mencari dana untuk melakukan aksi mereka ternyata telah mengalami transformasi.
Tidak hanya aksi kriminal, kini mereka juga memperoleh pendanaan melalui jalur-jalur formal seperti mendirikan LSM, yayasan, lembaga pendidikan, serta memakai teknologi baru seperti cryptocurrency. "Dari sini ternyata terjadi pergeseran strategi, dan narasi telah menjadi unsur penting untuk mendapatkan pendanaan tersebut," katanya acara launching buku Narasi mematikan Pendanaan Teror di Indonesia dan Screening Film Dokumenter.
Huda yang kini aktif sebagai visiting fellow di RSIS, Nanyang Technological University (NTU), Singapura ini menekankan tujuan diterbitkannya buku ini untuk menggugah kesadaran para pemangku kepentingan agar memperhatikan isu ini secara serius. Alumnus Monash University, Australia ini melihat sudah banyak pemangku kepentingan yang menangani isu terorisme.
Mulai dari Kejaksaan Agung, Badan Intelijen Negara (BIN), Kementerian Sosial, hingga Kementerian Luar Negeri. Namun dirinya melihat koordinasi antar-instansi tersebut kurang terjalin dengan baik. ‘
"Saya berharap buku ini bisa menciptakan institutional memory di masing-masing lembaga tersebut, sehingga ketika seorang pejabat digantikan orang lain transfer knowledge-nya bisa lebih lancar," ujarnya.
Di samping itu, melalui bukunya tersebut Huda juga mendorong desentralisasi penanganan pencegahan terorisme. Dia melihat selama ini penanganan isu-isu terorisme terlalu Jakarta-sentris.
"Saya melihat pengetahuan antara pusat dengan daerah sangat jomplang. Padahal banyak dari kasus terorisme lahir di daerah-daerah," tandasnya.
Noor Huda juga berharap adanya kesiapan masyarakat (community preparedness) di Indonesia menghadapi fenomena terorisme. Dia mengutip data dari World Giving Index 2022, di mana Indonesia menjadi negara dermawan nomor wahid di Indonesia. "Tak terhindarkan, kedermawanan ini menjadi celah yang dimanfaatkan kelompok-kelompok tertentu untuk kepentingan mereka," tuturnya.
Munir Kartono, salah seorang credible voice memverifikasi bahwa pendanaan merupakan urat nadi dalam tindakan terorisme selain ideologi. "Di saat aksi terorisme yang menurun maka pendanaan terorisme bak hantu yang terus bergerilya mencari celah dan cara baru untuk tetap bergerak," katanya.
Mantan anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan simpatisan ISIS tersebut membeberkan buku ini tidak hanya berisi tentang informasi tentang aksi-aksi pendanaan terorisme. "Tapi buku ini juga menunjukkan bagaimana orang-orang yang terlibat dalam tindak pidana terorisme juga ada yang terpelajar, tidak gaptek, dan terus berusaha dengan teknologi untuk melakukan aksi pendanaan terorisme untuk masa depan," tandasnya.
Selain Noor Huda dan Munir, acara yang dihadiri puluhan pemangku kepentingan tersebut juga menghadirkan Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak; Dosen Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Mirra Noor Milla; Ketua Program Magister Ilmu Agama Islam Universitas Paramadina Subhi Ibrahim; serta Rektor Universitas Paramadina Prof Didik J Rachbini yang bertindak sebagai keynote speaker.
Tidak hanya aksi kriminal, kini mereka juga memperoleh pendanaan melalui jalur-jalur formal seperti mendirikan LSM, yayasan, lembaga pendidikan, serta memakai teknologi baru seperti cryptocurrency. "Dari sini ternyata terjadi pergeseran strategi, dan narasi telah menjadi unsur penting untuk mendapatkan pendanaan tersebut," katanya acara launching buku Narasi mematikan Pendanaan Teror di Indonesia dan Screening Film Dokumenter.
Huda yang kini aktif sebagai visiting fellow di RSIS, Nanyang Technological University (NTU), Singapura ini menekankan tujuan diterbitkannya buku ini untuk menggugah kesadaran para pemangku kepentingan agar memperhatikan isu ini secara serius. Alumnus Monash University, Australia ini melihat sudah banyak pemangku kepentingan yang menangani isu terorisme.
Mulai dari Kejaksaan Agung, Badan Intelijen Negara (BIN), Kementerian Sosial, hingga Kementerian Luar Negeri. Namun dirinya melihat koordinasi antar-instansi tersebut kurang terjalin dengan baik. ‘
"Saya berharap buku ini bisa menciptakan institutional memory di masing-masing lembaga tersebut, sehingga ketika seorang pejabat digantikan orang lain transfer knowledge-nya bisa lebih lancar," ujarnya.
Di samping itu, melalui bukunya tersebut Huda juga mendorong desentralisasi penanganan pencegahan terorisme. Dia melihat selama ini penanganan isu-isu terorisme terlalu Jakarta-sentris.
"Saya melihat pengetahuan antara pusat dengan daerah sangat jomplang. Padahal banyak dari kasus terorisme lahir di daerah-daerah," tandasnya.
Noor Huda juga berharap adanya kesiapan masyarakat (community preparedness) di Indonesia menghadapi fenomena terorisme. Dia mengutip data dari World Giving Index 2022, di mana Indonesia menjadi negara dermawan nomor wahid di Indonesia. "Tak terhindarkan, kedermawanan ini menjadi celah yang dimanfaatkan kelompok-kelompok tertentu untuk kepentingan mereka," tuturnya.
Munir Kartono, salah seorang credible voice memverifikasi bahwa pendanaan merupakan urat nadi dalam tindakan terorisme selain ideologi. "Di saat aksi terorisme yang menurun maka pendanaan terorisme bak hantu yang terus bergerilya mencari celah dan cara baru untuk tetap bergerak," katanya.
Mantan anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan simpatisan ISIS tersebut membeberkan buku ini tidak hanya berisi tentang informasi tentang aksi-aksi pendanaan terorisme. "Tapi buku ini juga menunjukkan bagaimana orang-orang yang terlibat dalam tindak pidana terorisme juga ada yang terpelajar, tidak gaptek, dan terus berusaha dengan teknologi untuk melakukan aksi pendanaan terorisme untuk masa depan," tandasnya.
Selain Noor Huda dan Munir, acara yang dihadiri puluhan pemangku kepentingan tersebut juga menghadirkan Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak; Dosen Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Mirra Noor Milla; Ketua Program Magister Ilmu Agama Islam Universitas Paramadina Subhi Ibrahim; serta Rektor Universitas Paramadina Prof Didik J Rachbini yang bertindak sebagai keynote speaker.
(poe)
tulis komentar anda