Saksi Ahli Sidang Haris-Fatia Singgung Kaidah Kesopanan dalam Penyampaian Pendapat
Senin, 17 Juli 2023 - 23:03 WIB
JAKARTA - Dosen Fakultas Hukum Universitas Pancasila, Profesor Agus Surono menyatakan kebebasan berpendapat pada hakikatnya dilindungi oleh Konstitusi Indonesia. Namun ia juga menyinggung soal kaidah kesopanan dalam penyampaian pendapat tersebut.
Hal itu disampaikan Agus Surono saat menjadi saksi ahli yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang lanjutan kasus pencemaran nama baik Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Menko Marinves) Luhut Binsar Pandjaitan dengan terdakwa Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Senin (17/7/2023).
Awalnya JPU menanyakan terkait adanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang seringkali memarginalkan kritik dalam bermedia sosial. Lalu Agus menyebut di dalam UU ITE memang tidak secara spesifik mendefinisikan apa yang dimaksud dengan kritik.
Agus kemudian menjelaskan, kebebasan dalam memberikan pendapat pada hakikatnya dilindungi oleh konstitusi. Namun persoalannya bagaimana cara menyampaikan pendapat dengan kaidah kesopanan agar tidak bertentangan dengan hukum.
"Tapi saya sampaikan tentu dengan kaidah-kaidah kesopanan dan seterusnya. Artinya jangan sampai yang kritik yang membangun tadi justru bertentangan dengan hukum," kata pengajar mata kuliah Tindak Pidana dan Kejahatan Korporasi ini.
Ia lantas menyinggung delik aduan yang disampaikan adalah terkait dengan pencemaran nama baik, bukan aduan delik biasa UU ITE. Adapun delik aduan biasa sebenarnya digunakan untuk memberikan perlindungan bagi mereka yang ingin menyampaikan kritik. Namun kritik-kritik yang sifatnya membangun kepada siapa pun dan tidak mesti disampaikan kepada pemerintah.
"Ini yang saya kira harus kita catat, penerapan Pasal 27 ayat 3 itu berubah jadi delik aduan bukan delik biasa lagi, sehingga harus menunggu adanya suatu aduan dari pihak korban yang merasa dirugikan atas adanya suatu perbuatan yang dikualifikasi dalam pencemaran ataupun penghinaan," katanya.
Agus mengatakan, makna prinsip kehati-hatian itu harus dimaknai sarana elektronik atau sistem elektronik itu dijadikan sebagai suatu alat untuk mempermudahkan siapa pun. Walaupun begitu, alat tersebut, kata Agus, juga harus digunakan dengan cara yang hati-hati.
"Penggunaan sarana informasi elektronik yang tujuannya untuk memudahkan. Tapi kemudahan-kemudahan itu harus hati-hati betul penggunaannya supaya tidak melanggar hak-hak orang lain," katanya.
Untuk diketahui, Haris Azhar dan Fatiah Maulidiyanty didakwa melakukan pencemaran nama baik terhadap Luhut Binsar Pandjaitan. Haris bersama-sama Fatiah Maulidiyanti yang dituntut dalam perkara terpisah, dianggap melakukan penghinaan atau pencemaran nama baik Luhut melalui unggahan video YouTube di kanal milik Haris Azhar pada 20 Agustus 2021.
Hal itu disampaikan Agus Surono saat menjadi saksi ahli yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang lanjutan kasus pencemaran nama baik Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Menko Marinves) Luhut Binsar Pandjaitan dengan terdakwa Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Senin (17/7/2023).
Awalnya JPU menanyakan terkait adanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang seringkali memarginalkan kritik dalam bermedia sosial. Lalu Agus menyebut di dalam UU ITE memang tidak secara spesifik mendefinisikan apa yang dimaksud dengan kritik.
Agus kemudian menjelaskan, kebebasan dalam memberikan pendapat pada hakikatnya dilindungi oleh konstitusi. Namun persoalannya bagaimana cara menyampaikan pendapat dengan kaidah kesopanan agar tidak bertentangan dengan hukum.
"Tapi saya sampaikan tentu dengan kaidah-kaidah kesopanan dan seterusnya. Artinya jangan sampai yang kritik yang membangun tadi justru bertentangan dengan hukum," kata pengajar mata kuliah Tindak Pidana dan Kejahatan Korporasi ini.
Ia lantas menyinggung delik aduan yang disampaikan adalah terkait dengan pencemaran nama baik, bukan aduan delik biasa UU ITE. Adapun delik aduan biasa sebenarnya digunakan untuk memberikan perlindungan bagi mereka yang ingin menyampaikan kritik. Namun kritik-kritik yang sifatnya membangun kepada siapa pun dan tidak mesti disampaikan kepada pemerintah.
Baca Juga
"Ini yang saya kira harus kita catat, penerapan Pasal 27 ayat 3 itu berubah jadi delik aduan bukan delik biasa lagi, sehingga harus menunggu adanya suatu aduan dari pihak korban yang merasa dirugikan atas adanya suatu perbuatan yang dikualifikasi dalam pencemaran ataupun penghinaan," katanya.
Agus mengatakan, makna prinsip kehati-hatian itu harus dimaknai sarana elektronik atau sistem elektronik itu dijadikan sebagai suatu alat untuk mempermudahkan siapa pun. Walaupun begitu, alat tersebut, kata Agus, juga harus digunakan dengan cara yang hati-hati.
"Penggunaan sarana informasi elektronik yang tujuannya untuk memudahkan. Tapi kemudahan-kemudahan itu harus hati-hati betul penggunaannya supaya tidak melanggar hak-hak orang lain," katanya.
Untuk diketahui, Haris Azhar dan Fatiah Maulidiyanty didakwa melakukan pencemaran nama baik terhadap Luhut Binsar Pandjaitan. Haris bersama-sama Fatiah Maulidiyanti yang dituntut dalam perkara terpisah, dianggap melakukan penghinaan atau pencemaran nama baik Luhut melalui unggahan video YouTube di kanal milik Haris Azhar pada 20 Agustus 2021.
(abd)
tulis komentar anda