BRIN Ungkap Potensi Awal Ramadan NU-Muhammadiyah Sama, Idul Fitri Berbeda
Kamis, 09 Maret 2023 - 06:30 WIB
JAKARTA - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan akan ada kesamaan tanggal awal Ramadan antara NU dan Muhamadiyah tahun ini. Namun, akan ada perbedaan tanggal di antara keduanya pada Hari Raya Idul Fitri.
Peneliti Astronomi dan Astrofisika BRIN Thomas Djamaluddin mengatakan kesamaan dan perbedaan tersebut berdasarkan Kriteria Wujudul Hilal yang digunakan Muhammadiyah serta Imkan Rukyat (visibilitas hilal) yang digunakan oleh NU dan beberapa ormas lain.
"Penentuan awal bulan memerlukan kriteria agar bisa disepakati bersama. Rukyat memerlukan verifikasi kriteria untuk menghindari kemungkinan rukyat keliru. Hisab tidak bisa menentukan masuknya awal bulan tanpa adanya kriteria. Sehingga kriteria menjadi dasar pembuatan kalender berbasis hisab yang dapat digunakan dalam prakiraan rukyat," ujar Thomas dalam laman resmi BRIN dikutip, Kamis (9/3/2023).
Thomas menjelaskan bahwa kriteria hilal yang diadopsi adalah kriteria berdasarkan pada dalil hukum agama tentang awal bulan dan hasil kajian astronomis yang sahih. Kriteria tersebut juga harus mengupayakan titik temu pengamal rukyat dan pengamal hisab untuk menjadi kesepakatan bersama. Termasuk Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS).
Karena itu, BRINS melihat ada potensi kesamaan awal Ramadan. "Apabila saat maghrib 22 Maret 2023 di Indonesia posisi bulan sudah memenuhi kriteria baru MABIMS, dengan tinggi minimal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat [3-6,4] (wilayah arsir hijau pada gambar atas) dan sudah memenuhi kriteria Wujudul Hilal [WH] (antara arsir putih pada gambar bawah). Jadi seragam versi [3-6,4] dan [WH] bahwa 1 Ramadan 1444 pada 23 Maret 2023," jelasnya.
Di sisi lain, Thomas menyebut adanya potensi perbedaan terkait Idul Fitri 1444. Hal ini disebabkan karena pada saat maghrib 20 April 2023, ada potensi di Indonesia posisi bulan belum memenuhi kriteria baru MABIMS, yaitu tinggi minimal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat [3-6,4] (wilayah arsir hijau pada gambar atas).
"Namun sudah memenuhi kriteria wujudul hilal [WH] yang ditunjukkan pada antara arsir putih dan arsip merah pada gambar bawah. Jadi ada potensi perbedaan: Versi [3-6,4] 1 Syawal 1444 pada 22 April 2023, tetapi versi [WH] 1 Syawal 1444 pada 21 April 2023," tutur dia.
Dia melanjutkan sebab utama terjadinya perbedaan penentuan awal Ramadan, Idul Fitri, dan Idul Adha yang terus berulang karena belum disepakatinya kriteria awal bulan hijriyah.
Peneliti Astronomi dan Astrofisika BRIN Thomas Djamaluddin mengatakan kesamaan dan perbedaan tersebut berdasarkan Kriteria Wujudul Hilal yang digunakan Muhammadiyah serta Imkan Rukyat (visibilitas hilal) yang digunakan oleh NU dan beberapa ormas lain.
Baca Juga
"Penentuan awal bulan memerlukan kriteria agar bisa disepakati bersama. Rukyat memerlukan verifikasi kriteria untuk menghindari kemungkinan rukyat keliru. Hisab tidak bisa menentukan masuknya awal bulan tanpa adanya kriteria. Sehingga kriteria menjadi dasar pembuatan kalender berbasis hisab yang dapat digunakan dalam prakiraan rukyat," ujar Thomas dalam laman resmi BRIN dikutip, Kamis (9/3/2023).
Thomas menjelaskan bahwa kriteria hilal yang diadopsi adalah kriteria berdasarkan pada dalil hukum agama tentang awal bulan dan hasil kajian astronomis yang sahih. Kriteria tersebut juga harus mengupayakan titik temu pengamal rukyat dan pengamal hisab untuk menjadi kesepakatan bersama. Termasuk Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS).
Karena itu, BRINS melihat ada potensi kesamaan awal Ramadan. "Apabila saat maghrib 22 Maret 2023 di Indonesia posisi bulan sudah memenuhi kriteria baru MABIMS, dengan tinggi minimal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat [3-6,4] (wilayah arsir hijau pada gambar atas) dan sudah memenuhi kriteria Wujudul Hilal [WH] (antara arsir putih pada gambar bawah). Jadi seragam versi [3-6,4] dan [WH] bahwa 1 Ramadan 1444 pada 23 Maret 2023," jelasnya.
Di sisi lain, Thomas menyebut adanya potensi perbedaan terkait Idul Fitri 1444. Hal ini disebabkan karena pada saat maghrib 20 April 2023, ada potensi di Indonesia posisi bulan belum memenuhi kriteria baru MABIMS, yaitu tinggi minimal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat [3-6,4] (wilayah arsir hijau pada gambar atas).
"Namun sudah memenuhi kriteria wujudul hilal [WH] yang ditunjukkan pada antara arsir putih dan arsip merah pada gambar bawah. Jadi ada potensi perbedaan: Versi [3-6,4] 1 Syawal 1444 pada 22 April 2023, tetapi versi [WH] 1 Syawal 1444 pada 21 April 2023," tutur dia.
Dia melanjutkan sebab utama terjadinya perbedaan penentuan awal Ramadan, Idul Fitri, dan Idul Adha yang terus berulang karena belum disepakatinya kriteria awal bulan hijriyah.
tulis komentar anda