BMKG: Suhu Bumi Meningkat 1,2 Derajat Celsius
Senin, 20 Februari 2023 - 15:08 WIB
JAKARTA - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati membeberkan suhu atau temperatur bumi secara global saat ini naik 1,2 derajat celsius. Hal tersebut berdasarkan hasil pemantauan dari World Meteorological Organization (WMO) atau Badan Meteorologi Dunia.
“Sebetulnya kita semua sudah tahu bahwa global temperatur atau temperatur global, menurut Badan Meteorologi Dunia yang mengumpulkan data ya sejak tahun 1860,” kata Dwikorita dalam dialog secara virtual, Senin (20/2/2023).
Dia menuturkan, tren kenaikan suhu tersebut terjadi sebelum masa revolusi industri. “Suhu udara permukaan ini meningkat sangat drastis di tahun 1860. Saat ini sudah mengalami peningkatan hingga mencapai 1,2 derajat celsius, lebih hangat dibandingkan masa sebelum revolusi industri,” tuturnya.
Dia mengatakan, salah satu penyebab terjadinya kondisi cuaca ekstrem di sejumlah negara termasuk Indonesia karena kenaikan suhu tersebut. “Ini kenapa akhir-akhir ini semakin sering terjadinya kondisi ekstrem ya, apakah hujan lebat, angin kencang, hujan ekstrem, banjir bandang,” jelasnya.
“Di Indonesia ini juga sudah melampaui 1 derajat celsius, sekitar 1,1 derajat celsius. Memang sedikit lebih rendah dari rata-rata dunia. Jadi, ini suhu rata-rata global ini,” sambungnya.
Dia mengatakan, meski Indonesia mengalami fenomena cuaca La Nina tiga tahun beruntun atau triple-dip sejak 2020, tetapi tren pemanasan global kenaikan suhu ini juga tidak terpengaruh.
“Dan hal ini peningkatan suhu ini memacu proses hidrologi menjadi semakin cepat, proses penguapan semakin cepat dan faktanya menjadi semakin intensif, dan memicu terjadinya curah hujan yang semakin ekstrem. Sehingga inilah fenomena kenapa kondisi ekstrem itu terjadi karena dampak dari pemanasan global tadi,” pungkasnya.
“Sebetulnya kita semua sudah tahu bahwa global temperatur atau temperatur global, menurut Badan Meteorologi Dunia yang mengumpulkan data ya sejak tahun 1860,” kata Dwikorita dalam dialog secara virtual, Senin (20/2/2023).
Dia menuturkan, tren kenaikan suhu tersebut terjadi sebelum masa revolusi industri. “Suhu udara permukaan ini meningkat sangat drastis di tahun 1860. Saat ini sudah mengalami peningkatan hingga mencapai 1,2 derajat celsius, lebih hangat dibandingkan masa sebelum revolusi industri,” tuturnya.
Dia mengatakan, salah satu penyebab terjadinya kondisi cuaca ekstrem di sejumlah negara termasuk Indonesia karena kenaikan suhu tersebut. “Ini kenapa akhir-akhir ini semakin sering terjadinya kondisi ekstrem ya, apakah hujan lebat, angin kencang, hujan ekstrem, banjir bandang,” jelasnya.
“Di Indonesia ini juga sudah melampaui 1 derajat celsius, sekitar 1,1 derajat celsius. Memang sedikit lebih rendah dari rata-rata dunia. Jadi, ini suhu rata-rata global ini,” sambungnya.
Dia mengatakan, meski Indonesia mengalami fenomena cuaca La Nina tiga tahun beruntun atau triple-dip sejak 2020, tetapi tren pemanasan global kenaikan suhu ini juga tidak terpengaruh.
“Dan hal ini peningkatan suhu ini memacu proses hidrologi menjadi semakin cepat, proses penguapan semakin cepat dan faktanya menjadi semakin intensif, dan memicu terjadinya curah hujan yang semakin ekstrem. Sehingga inilah fenomena kenapa kondisi ekstrem itu terjadi karena dampak dari pemanasan global tadi,” pungkasnya.
(rca)
tulis komentar anda