Fenomena Gempa Susulan, Ini Penjelasan BMKG
Selasa, 24 Januari 2023 - 15:20 WIB
JAKARTA - Fenomena gempa bumi susulan seringkali terjadi setelah gempa utama dengan kekuatan besar. Tercatat, fenomena gempa susulan hingga saat ini masih terjadi setelah kejadian gempa besar M5,6 di Cianjur pada 21 November 2022, gempa M5,4 di Jayapura pada 2 Januari 2023, dan gempa M7,1 di Laut Maluku pada 18 Januari 2023. Lalu, apa penyebab terjadinya fenomena gempa susulan ini?
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Daryono menjelaskan, gempa susulan ini merupakan wujud dari proses kembalinya posisi di bawah permukaan bumi yang telah bergeser akibat gempa.
"Jadi gempa susulan itu merupakan wujud dari kembalinya posisi batuan di bawah permukaan yang telah bergeser, jadi ketika gempa itu terjadi pergeseran," kata Daryono dalam keterangannya, Selasa (24/1/2023).
"Nah, untuk kembali ke posisi semula dan membangun sistem kesetimbangan tektonik itu bisa terjadi rekahan-rekahan lagi dan ini yang bisa terjadi gempa susulan," jelasnya.
Baca juga: Gempa Magnitudo 4,6 Guncang Sukabumi, BMKG: Waspadai Gempa Susulan
Daryono pun mengatakan, ada dua penyebab terjadinya gempa susulan. "Jadi, gempa susulan bisa terjadi dalam bentuk dua sebab, pertama memang adanya proses pembalikan mencari keseimbangan agar kondisi tetap stabil seperti sedia kala sebelum gempa sehingga itu proses pembalikan itu menimbulkan rekahan-rekahan atau gerakan yang berupa gempa susulan," jelasnya.
"Tetapi juga ada fenomena masih tersimpannya sisa-sisa tegangan yang belum lepas dan ini kembali lepas. Jadi menurut kami ini satu yang wajar, ketika ada gempa besar pasti ada gempa susulan," ungkap Daryono.
Namun Daryono menegaskan, gempa susulan itu terjadi tidak lepas dari karakteristik batuan pada sumber gempa. "Ini tak lepas dari karakteristik batuan tersebut ya. Jadi kalau batuan sumber gempa itu bersifat brittle atau rapuh maka dia akan memproduksi gempa susulan yang banyak. Nah kalau sifatnya ductile itu meskipun gempanya kekuatan (M) 7 sekalipun itu bisa menghancurkan dan bahkan bisa terjadi tidak ada gempa susulan," tuturnya.
"Jadi ini memang ada fenomena karakteristik bebatuannya itu sangat rapuh sehingga itu banyak sekali setiap pergeseran atau proses kembali ke posisi semula untuk kesetimbangan tektonik itu bisa menggerakkan dan itu berupa gempa-gempa kecil," tutupnya.
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Daryono menjelaskan, gempa susulan ini merupakan wujud dari proses kembalinya posisi di bawah permukaan bumi yang telah bergeser akibat gempa.
"Jadi gempa susulan itu merupakan wujud dari kembalinya posisi batuan di bawah permukaan yang telah bergeser, jadi ketika gempa itu terjadi pergeseran," kata Daryono dalam keterangannya, Selasa (24/1/2023).
"Nah, untuk kembali ke posisi semula dan membangun sistem kesetimbangan tektonik itu bisa terjadi rekahan-rekahan lagi dan ini yang bisa terjadi gempa susulan," jelasnya.
Baca juga: Gempa Magnitudo 4,6 Guncang Sukabumi, BMKG: Waspadai Gempa Susulan
Daryono pun mengatakan, ada dua penyebab terjadinya gempa susulan. "Jadi, gempa susulan bisa terjadi dalam bentuk dua sebab, pertama memang adanya proses pembalikan mencari keseimbangan agar kondisi tetap stabil seperti sedia kala sebelum gempa sehingga itu proses pembalikan itu menimbulkan rekahan-rekahan atau gerakan yang berupa gempa susulan," jelasnya.
"Tetapi juga ada fenomena masih tersimpannya sisa-sisa tegangan yang belum lepas dan ini kembali lepas. Jadi menurut kami ini satu yang wajar, ketika ada gempa besar pasti ada gempa susulan," ungkap Daryono.
Namun Daryono menegaskan, gempa susulan itu terjadi tidak lepas dari karakteristik batuan pada sumber gempa. "Ini tak lepas dari karakteristik batuan tersebut ya. Jadi kalau batuan sumber gempa itu bersifat brittle atau rapuh maka dia akan memproduksi gempa susulan yang banyak. Nah kalau sifatnya ductile itu meskipun gempanya kekuatan (M) 7 sekalipun itu bisa menghancurkan dan bahkan bisa terjadi tidak ada gempa susulan," tuturnya.
"Jadi ini memang ada fenomena karakteristik bebatuannya itu sangat rapuh sehingga itu banyak sekali setiap pergeseran atau proses kembali ke posisi semula untuk kesetimbangan tektonik itu bisa menggerakkan dan itu berupa gempa-gempa kecil," tutupnya.
(maf)
tulis komentar anda