Din Syamsudin: Kaderisasi Muhammadiyah Belum Optimal
A
A
A
JAKARTA - Sistem pengkaderan Muhammadiyah dinilai belum optimal. Padahal jika kaderisasi tidak disiapkan dengan baik organisasi seperti Muhammadiyah ini akan hancur.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin mengatakan, sistem kaderisasi Muhammadiyah baik yang diorganisir Hizbul Wathan (Gerakan kepanduan persiapan kader Muhammadiyah) dan juga lembaga kependidikan organisasi Muhammadiyah baik dari jenjang SD hingga perguruan tingginya Muhammadiyah belum optimal melahirkan kader yang sesuai dengan zaman.
Padahal Muhammadiyah bisa bertahan hingga melewati satu abad ini karena ketersediaan kader dan generasi penerusnya.
"Jika suatu gerakan tidak menyiapkan generasi penerus maka gerakan itu akan hancur dalam 30 tahun. Dari kedua sumber itu pengkaderan dimulai dan saya meminta mereka harus optimal melakukan pengkaderisasi," katanya dalam seminar Pra Muktamar Muhammadiyah di kampus Uhamka, Senin (11/5/2015).
Din menjelaskan, kaderisasi menjadi penting karena ketersediaan kaderlah yang menjadi motor penggerak organisasi Muhammadiyah berjalan terus dari masa ke masa.
Sayangnya, kedua lembaga pengkaderan itu dinilai Din melemah kinerjanya. Kedua lembaga tersebut pun tidak sepenuhnya menjadi sarana pengkaderan karena terlalu sibuk dengan nostalgia masa lalu.
Maka dari itu dia pun meminta ada perbaikan kaderisasi agar nasib Muhammadiyah tidak seperti organisasi lain di seluruh dunia yang hancur karena ketidaktersediaan kader mumpuni.
Din mengungkapkan, proses pengkaderan saat ini terlalu banyak terkooptasi kepentingan politik. Kader yang dididik pun mayoritas hanya ingin menjadi politikus semata.
Mereka memaksa kepentingan partai dibawa masuk ke Muhammadiyah dan bukan sebaliknya. Dia menjelaskan, kader Muhammadiyah yang ingin menjadi politikus memang bagus namun harus dengan syarat dia mampu menjadi politikus handal yang bisa melakukan perubahan.
"Sayangnya dengan sistem kepartaian saat ini kalau kader itu tidak kuat Maka dia tidak bisa menjadi penentu melainkan hanya menjadi pembantu saja," ungkapnya.
Sementara Rektor Uhamka Suyatno menambahkan, lembaga pendidikan Muhammadiyah memang perlu mereformasi sistem pengkaderannya. Namun dia mengakui perlu waktu panjang untuk menghasilkan kader seperti yang diinginkan Din.
Kedepan, ujarnya, diperlukan lembaga pendidikan yang bisa menyiapkan kader per masing-masing bidang. Misalnya pendidikan kader yang ahli di bidang dakwah dan juga kader untuk kepentingan politik.
Dia berharap, dengan pembagian ini, maka kader yang ada dapat memberi pengaruh kuat dan turut menjadi penentu kebijakan pemerintah.
Suyatno tidak menampik bahwa Muhammadiyah adalah suatu gerakan yang memerlukan kaderisasi agar bisa bertahan. Perubahan zaman, ujarnya, menjadi tantangan untuk Muhammadiyah agar bisa dikelola kader yang modern dan professional untuk bisa mengikuti perubahan zaman.
"Maka kader bagi Muhammadiyah adalah tenaga inti. Kedepan kader yang disiapkan harus tenaga professional dan dari pendidikan yang bagus," terangnya.(ico)
Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin mengatakan, sistem kaderisasi Muhammadiyah baik yang diorganisir Hizbul Wathan (Gerakan kepanduan persiapan kader Muhammadiyah) dan juga lembaga kependidikan organisasi Muhammadiyah baik dari jenjang SD hingga perguruan tingginya Muhammadiyah belum optimal melahirkan kader yang sesuai dengan zaman.
Padahal Muhammadiyah bisa bertahan hingga melewati satu abad ini karena ketersediaan kader dan generasi penerusnya.
"Jika suatu gerakan tidak menyiapkan generasi penerus maka gerakan itu akan hancur dalam 30 tahun. Dari kedua sumber itu pengkaderan dimulai dan saya meminta mereka harus optimal melakukan pengkaderisasi," katanya dalam seminar Pra Muktamar Muhammadiyah di kampus Uhamka, Senin (11/5/2015).
Din menjelaskan, kaderisasi menjadi penting karena ketersediaan kaderlah yang menjadi motor penggerak organisasi Muhammadiyah berjalan terus dari masa ke masa.
Sayangnya, kedua lembaga pengkaderan itu dinilai Din melemah kinerjanya. Kedua lembaga tersebut pun tidak sepenuhnya menjadi sarana pengkaderan karena terlalu sibuk dengan nostalgia masa lalu.
Maka dari itu dia pun meminta ada perbaikan kaderisasi agar nasib Muhammadiyah tidak seperti organisasi lain di seluruh dunia yang hancur karena ketidaktersediaan kader mumpuni.
Din mengungkapkan, proses pengkaderan saat ini terlalu banyak terkooptasi kepentingan politik. Kader yang dididik pun mayoritas hanya ingin menjadi politikus semata.
Mereka memaksa kepentingan partai dibawa masuk ke Muhammadiyah dan bukan sebaliknya. Dia menjelaskan, kader Muhammadiyah yang ingin menjadi politikus memang bagus namun harus dengan syarat dia mampu menjadi politikus handal yang bisa melakukan perubahan.
"Sayangnya dengan sistem kepartaian saat ini kalau kader itu tidak kuat Maka dia tidak bisa menjadi penentu melainkan hanya menjadi pembantu saja," ungkapnya.
Sementara Rektor Uhamka Suyatno menambahkan, lembaga pendidikan Muhammadiyah memang perlu mereformasi sistem pengkaderannya. Namun dia mengakui perlu waktu panjang untuk menghasilkan kader seperti yang diinginkan Din.
Kedepan, ujarnya, diperlukan lembaga pendidikan yang bisa menyiapkan kader per masing-masing bidang. Misalnya pendidikan kader yang ahli di bidang dakwah dan juga kader untuk kepentingan politik.
Dia berharap, dengan pembagian ini, maka kader yang ada dapat memberi pengaruh kuat dan turut menjadi penentu kebijakan pemerintah.
Suyatno tidak menampik bahwa Muhammadiyah adalah suatu gerakan yang memerlukan kaderisasi agar bisa bertahan. Perubahan zaman, ujarnya, menjadi tantangan untuk Muhammadiyah agar bisa dikelola kader yang modern dan professional untuk bisa mengikuti perubahan zaman.
"Maka kader bagi Muhammadiyah adalah tenaga inti. Kedepan kader yang disiapkan harus tenaga professional dan dari pendidikan yang bagus," terangnya.(ico)
(kur)