BW Gugat Kapolri dan Kabareskrim Lewat Praperadilan
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua KPK nonaktif Bambang Widjojanto (BW) melaporkan dua petinggi Polri dalam gugatan praperadilan yang diajukan pada Kamis 7 Mei 2015 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
Salah satu Penasihat Hukum BW, Abdul Fikar Hajar mengatakan, kedua petinggi yang dimaksud ialah Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti dan Kabareskrim Komjen Pol Budi Waseso.
"Pertama, Kepala Kepolisian RI (Badrodin), yang kedua Kepala Bareskrim Polri (Budi Waseso). Jadi ada dua pihak yang dimohonkan praperadilan," kata Fikar saat konferensi pers di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Minggu (10/5/2015).
Dia melanjutkan, materi atau objek gugatan yang diajukan BW adalah soal penetapan tersangka dan penggeledahan yang dilakukan Bareskrim Mabes Polri pada beberapa waktu lalu.
Oleh karena itu, kata Fikar, dalam gugatan tersebut menggunakan urutan kejadian dimana penetapan tersangka harus dilihat dalam dua konteks. "Pertama teks, dan kedua konteksnya. Dari sudut teksnya, kepolisian punya kewenangan menetapkan seseorang menjadi tersangka," tuturnya.
Namun, apabila dilihat dari segi konteks ialah bermula ketika kewenangan itu dijalankan oleh Bareskrim Mabes Polri. "Apakah melanggar hukum atau tidak dan melebihi atau tidak, maka harus dilihat konteksnya. Konteks itu, kita lihat urutan-urutan kejadian," papar Fikar.
Fikar beralasan, konteks rentetan kejadian yang menimpa kliennya dianggap bukan sebagai penegakan hukum yang murni. Dia mengendus adanya upaya kriminalisasi terhadap KPK terutama kliennya.
"Di situ ada upaya sengaja sebagai upaya kriminalisasi terhadap KPK, utamanya terhadap BW. Oleh karena itu praperadilan ini diajukan," tutupnya.
Salah satu Penasihat Hukum BW, Abdul Fikar Hajar mengatakan, kedua petinggi yang dimaksud ialah Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti dan Kabareskrim Komjen Pol Budi Waseso.
"Pertama, Kepala Kepolisian RI (Badrodin), yang kedua Kepala Bareskrim Polri (Budi Waseso). Jadi ada dua pihak yang dimohonkan praperadilan," kata Fikar saat konferensi pers di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Minggu (10/5/2015).
Dia melanjutkan, materi atau objek gugatan yang diajukan BW adalah soal penetapan tersangka dan penggeledahan yang dilakukan Bareskrim Mabes Polri pada beberapa waktu lalu.
Oleh karena itu, kata Fikar, dalam gugatan tersebut menggunakan urutan kejadian dimana penetapan tersangka harus dilihat dalam dua konteks. "Pertama teks, dan kedua konteksnya. Dari sudut teksnya, kepolisian punya kewenangan menetapkan seseorang menjadi tersangka," tuturnya.
Namun, apabila dilihat dari segi konteks ialah bermula ketika kewenangan itu dijalankan oleh Bareskrim Mabes Polri. "Apakah melanggar hukum atau tidak dan melebihi atau tidak, maka harus dilihat konteksnya. Konteks itu, kita lihat urutan-urutan kejadian," papar Fikar.
Fikar beralasan, konteks rentetan kejadian yang menimpa kliennya dianggap bukan sebagai penegakan hukum yang murni. Dia mengendus adanya upaya kriminalisasi terhadap KPK terutama kliennya.
"Di situ ada upaya sengaja sebagai upaya kriminalisasi terhadap KPK, utamanya terhadap BW. Oleh karena itu praperadilan ini diajukan," tutupnya.
(kri)