Aroma Kolusi di Balik Reklamasi
A
A
A
JAKARTA - Reklamasi menjadi pertaruhan besar bagi Agung Podomoro. Gubernur Basuki Tjahaja Purnama adalah juru kuncinya. Santer kabar beredar Basuki pernah menjadi konsultan raksasa properti itu.
TAHUN Baru 2015 adalah gairah baru bagi Agung Podomoro Land. Setelah sempat lesu sepanjang 2014 laba bersih turun 15,2 persen dan prapenjualan turun hampir 6 persen raksasa properti itu seperti mendapatkan suplemen penambah darah setelah mengantongi izin pelaksanan reklamasi dari Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama pada 23 Desember 2014.
Izin Gubernur Basuki langsung melejitkan harga saham Podomoro ketika anak perusahaan mereka yang menggarap reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta, PT Muara Wisesa Samudera, mengumumkannya ke bursa.
Harga saham Podomoro melonjak 17 persen menjadi Rp421 per lembar dari Rp359 per lembar sehari sebelumnya. Gairah tak berhenti di situ. Harga saham Podomoro terus merangkak, hingga mencapai puncaknya Rp472 per lembar pada pekan pertama Februari.
Proyek reklamasi Teluk Jakarta, yang Podomoro namakan proyek Pluit City, memang telur emas bagi perusahaan yang dikendalikan taipan Trihatma Kusuma Haliman itu. Sejumlah analis properti percaya megaproyek ini bisa membawa kinerja keuangan perusahaan ke jalur cepat bebas hambatan.
Hitung-hitungannya jelas. Harga tanah di pulau yang sedang dibuat itu kini sudah mencapai Rp30 juta per meter persegi sedangkan ongkos reklamasi yang dikeluarkan Podomoro cuma Rp10 juta per meter persegi.
Hingga 2018, Podomoro berencana menciptakan superblok elite seluas 161 hektare di bibir pantai Jakarta: rumah hunian, rumah toko, apartemen, dan pusat belanja.
Harga per unitnya bisa membuat mayoritas warga Jakarta yang rata-rata berpenghasilan kurang dari Rp4 juta per bulan menelan ludah. Podomoro memasarkan rumah hunian dengan harga Rp3-6 miliar per unit sedangkan rumah toko Rp7-9 miliar per unit.
Pluit City atau Pulau G hanya sejumput calon surga baru kalangan atas di Teluk Jakarta. Secara keseluruhan, pemerintah Jakarta akan melego 17 calon pulau.
Semuanya akan dibentengi tembok raksasa sepanjang 32 kilometer, membentang dari pesisir Bekasi di timur Jakarta hingga pesisir Tangerang di barat.
Megaproyek yang kerennya disebut Giant Sea Wall ini sudah diperkenalkan sejak era Gubernur Sutiyoso dan mulai diotak-atik pada masa Gubernur Fauzi Bowo.
Setidaknya tercatat 12 perusahaan yang siap menjadi baron kawasan yang digadang-gadang mirip Palm Islands di Dubai itu.
Selain Muara Wisesa, anak usaha Podomoro, mereka adalah Salim Group Co, PT Agung Sedayu Group, PT Pembangunan Jaya Ancol, PT Intiland Development, PT Kapuk Naga Indah, PT Taman Harapan Indah, PT Jakarta Propertindo, PT Pelindo, PT Jaladri Eka Paksi, PT Manggala Krida Yudha, dan satu perusahaan dari Cina, Fuhai Group.
Tiap-tiap perusahaan mendapatkan jatah satu pulau, kecuali Podomoro dan Pembangunan Jaya. Podomoro memperoleh tiga pulau dengan total luas 500 hektare sedangkan Pembangunan Jaya empat pulau seluas lebih dari 1.000 hektare.
Di antara ke-12 perusahaan itu, Podomoro menjadi sorotan. Awal Februari lalu, Kementerian Kelautaan dan Perikanan naik pitam begitu tahu Gubernur Basuki “diam-diam” telah memberi izin pelaksanaan reklamasi kepada Muara Wisesa.
Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil Sudirman Saad menilai Basuki sudah mengangkangi wewenang Menteri Kelautan dan Perikanan.
Alasannya, Teluk Jakarta masuk kawasan strategis nasional menurut sejumlah aturan baru, seperti Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan Peraturan Presiden Nomor 122 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Izin reklamasi di kawasan strategis nasional menjadi wilayah kewenangan Menteri.
Dalam izinnya yang tertuang pada Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 2238 Tahun 2014, anehnya Basuki tak mencantumkan dua beleid baru itu.
Dia hanya mendasarkan izinnya pada Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta, keputusan lawas yang diteken penguasa Orde Baru, Soeharto.
Basuki juga kerap berkoar, dia hanya memperpanjang izin yang dikeluarkan Fauzi. Padahal, Fauzi pada 2012 hanya mengeluarkan persetujuan prinsip sedangkan Basuki mengeluarkan izin pelaksanaan reklamasi, dua jenis izin yang jauh berbeda.
Masnur Marzuki dari Jakarta Monitoring Network, lembaga swadaya masyarakat yang menggugat izin reklamasi Gubernur Basuki ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, menduga ada hubungan spesial antara Basuki dengan Agung Podomoro Group.
Sebelum terjun ke politik, menurut Masnur, Basuki sempat bekerja di Podomoro sebagai konsultan. “Podomoro juga salah satu penyumbang dana kampanye Joko Widodo-Basuki pada Pemilihan Gubernur 2012,” katanya.
Gubernur Basuki tampak enggan menanggapi persoalan ini lebih jauh. Dia malah berang dan balik bertanya, “Anda mengincar saya terus soal reklamasi. Ada apa? Ada pesanan khusus? Loe kan wartawan MNC (penerbit majalah ini-red). Gue mau tanya, ada sentimen apa MNC?” kata Ahok sapaan akrab Basuki kepada SINDO Weekly dalam dua kali kesempatan pada pekan ini.
Memperparah Banjir Jakarta
Jika dikabulkan Pengadilan, gugatan Masnur bakal menjadikan Pluit City tinggal pulau impian Podomoro. Padahal, iklan dan gambar perencanaan pulau itu sudah disebar ke mana-mana.
Masnur pun berkisah, seseorang yang mengaku pengacara Muara Wisesa mendatangi dia dan menawarkan sejumlah uang. Sebagai timbal baliknya, “Kami diminta mencabut gugatan,” katanya yang menolak menyebut jumlah uang yang ditawarkan.
Senada dengan Basuki, Alvin Andonicius, Assistant Vice President Marketing Agung Podomoro Land, juga tak mau menanggapi tudingan Masnur. Sebagai jaminan, kata Alvin, publik cukup tahu bahwa Podomoro adalah raksasa properti yang sudah beroperasi 47 tahun.
“Kami ini bukan cuma 2 tahun (beroperasi). Kami punya pengalaman segerobak dan dipercaya masyarakat sebegitu hebatnya,” katanya, Senin pekan ini.
Alvin pun membantah Basuki pernah menjadi konsultan di Podomoro. “Mana mungkin. Enggak pernah,” katanya. Tapi dia tak bersedia menjawab isu seputar dukungan Podomoro kepada kampanye Basuki pada 2012. “Terus terang saya enggak bisa ngomong soal ini karena enggak ada jawabannya.”
Paket megaproyek Giant Sea Wall dan reklamasi Teluk Jakarta memang tak luput dari banyak kontroversi. Tidak hanya soal Keputusan Gubernur Jakarta yang melangkahi kewenangan Menteri Kelautan atau melanggar aturan yang lebih tinggi, aktivis lingkungan pun mengecam proyek ini.
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), misalnya, menilai proyek justru akan merusak hutan mangrove, terumbu karang, dan menggusur puluhan ribu nelayan pesisir Jakarta.
Pakar kelautan Institut Teknologi Bandung Muslim Muin juga bersuara negatif. Menurutnya, tembok laut raksasa tidak akan mencegah tapi malah memperparah banjir di Jakarta karena mempercepat pendangkalan sungai.
Selain itu, proyek juga mengancam keberadaan pipa-pipa Pembangkit Listrik Tenaga Uap Muara Karang yang membentang dari tengah Laut Jawa hingga Tanjung Priok.
Selengkapnya baca edisi terbaru SINDO Weekly pekan ini
TAHUN Baru 2015 adalah gairah baru bagi Agung Podomoro Land. Setelah sempat lesu sepanjang 2014 laba bersih turun 15,2 persen dan prapenjualan turun hampir 6 persen raksasa properti itu seperti mendapatkan suplemen penambah darah setelah mengantongi izin pelaksanan reklamasi dari Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama pada 23 Desember 2014.
Izin Gubernur Basuki langsung melejitkan harga saham Podomoro ketika anak perusahaan mereka yang menggarap reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta, PT Muara Wisesa Samudera, mengumumkannya ke bursa.
Harga saham Podomoro melonjak 17 persen menjadi Rp421 per lembar dari Rp359 per lembar sehari sebelumnya. Gairah tak berhenti di situ. Harga saham Podomoro terus merangkak, hingga mencapai puncaknya Rp472 per lembar pada pekan pertama Februari.
Proyek reklamasi Teluk Jakarta, yang Podomoro namakan proyek Pluit City, memang telur emas bagi perusahaan yang dikendalikan taipan Trihatma Kusuma Haliman itu. Sejumlah analis properti percaya megaproyek ini bisa membawa kinerja keuangan perusahaan ke jalur cepat bebas hambatan.
Hitung-hitungannya jelas. Harga tanah di pulau yang sedang dibuat itu kini sudah mencapai Rp30 juta per meter persegi sedangkan ongkos reklamasi yang dikeluarkan Podomoro cuma Rp10 juta per meter persegi.
Hingga 2018, Podomoro berencana menciptakan superblok elite seluas 161 hektare di bibir pantai Jakarta: rumah hunian, rumah toko, apartemen, dan pusat belanja.
Harga per unitnya bisa membuat mayoritas warga Jakarta yang rata-rata berpenghasilan kurang dari Rp4 juta per bulan menelan ludah. Podomoro memasarkan rumah hunian dengan harga Rp3-6 miliar per unit sedangkan rumah toko Rp7-9 miliar per unit.
Pluit City atau Pulau G hanya sejumput calon surga baru kalangan atas di Teluk Jakarta. Secara keseluruhan, pemerintah Jakarta akan melego 17 calon pulau.
Semuanya akan dibentengi tembok raksasa sepanjang 32 kilometer, membentang dari pesisir Bekasi di timur Jakarta hingga pesisir Tangerang di barat.
Megaproyek yang kerennya disebut Giant Sea Wall ini sudah diperkenalkan sejak era Gubernur Sutiyoso dan mulai diotak-atik pada masa Gubernur Fauzi Bowo.
Setidaknya tercatat 12 perusahaan yang siap menjadi baron kawasan yang digadang-gadang mirip Palm Islands di Dubai itu.
Selain Muara Wisesa, anak usaha Podomoro, mereka adalah Salim Group Co, PT Agung Sedayu Group, PT Pembangunan Jaya Ancol, PT Intiland Development, PT Kapuk Naga Indah, PT Taman Harapan Indah, PT Jakarta Propertindo, PT Pelindo, PT Jaladri Eka Paksi, PT Manggala Krida Yudha, dan satu perusahaan dari Cina, Fuhai Group.
Tiap-tiap perusahaan mendapatkan jatah satu pulau, kecuali Podomoro dan Pembangunan Jaya. Podomoro memperoleh tiga pulau dengan total luas 500 hektare sedangkan Pembangunan Jaya empat pulau seluas lebih dari 1.000 hektare.
Di antara ke-12 perusahaan itu, Podomoro menjadi sorotan. Awal Februari lalu, Kementerian Kelautaan dan Perikanan naik pitam begitu tahu Gubernur Basuki “diam-diam” telah memberi izin pelaksanaan reklamasi kepada Muara Wisesa.
Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil Sudirman Saad menilai Basuki sudah mengangkangi wewenang Menteri Kelautan dan Perikanan.
Alasannya, Teluk Jakarta masuk kawasan strategis nasional menurut sejumlah aturan baru, seperti Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan Peraturan Presiden Nomor 122 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Izin reklamasi di kawasan strategis nasional menjadi wilayah kewenangan Menteri.
Dalam izinnya yang tertuang pada Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 2238 Tahun 2014, anehnya Basuki tak mencantumkan dua beleid baru itu.
Dia hanya mendasarkan izinnya pada Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta, keputusan lawas yang diteken penguasa Orde Baru, Soeharto.
Basuki juga kerap berkoar, dia hanya memperpanjang izin yang dikeluarkan Fauzi. Padahal, Fauzi pada 2012 hanya mengeluarkan persetujuan prinsip sedangkan Basuki mengeluarkan izin pelaksanaan reklamasi, dua jenis izin yang jauh berbeda.
Masnur Marzuki dari Jakarta Monitoring Network, lembaga swadaya masyarakat yang menggugat izin reklamasi Gubernur Basuki ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, menduga ada hubungan spesial antara Basuki dengan Agung Podomoro Group.
Sebelum terjun ke politik, menurut Masnur, Basuki sempat bekerja di Podomoro sebagai konsultan. “Podomoro juga salah satu penyumbang dana kampanye Joko Widodo-Basuki pada Pemilihan Gubernur 2012,” katanya.
Gubernur Basuki tampak enggan menanggapi persoalan ini lebih jauh. Dia malah berang dan balik bertanya, “Anda mengincar saya terus soal reklamasi. Ada apa? Ada pesanan khusus? Loe kan wartawan MNC (penerbit majalah ini-red). Gue mau tanya, ada sentimen apa MNC?” kata Ahok sapaan akrab Basuki kepada SINDO Weekly dalam dua kali kesempatan pada pekan ini.
Memperparah Banjir Jakarta
Jika dikabulkan Pengadilan, gugatan Masnur bakal menjadikan Pluit City tinggal pulau impian Podomoro. Padahal, iklan dan gambar perencanaan pulau itu sudah disebar ke mana-mana.
Masnur pun berkisah, seseorang yang mengaku pengacara Muara Wisesa mendatangi dia dan menawarkan sejumlah uang. Sebagai timbal baliknya, “Kami diminta mencabut gugatan,” katanya yang menolak menyebut jumlah uang yang ditawarkan.
Senada dengan Basuki, Alvin Andonicius, Assistant Vice President Marketing Agung Podomoro Land, juga tak mau menanggapi tudingan Masnur. Sebagai jaminan, kata Alvin, publik cukup tahu bahwa Podomoro adalah raksasa properti yang sudah beroperasi 47 tahun.
“Kami ini bukan cuma 2 tahun (beroperasi). Kami punya pengalaman segerobak dan dipercaya masyarakat sebegitu hebatnya,” katanya, Senin pekan ini.
Alvin pun membantah Basuki pernah menjadi konsultan di Podomoro. “Mana mungkin. Enggak pernah,” katanya. Tapi dia tak bersedia menjawab isu seputar dukungan Podomoro kepada kampanye Basuki pada 2012. “Terus terang saya enggak bisa ngomong soal ini karena enggak ada jawabannya.”
Paket megaproyek Giant Sea Wall dan reklamasi Teluk Jakarta memang tak luput dari banyak kontroversi. Tidak hanya soal Keputusan Gubernur Jakarta yang melangkahi kewenangan Menteri Kelautan atau melanggar aturan yang lebih tinggi, aktivis lingkungan pun mengecam proyek ini.
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), misalnya, menilai proyek justru akan merusak hutan mangrove, terumbu karang, dan menggusur puluhan ribu nelayan pesisir Jakarta.
Pakar kelautan Institut Teknologi Bandung Muslim Muin juga bersuara negatif. Menurutnya, tembok laut raksasa tidak akan mencegah tapi malah memperparah banjir di Jakarta karena mempercepat pendangkalan sungai.
Selain itu, proyek juga mengancam keberadaan pipa-pipa Pembangkit Listrik Tenaga Uap Muara Karang yang membentang dari tengah Laut Jawa hingga Tanjung Priok.
Selengkapnya baca edisi terbaru SINDO Weekly pekan ini
(maf)