Pilkada Serentak Belum Efisien
A
A
A
JAKARTA - Penyelenggaraan pilkada serentak yang bertujuan efisiensi anggaran ternyata tidak terjadi. Pasalnya, biaya kampanye calon saat ini dibebankan kepada negara melalui Komisi Pemilihan Umum (KPU).
”Anggaran totalnya Rp6,7 triliun. Hampir Rp7 triliun untuk 269 daerah. Pertanyaannya pilkada serentak ini kan tujuannya untuk efektivitas dan efisiensi. Cuma efisiensi yang belum. Pilkada ini lebih mahal dibanding tidak serentak,” ujar Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo saat Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Persiapan Pilkada Serentak 2015, di Balai Kartini, Jakarta, kemarin.
Lebih lanjut mantan anggota DPR ini mengungkapkan, ada potensi anggaran ganda di beberapa daerah. Seharusnya jika daerah kabupaten melakukan pilkada bersamaan akan lebih hemat karena ada beberapa anggaran yang dapat ditanggung bersama. ”Misalnya sudah dianggarkan untuk air mineral di atas tapi dibawanya juga menganggarkan. Sama. Kan harusnya salah satu,” kata dia.
Dia menambahkan, KPUD menganggarkan cukup tinggi terutama untuk sejumlah daerah yang secara geografis membutuhkan anggaran lebih. ”Seperti Papua, Maluku dan Maluku Utara yang membutuhkan anggaran lebih. Intinya untuk distribusi,” kata dia. Meski begitu, dia optimistis nantinya anggaran pilkada akan efisien, tetapi membutuhkan proses yakni semua sudah memiliki siklus yang teratur.
”Harusnya begitu. Karena pilkada provinsi, kabupaten/ kota kan bersamaan. Saksinya sama, TPS sama. Menggunakan sama. Kerja KPU sama. Harusnya itu,” imbuhnya. Menurut Tjahjo pilkada serentak membuat siklus pemerintahan lebih teratur, di mana siklus antara pemerintah daerah dan nasional berjalan beriringan.
”Ini juga harus diikuti konsolidasiparpol. Kalaupelantikan presiden dimulai tanggal 20 Oktober. Akan sangat baik pilkada kepala berakhir atau pergantiannya di bulan-bulan Oktober,” papar dia. Selain itu, pilkada serentak juga mempertimbangkan waktu penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan pelaksanaan program. Termasuk persiapan pertanggungjawaban di bulan November-Desember.
”Lima tahun ini pusat sampai daerah sama. Kalau sekarang ini kan tidak. Ini terpotong-potong. Maka tahun 2027 serentak secara nasional,” ujar Tjahjo. Direktur Jenderal (Dirjen) Keuangan Daerah (Keuda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Reydonnyzar Moenek mengatakan berdasarkan data yang dimilikinya anggaran pilkada jika dibandingkan pilkada sebelumnya hanya sebesar Rp5 triliun. Menurut dia, membengkaknya anggaran lantaran adanya pos baru pembiayaan yakni kampanye.
”Komponen terbesar yang jadi persoalan adalah anggaran terkait kampanye,” ujar dia. Ditanyakan apakah anggaran Rp5 triliun sebelumnya untuk jumlah daerah yang sama, dia belumdapatmemastikan. ”Nanti dicek lagi berapanya. Jadi itu untuk daerah yang 2012 pilkadanya, nanti dilihat,” kata dia.
Menurut dia, inilah yang sering kali membuat belum ada kesepakatan antara KPUD dan pemerintah daerah terkait anggaran pilkada. Pasalnya, KPUD mengajukan anggaran yang cukup besar terkait kampanye. ”Debat publik terbuka antara pasangan calon dilaksanakan paling banyak tiga kali. Kemudian bahan kampanye. Mulai selebaran, pamflet dan poster, spanduk, dan umbulumbul serta iklan komersial. Itu wajib dibiayai oleh APBD. Biayanya besar ini, iklan ini berapa kali. Ini juga yang KPUD minta tambah-tambah lagi,” ujar dia.
Bahkan, menurut dia, anggaran terkait kampanye sangat mungkin dapat membengkak. Namun, tidak ada pilihan lain bahwa untuk tahun 2015 ini pembiayaan pilkada dibebankan APBD, meski di saat yang sama ruang fiskal APBD terbatas. Untuk tahun selanjutnya, memungkinkan untuk dibiayai APBN. Pasalnya, sebagaimana yang ada di Pasal 200 UU 8/2015 bahwa anggaran pilkada dapat didukung oleh APBN.
”Nah, itu nanti di 2016 dan 2017. Kita liat slot mana yang dibiayai APBN dalam penyelenggaraan pilkada,” imbuh dia. Sementara itu, Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno mengatakan bahwa pembiayaan kampanye bergantung pada jumlah anggaran di daerah masing-masing. Apakah akan mengurangi atau memaksimalkan. ”Itu terserah kita. Tidak ada masalah. Kalau punya uang maksimal,” kata dia.
Irwan menilai pembiayaan kampanye oleh negara akan efektif untuk mencegah korupsi di tataran kepala daerah dengan mengurangi beban calon kepala daerah.”Itu memang yang paling besar. Kampanye publik itu memang besar anggarannya. Jadi, calon kepala daerah lebih hemat. Kalau tidak, nanti yang kaya dapat memanfaatkan media-media publik. Jika tidak kaya meskipun bagus, tidak terpilih,” ujarnya.
Dita angga
”Anggaran totalnya Rp6,7 triliun. Hampir Rp7 triliun untuk 269 daerah. Pertanyaannya pilkada serentak ini kan tujuannya untuk efektivitas dan efisiensi. Cuma efisiensi yang belum. Pilkada ini lebih mahal dibanding tidak serentak,” ujar Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo saat Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Persiapan Pilkada Serentak 2015, di Balai Kartini, Jakarta, kemarin.
Lebih lanjut mantan anggota DPR ini mengungkapkan, ada potensi anggaran ganda di beberapa daerah. Seharusnya jika daerah kabupaten melakukan pilkada bersamaan akan lebih hemat karena ada beberapa anggaran yang dapat ditanggung bersama. ”Misalnya sudah dianggarkan untuk air mineral di atas tapi dibawanya juga menganggarkan. Sama. Kan harusnya salah satu,” kata dia.
Dia menambahkan, KPUD menganggarkan cukup tinggi terutama untuk sejumlah daerah yang secara geografis membutuhkan anggaran lebih. ”Seperti Papua, Maluku dan Maluku Utara yang membutuhkan anggaran lebih. Intinya untuk distribusi,” kata dia. Meski begitu, dia optimistis nantinya anggaran pilkada akan efisien, tetapi membutuhkan proses yakni semua sudah memiliki siklus yang teratur.
”Harusnya begitu. Karena pilkada provinsi, kabupaten/ kota kan bersamaan. Saksinya sama, TPS sama. Menggunakan sama. Kerja KPU sama. Harusnya itu,” imbuhnya. Menurut Tjahjo pilkada serentak membuat siklus pemerintahan lebih teratur, di mana siklus antara pemerintah daerah dan nasional berjalan beriringan.
”Ini juga harus diikuti konsolidasiparpol. Kalaupelantikan presiden dimulai tanggal 20 Oktober. Akan sangat baik pilkada kepala berakhir atau pergantiannya di bulan-bulan Oktober,” papar dia. Selain itu, pilkada serentak juga mempertimbangkan waktu penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan pelaksanaan program. Termasuk persiapan pertanggungjawaban di bulan November-Desember.
”Lima tahun ini pusat sampai daerah sama. Kalau sekarang ini kan tidak. Ini terpotong-potong. Maka tahun 2027 serentak secara nasional,” ujar Tjahjo. Direktur Jenderal (Dirjen) Keuangan Daerah (Keuda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Reydonnyzar Moenek mengatakan berdasarkan data yang dimilikinya anggaran pilkada jika dibandingkan pilkada sebelumnya hanya sebesar Rp5 triliun. Menurut dia, membengkaknya anggaran lantaran adanya pos baru pembiayaan yakni kampanye.
”Komponen terbesar yang jadi persoalan adalah anggaran terkait kampanye,” ujar dia. Ditanyakan apakah anggaran Rp5 triliun sebelumnya untuk jumlah daerah yang sama, dia belumdapatmemastikan. ”Nanti dicek lagi berapanya. Jadi itu untuk daerah yang 2012 pilkadanya, nanti dilihat,” kata dia.
Menurut dia, inilah yang sering kali membuat belum ada kesepakatan antara KPUD dan pemerintah daerah terkait anggaran pilkada. Pasalnya, KPUD mengajukan anggaran yang cukup besar terkait kampanye. ”Debat publik terbuka antara pasangan calon dilaksanakan paling banyak tiga kali. Kemudian bahan kampanye. Mulai selebaran, pamflet dan poster, spanduk, dan umbulumbul serta iklan komersial. Itu wajib dibiayai oleh APBD. Biayanya besar ini, iklan ini berapa kali. Ini juga yang KPUD minta tambah-tambah lagi,” ujar dia.
Bahkan, menurut dia, anggaran terkait kampanye sangat mungkin dapat membengkak. Namun, tidak ada pilihan lain bahwa untuk tahun 2015 ini pembiayaan pilkada dibebankan APBD, meski di saat yang sama ruang fiskal APBD terbatas. Untuk tahun selanjutnya, memungkinkan untuk dibiayai APBN. Pasalnya, sebagaimana yang ada di Pasal 200 UU 8/2015 bahwa anggaran pilkada dapat didukung oleh APBN.
”Nah, itu nanti di 2016 dan 2017. Kita liat slot mana yang dibiayai APBN dalam penyelenggaraan pilkada,” imbuh dia. Sementara itu, Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno mengatakan bahwa pembiayaan kampanye bergantung pada jumlah anggaran di daerah masing-masing. Apakah akan mengurangi atau memaksimalkan. ”Itu terserah kita. Tidak ada masalah. Kalau punya uang maksimal,” kata dia.
Irwan menilai pembiayaan kampanye oleh negara akan efektif untuk mencegah korupsi di tataran kepala daerah dengan mengurangi beban calon kepala daerah.”Itu memang yang paling besar. Kampanye publik itu memang besar anggarannya. Jadi, calon kepala daerah lebih hemat. Kalau tidak, nanti yang kaya dapat memanfaatkan media-media publik. Jika tidak kaya meskipun bagus, tidak terpilih,” ujarnya.
Dita angga
(ars)