Teror Polisi AS Berlanjut
A
A
A
NEW YORK - Aksi teror dengan sasaran petugas kepolisian Amerika Serikat (AS) terus berlanjut. Terbaru, seorang polisi New York, Brian Moore, dalam kondisi kritis dan harus menjalani operasi setelah ditembak di bagian kepala pada Sabtu (2/5) waktu setempat.
Moore mengalami luka sangat serius sehingga harus menjalani operasi bedah di Rumah Sakit (RS) Pusat Kesehatan Jamaica. Menurut Wali Kota New York Bill de Blasio, insiden penembakan terjadi ketika Moore bersama rekannya Erik Janssen tidak menggunakan seragam dinas, tetapi mengendarai mobil patroli polisi. Pelaku langsung melepaskan tembakan sesaat setelah salah satu dari dua polisi tersebut mengajukan pertanyaan.
Menurut keterangan otoritas terkait, pelaku berhasil ditangkap dan ditahan. Media lokal New York melaporkan, Moore ditembak tepat di area wajah. ”Peristiwa ini mengingatkan kita betapa bahayanya situasi yang dihadapi polisi setiap hari,” ujar De Blasio di RS Jamaica, dikutip Reuters. ”Moore lahir dari keluarga polisi. Dia bertugas dengan penuh dedikasi,” sambungnya.
Peristiwa ini merupakan insiden penembakan kelima terhadap polisi dalam lima bulan terakhir. Sebelumnya dua petugas polisi New York tewas setelah menjadi korban penembakan pada Desember lalu ketika mereka sedang berpatroli. Kepolisian New York menyatakan kedua korban telah menjadi target serangan.
Hubungan polisi dengan sejumlah kelompok masyarakat New York sedang merenggang sejak polisi menggunakan kekerasan seperti penembakan terhadap warga sipil saat mereka melaksanakan tugas. Apalagi korban mayoritas merupakan warga berkulit hitam. Gelombang protes antipolisi pun muncul dan tak terbendung.
De Blasio berupaya menyelesaikan permasalahan ini. Namun hal itu tidak mudah karena isu ini menjadi polemik. Pada saat pembacaan penghormatan dalam pemakaman dua polisi yang meninggal Desember lalu, ribuan polisi membelakangi De Blasio karena dia dianggap gagal mendukung polisi selama protes berlangsung.
Komisioner Polisi New York William Bratton mengatakan tugas yang diemban polisi sangat berat dan penuh tantangan. Penyelidikan terhadap pelaku sudah dilakukan. Menurut Bratton, pelaku bernama Demetrius Blackwell, 35. Dia memiliki rapor kriminal yang panjang dan pernah dipenjara selama tujuh tahun atas kasus pembunuhan.
”Saat kejadian kali ini, pelaku mengeluarkan senjata api dari sabuknya. Dia melepaskan tembakkan beberapa kali ke arah mobil patroli yang ditumpangi Moore dan Janssen,” kata Bratton. ”Kedua korban tidak memiliki kesempatan untuk keluar dari mobil atau menembak balik pelaku karena mereka sedang duduk,” tambahnya.
Penembakan ini muncul di tengah memanasnya isu penggunaan kekerasan oleh penegak hukum dan risiko tinggi yang dihadapi polisi. Pada Jumat (1/5) lalu, enam polisi didakwa atas kasus tewasnya Freddie Gray, seorang tahanan laki-laki kulit hitam di Baltimore. Korban mengalami luka-luka di sekujur tubuhnya.
Para pengunjuk rasa, baik berkulit hitam ataupun putih, melantangkan suaranya di Baltimore, Sabtu (2/5), hingga menabrak jam malam. Maklum, kematian Gray, 25, mengundang banyak tanda tanya mengenai bobroknya penegakan hak asasi manusia (HAM) di AS.
Tidak sedikit warga AS yang menuduh polisi berlaku rasis dan brutal. Dakwaan itu menjadi pemandangan baru karena sangat langka. ”Saya pikir kami berpeluang besar untuk mendapatkan keadilan dalam kondisi negara yang damai seperti ini,” tutur Wali Kota Baltimore Stephanie Rawlings-Blake.
Seorang demonstran perempuan Autumn Hooper mengatakan para pengunjuk rasa ingin menghentikan aksi brutal polisi.
Muh shamil
Moore mengalami luka sangat serius sehingga harus menjalani operasi bedah di Rumah Sakit (RS) Pusat Kesehatan Jamaica. Menurut Wali Kota New York Bill de Blasio, insiden penembakan terjadi ketika Moore bersama rekannya Erik Janssen tidak menggunakan seragam dinas, tetapi mengendarai mobil patroli polisi. Pelaku langsung melepaskan tembakan sesaat setelah salah satu dari dua polisi tersebut mengajukan pertanyaan.
Menurut keterangan otoritas terkait, pelaku berhasil ditangkap dan ditahan. Media lokal New York melaporkan, Moore ditembak tepat di area wajah. ”Peristiwa ini mengingatkan kita betapa bahayanya situasi yang dihadapi polisi setiap hari,” ujar De Blasio di RS Jamaica, dikutip Reuters. ”Moore lahir dari keluarga polisi. Dia bertugas dengan penuh dedikasi,” sambungnya.
Peristiwa ini merupakan insiden penembakan kelima terhadap polisi dalam lima bulan terakhir. Sebelumnya dua petugas polisi New York tewas setelah menjadi korban penembakan pada Desember lalu ketika mereka sedang berpatroli. Kepolisian New York menyatakan kedua korban telah menjadi target serangan.
Hubungan polisi dengan sejumlah kelompok masyarakat New York sedang merenggang sejak polisi menggunakan kekerasan seperti penembakan terhadap warga sipil saat mereka melaksanakan tugas. Apalagi korban mayoritas merupakan warga berkulit hitam. Gelombang protes antipolisi pun muncul dan tak terbendung.
De Blasio berupaya menyelesaikan permasalahan ini. Namun hal itu tidak mudah karena isu ini menjadi polemik. Pada saat pembacaan penghormatan dalam pemakaman dua polisi yang meninggal Desember lalu, ribuan polisi membelakangi De Blasio karena dia dianggap gagal mendukung polisi selama protes berlangsung.
Komisioner Polisi New York William Bratton mengatakan tugas yang diemban polisi sangat berat dan penuh tantangan. Penyelidikan terhadap pelaku sudah dilakukan. Menurut Bratton, pelaku bernama Demetrius Blackwell, 35. Dia memiliki rapor kriminal yang panjang dan pernah dipenjara selama tujuh tahun atas kasus pembunuhan.
”Saat kejadian kali ini, pelaku mengeluarkan senjata api dari sabuknya. Dia melepaskan tembakkan beberapa kali ke arah mobil patroli yang ditumpangi Moore dan Janssen,” kata Bratton. ”Kedua korban tidak memiliki kesempatan untuk keluar dari mobil atau menembak balik pelaku karena mereka sedang duduk,” tambahnya.
Penembakan ini muncul di tengah memanasnya isu penggunaan kekerasan oleh penegak hukum dan risiko tinggi yang dihadapi polisi. Pada Jumat (1/5) lalu, enam polisi didakwa atas kasus tewasnya Freddie Gray, seorang tahanan laki-laki kulit hitam di Baltimore. Korban mengalami luka-luka di sekujur tubuhnya.
Para pengunjuk rasa, baik berkulit hitam ataupun putih, melantangkan suaranya di Baltimore, Sabtu (2/5), hingga menabrak jam malam. Maklum, kematian Gray, 25, mengundang banyak tanda tanya mengenai bobroknya penegakan hak asasi manusia (HAM) di AS.
Tidak sedikit warga AS yang menuduh polisi berlaku rasis dan brutal. Dakwaan itu menjadi pemandangan baru karena sangat langka. ”Saya pikir kami berpeluang besar untuk mendapatkan keadilan dalam kondisi negara yang damai seperti ini,” tutur Wali Kota Baltimore Stephanie Rawlings-Blake.
Seorang demonstran perempuan Autumn Hooper mengatakan para pengunjuk rasa ingin menghentikan aksi brutal polisi.
Muh shamil
(ftr)