Changpi , Tradisi Politik Korsel

Senin, 04 Mei 2015 - 11:58 WIB
Changpi , Tradisi Politik Korsel
Changpi , Tradisi Politik Korsel
A A A
MENGUNDURKAN diri merupakan hal biasa dilakukan politisi Korea Selatan (Korsel). Itu bukan hanya sebagai bentuk pertanggungjawaban semata kepada publik.

Namun, pengunduran diri perwujudan rasa malu yang menjadi tradisi politik di Negeri Ginseng itu. Budaya malu di Korsel berasal dari konsep changpi yang menjadi bagian dalam ajaran Konfusianisme. Tradisi changpi itu bukan menjadi fenomena sosial, melainkan menjadi hal berkaitan dengan psikologis orang Korsel. ”Changpi ternyata menjadi dasar karakter nasional orang Korsel,” demikian tulis Adoption Voices Magazine.

Changpi itusangatmelekatpadasikap, tingkahlaku, dan pemikiran orang Korsel, termasuk para pejabat dan politisi. Dalam tradisi changpi , malu adalah fondasi moralitas. Orang Korsel menganggap pelanggaran kode etik merupakan bentuk pelanggaran sipil. Bagi yang melanggar, dia akan menghukum dirinya sendiri. Hukuman yang dilakukan diri sendiri itu dilakukan tanpa perlu pembuktian kesalahan.

Pasalnya, setiap pribadi pasti mengetahui tindakan dilakukannya itu salah atau tidak. Penghukuman diri sendiri itu bukan hanya sebagai bentuk penyesalan dan tanggung jawab, tetapi sebagai bentuk integritas. Penghukuman diri hal yang sangat dipertahankan politisi Korsel karena menyangkut nama baik.

Apalagi changpi bukan hanya menyinggung tentang perseorangan, tetapi juga berkaitan dengan keluarga, klan, agama, dan bangsa. Salah satu bentuk penghukuman diri adalah pengunduran diri. Tradisi changpi itu tidak ditinggalkan rakyat Korsel, apalagi politisi. Itu telah mengakar.

Changpi menjadi identitas yang melekat pada orang Korsel dan hidup di tengah-tengah keluarga dan melekat pada masyarakat kontemporer Korsel dewasa ini. Changpi juga berkaitan dengan kehormatan yang sangat identik dengan masyarakat Korsel. Ketika melakukan kesalahan, bukan masalah penjara atau hukuman yang menjadi permasalahan.

Namun, penghinaan publik yang marah terhadap pelaku yang melakukan kesalahan. Dianggap sebagai perusak citra bangsa dan penghancur nama baik keluarga menjadi penderitaan yang harus ditanggung bukan hanya pelaku. Menurut Kyeyoung-park, profesor antropologi Universitas California di Los Angeles, AmerikaSerikat, budayaKoreaitucenderung homogen.

”Budaya Barat menekankan perasaan bersalah, sedangkan budaya Korea menekankan rasa malu,” ujarnya. Rasa bersalah hanya menyangkut pribadi. Sedangkan budaya malu bagi orang Korsel berkaitan dengan kehidupannya. Tradisi malu itu berkaitan dengan reputasi yang menjadi hal sangat penting bagi orang Korsel.

Mereka akan menyelamatkan reputasi dari citra negatif dan evaluasi buruk yang dituduhkan orang lain. Menurut Boye Lafayette De Mente, penulis buku berjudul The Korean Mind: Understanding Contemporary Korean Culture, changpi menjadi mekanisme kontrol yang sangat kuat dibandingkan rasa bersalah yang berdasarkan agama.

Perasaan malu dalam masyarakat Korea juga bersifat kolektif. ”Faktor malu ini menjadi sumber utama yang mengendalikan orang Korea untuk mendapatkan pendidikan terbaik dan ekstrarajin dalam bekerja,” ungkap De Mente. Changpi adalah ajaran utama Konfusianisme di Korsel.

Selain changpi, terdapat ajaran berbakti, berhemat, kejujuran, kebaikan, kesetiaan, kerendahan hati, dan saling menghormati. Tradisi changpi ditanamkan pada anak-anak dalam pendidikan di keluarga dan dimasukkan dalam kurikulum pendidikan Korea mulai dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi.

Ajaran untuk tetap memiliki sikap malu itu menjadikan keunikan budaya dan semangat hidup orang Korsel yang tetap hidup dalam pendidikan di masyarakat dan keluarga. Ajaran Konfusianisme itu berimplikasi terhadap etika dan integritas orang Korsel. ”Nilai Konfusianisme itu tetap menjadi bagian dalam dasar kebijakan yang dihasilkan politisi di pemerintahan, baik program ekonomi hingga fiskal,” kata Chris Baumann, peneliti dari Universitas Macquiarie di Sydney, Australia, dikutip Korea Times.

Meski banyak politisi Korsel berpendidikan Eropa dan telah mendapatkan pengaruh Barat, karakter unik dan tradisi tetap dipertahankan. Esensinya tetap mempertahankan tradisi meski ada sebagian yang memadukan antara pengaruh Barat dan tradisi Korsel. Namun, ada juga yang memisahkan.

”Changpi menjadi nilai dominan dalam budaya Korea yang berdampak luas dalam proses modernisasi negara itu,” kata Sherlene Furuto, pakar budaya Korea.

Andika hendra m
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7370 seconds (0.1#10.140)