Hakim PN Jakpus Ingkari Hukum Arbitrase

Sabtu, 02 Mei 2015 - 09:36 WIB
Hakim PN Jakpus Ingkari Hukum Arbitrase
Hakim PN Jakpus Ingkari Hukum Arbitrase
A A A
JAKARTA - Pakar hukum arbitrase Frans Hendra Winata menilai terjadinya pengingkaran hukum arbitrase dalam kasus Televisi Pendidikan Indonesia (TPI).

Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang menangani sengketa antara PT Berkah Karya Bersama (PT Berkah) dan Siti Hardiyanti Rukmana tersebut tidak paham klausul dalam perjanjian arbitrase. ”Para hakim itu tidak paham klausul arbitrase,” kata Frans Hendra Winata menanggapi putusan PN Jakarta Pusat yang menganulir putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) terkait sengketa TPI.

Frans memastikan putusan BANI bersifat final dan mengikat. Kedua pihak yang bersengketa dan sepakat menyelesaikannya di BANI wajib menaati keputusan BANI. ”Putusan lembaga arbitrase mengikat untuk kasus yang diajukan oleh dua pihak yang bersengketa. Arbitrase adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk memberikan putusan dan putusannya harus dihormati semua pihak,” tuturnya.

Dia menambahkan, intervensi lembaga peradilan dalam kasus TPI menguatkan citra Indonesia sebagai negara yang tidak ramah terhadap arbitrase. Hal ini dinilai membahayakan iklim investasi di Indonesia. ”Ini membuat para pebisnis enggan berbisnis di Indonesia karena tingkat kepastian hukum di Indonesia sangat rendah,” ujarnya.

Di negara lain putusan arbitrasesangat dihormati dan dijunjung tinggi. Misalnya di negara tetangga, Singapura, dan Hong Kong. ”Kasus TPI menjadi ujian bagi kondisi hukum Indonesia, apakah tetap tidak bersahabat untuk kasus-kasus arbitrase atau sudah berubah,” katanya.

Sesuai UU Nomor 30/1999, lanjut Frans, lembaga peradilan tidak berhak memutus perkara yang ditangani lembaga arbitrase. ”Jika satu masalah sudah disepakati untuk diselesaikan di lembaga arbitrase, pengadilan tidak bisa mengintervensi,” tuturnya.

Sementara itu, pakar hukum tata negara dari Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung, Asep Warlan Yusuf, menegaskan bahwa putusan arbitrase yang dikeluarkan BANI bersifat final dan mengikat. Karena itu, dia mempertanyakan apabila ada lembaga hukum lain yang membatalkan putusan tersebut. ”Kan BANI adalah forum pengadilan juga, pengadilan yang dibentuk undang-undang,” ujar Asep saat dikonfirmasi tadi malam.

Dia menekankan putusan BANI adalah mandiri. Karenanya tidak tepat apabila putusan yang sudah inkracht kemudian diuji kembali dengan pengadilan lain. ”Ya, tidak bisa putusan BANI diadili lagi oleh pengadilan lain,” imbuhnya.

Apalagi dalam kasus sengketa TPI, kedua belah pihak telah sepakat untuk menyelesaikan persoalan bisnisnya di BANI sehingga sudah selayaknya kedua pihak menghormati segala putusannya. ”Forum BANI juga pilihan para pihak, jadi arbitrase adalah penyelesaian sengketa,” tuturnya.

Asep pun mengingatkan putusan yang bisa diajukan gugatan kembali di pengadilan sifatnya mediasi, bukan arbitrase. Keduanya memiliki jalan lain, sehingga tidak dapat disamakan penyelesaiannya. ”Kalau mediasi tidak ada hakimnya. Kedua belah pihak sepakat bertemu dan menyelesaikan. Tapi, kalau arbitrase itu mengikat, putusan arbitrase tidak bisa diadili, kalau diadili lagi namanya mediasi,” paparnya.

Menurut dia, keputusan PN Jakarta Pusat yang menganulir keputusan BANI terkait sengketa TPI dinilainya janggal. ”Ini memang aneh, sama saja dengan pengingkaran hukum. Seharusnya semua pihak menghargai putusan BANI,” kata Asep.

Dia menambahkan, BANI adalah lembaga penyelesaian sengketa yang sah dan diakui Pemerintah Indonesia dan dunia bisnis internasional. ”Banyak kasus diselesaikan lewat BANI seperti sengketa pemerintah dengan Newmont. Jika sudah sepakat diselesaikan di BANI, pengadilan tak berwenang lagi memprosesnya,” kata Asep.

Seperti diberitakan sebelumnya, pada 12 Desember 2014 BANI memutuskan PT Berkah Karya Bersama berhak atas 75% saham TPI. Tutut harus membayar utang Rp 510 miliar kepada PT Berkah. Tetapi PN Jakarta Pusat menganulir keputusan tersebut, Rabu (29/4/2015).

Dian ramdhani/ Erikaoctaviana
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4510 seconds (0.1#10.140)