Novel Dibawa ke Bengkulu

Sabtu, 02 Mei 2015 - 09:26 WIB
Novel Dibawa ke Bengkulu
Novel Dibawa ke Bengkulu
A A A
JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan ditangkap penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri di rumahnya, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Jumat (1/5) dini hari. Penangkapan dilakukan atas kasus dugaan penganiayaan berat di Bengkulu. Langkah polisi tersebut kontan memicu pro-kontra.

Hingga berita ini diturunkan, Novel dikabarkan masih menjalani rekonstruksi di Bengkulu setelah sempat dibawa ke Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok. Sebelumnya Kapolri Jenderal Pol Badrodi Haiti berharap proses pemeriksaan terhadap Novel bisa diselesaikan selama 1 x 24 jam. Selain melakukan pemeriksaan, kemarin penyidik juga menggeledah rumah Novel Baswedan di Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Kepala Bareskrim Komisaris Jenderal Budi Waseso menegaskan langkah yang diambil institusinya murni merupakan penanganan masalah personal atau oknum, bukan menyangkut institusi. Dia pun menandaskan penangkapan Novel tidak ada hubungannya dengan persoalan Polri-KPK. “Jangan lebai. Masak begitu saja lemes. Yang gagahlah, seperti kalau pas nangkap yang lain-lain itu. Novel itu bukan siapa-siapa, jadi tidak perlu dibela secara berlebihan,” ungkapnya.

Budi Waseso pun secara tegas menolak tudingan polisi melakukan kriminalisasi. Menurut dia, kasus Novel sudah terangbenderang, apalagi berkas perkaranya sudah P19. Karenanya dia meminta semua pihak yang mengkritik penanganan proses hukum Novel untuk melakukan langkah hukum, bukan bermain opini.

“Ini produk hukum, kalau tidak terima silakan lakukan langkah hukum. Kan ada praperadilan, silakan ditempuh di situ. Kita tidak mungkin sembarangan dalam kasus ini. Apalagi saya bintang 3, nggakmungkin lah saya berani main-main,” ujarnya.

Budi Waseso meminta KPK fair dan menghormati proses penegakan hukum terhadap anggotanya sebagaimana Polri dulu menghormati proses hukum terhadap anggotanya yang tersandung masalah pidana. “Dulu keluarga kita seperti Irjen Djoko Susilo, mantan Jenderal Pol (Purn) Rusdiharjo saat mereka tahan, apakah kita melakukan langkah institusi? Kita juga tak mengajukan penangguhan penahanan terhadap Irjen Djoko Susilo. Tolong dihargai saja penegakan hukum ini,” paparnya.

Penangkapan Novel memang memicu perlawanan dari sejumlah pihak. Dari KPK, misalnya, lima pimpinan lembaga tersebut mengancam secepatnya mundur dari jabatan bila Bareskrim Mabes Polri tetap menahan Novel. Ancaman tersebut disampaikan secara gamblang saat dua plt wakil ketua KPK, Johan Budi Sapto Pribowo dan Indriyanto Seno Adji, menggelar jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, kemarin.

“Memang ada wacana pimpinan KPK bukan hanya 1, tapi bisa juga 5 (akan mundur) bila penahanan tetap dilakukan. Karena upaya-upaya yang sudah dikondisikan dengan baik bisa berantakan. Upaya mundur seperti yang disampaikan Pak Anto (Indriyanto), tentu bukan hanya Pak Anto. Seolaholah pimpinan KPK tidak ada artinya dalam konteks ini,” kata Johan.

Selain itu mereka juga sudah menjaminkan dirinya jika Novel ditahan dan mengirim surat penangguhan penahanan ke Kapolri. Dalam surat penjaminan dan penangguhan, KPK juga meminta hubungan Polri dan KPK berjalan baik. Salah satu caranya untuk tidak dilakukan penahanan terhadap Novel. Johan menegaskan, penghormatan terhadap kepentingan lebih besar antara KPK dan Polri jelas tanpa mengurangi kehormatan wilayah masing-masing, termasuk apa yang perlu diusut Bareskrim.

Adapun Indriyanto Seno Aji menegaskan pimpinan KPK bertanggung jawab terhadap lembaga bila ada upaya paksa berupa penangkapan sampai penahanan terhadap siapa pun karyawan KPK. Kalau sampai jaminan dan permintaan penangguhan penahan Novel tidak dikabulkan, KPK akan menggunakan pendekatan-pendekatan tidak hanya kepada Kapolri dan Bareskrim.

Masih ada upaya lainyang akan diupayakan. Kalau upaya itu tidak berhasil, Indriyanto akan mengembalikan mandatnya selaku pimpinan KPK kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).

“Saya pernah katakan saya salah satu pimpinan yang tidak punya niat pegiat jabatan. Saya akan menyatakan mundur, saya tanggung jawab ke lembaga ini bukan (ke) Novel saja. Saya khawatir kalau ini jadi tradisi penegakan hukum di antara lembaga hukum, maka akan (terjadi) juga kasus-kasus KPK yang ditangani Polri,” kata Indriyanto.

Istri Novel Baswedan, Rina Emilda, juga melakukan perlawanan dengan membuat petisi selepas Novel dijemput paksa. Petisi itu tertuang dalam situs https://www.change.org/p/pak -jokowi-do2-pak-badrodin haiti bebaskan novel baswedan-bebaskan novel.

Rina menggunakan tanda pagar (tagar) #BebaskanNovel # B e b a s k a n S u a m i S a y a #SupportNovel. Rina menegaskan suaminya dijemput paksa karena tidak hadir memenuhi surat panggilan Bareskrim sebelumnya. Padahal Novel tidak hadir karena dilarang oleh pimpinan, yaitu Ketua KPK.

“Novel Baswedan, suami saya, ditangkap pada tengah malam Jumat, 1 Mei 2015. Tepatnya sekitar jam 12 tengah malam, terdengar ketukan keras di pintu rumah kami. Suami saya lalu ke luar mencari tahu apa yang terjadi. Saat kembali masuk, ia mengatakan bahwa sejumlah penyidik Bareskrim datang untuk melakukan penangkapan,” kata Rina seperti dalam petisi.

Selain KPK dan istri Novel, sejumlah kalangan juga merespons keras penangkapan Novel seperti Kontras, Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima), dan ICW. Koordinator Kontras Haris Azhar misalnya menilai penangkapan Novel sebagai upaya melemahkan KPK mengingat kasus tersebut terjadi pada 2004 silam.

Menurut Haris, kasus tersebut pernah dibongkar kembali pada 2012 ketika yang bersangkutan mengungkap kasus simulator SIM oleh perwira tinggi Polri Irjen Djoko Susilo. Sementara itu, Nurcholis selaku pengacara Novel Baswedan mengaku bahwa sudah terjadi pembangkangan atau police disorder, maka langkah Presiden untuk penyelamatan bangsa ini adalah sah.

Menurut Nurcholis, Presiden harus mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang (Perppu) Percepatan Reformasi Polri. “Presiden lakukan shut down kepolisian karena alasan keamanan nasional dan Presiden. Jadi sah mereka mengerahkan seluruh resource untuk menyelamatkan national security,” ujarnya.

Untuk diketahui, kasus Novel pernah mencuat pada Oktober 2012 saat menangani perkara korupsi simulator dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) mantan Kakorlantas Polri Irjen Pol Djoko Susilo. Novel pernah akan dijemput paksa Jumat, 5 Oktober 2012 malam, berkaitan dengan kasus penembakan enam pencuri walet di Bengkulu, 2004.

Kala itu, penyidik Polda Bengkulu dibantu petinggi Polda Metro Jaya mendatangi Gedung KPK. Aksi mereka batal saat itu karena gelombang masyarakat berdatangan menduduki Gedung KPK untuk membentengi Novel. Akhirnya polisi gagal mengangkut Novel.

Belakangan, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selaku presiden saat itu mengeluarkan lima rekomendasi/instruksi. Salah satunya menghentikan penanganan perkara Novel demi kepentingan umum. Orang tua pencuri/korban yang meninggal, Mulyan Johan alias Aan, juga sudah mengikhlaskan kepergian Aan. Pihak keluarga sudah tidak mau mempermasalahkan peristiwa 2004 itu.

Upaya penangkapan Novel 2012 itu berdasarkan laporan pencuri/ korban penembakan Irwansyah Siregar. Belakangan, 2015, kasus yang sama dengan pelapor berbeda, Yogi Hariyanto, diterima Polda Bengkulu. Sebelum bertugas di KPK dan menjadi pegawai tetap KPK dengan melepaskan atribut Polri, Novel Baswedan pernah menjabat sebagai Kasatreskrim Polres Bengkulu (1999-2005).

Peristiwa penembakan terhadap pencuri sarang burung walet di Bengkulu terjadi pada 2004. Ada enam pencuri yang saat itu ditangani Novel dan anak buahnya. Keenamnya adalah Rizal Sinurat, Mulyan Johan alias Aan, Irwansyah Siregar, Dony Yefrizal, M Rusliansyah, dan Dedi Nuryadi.

Keenam tersangka pencuri itu digiring ke Taman Wisata Alam Pantai Panjang, Bengkulu. Saat digiring, Novel ikut rombongan penyidik. Di situ, enam tersangka ditembaki penyidik Satreskrim Polres Bengkulu.

Menurut kesaksian Rizal Sinurat, yang seborgol dengan Aan, sebagaimana dilansir salah satu media nasional, dia tidak yakin saat penembakan Novel ada. Setelah ditembak, enam tersangka itu dibawa kembali untuk diobati. Nahas, nyawa Aan tidak tertolong.

Instruksi Jokowi

Presiden Jokowi meminta Novel Baswedan tidak ditahan. Instruksi tersebut merupakan satu dari tiga instruksi yang disampaikan kepada Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti terkait dengan penangkapan Novel.

Selain itu, mantan Wali Kota Solo tersebut juga meminta adanya transparansi proses hukum dan memerintah kepada Wakapolri Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan supaya tidak memberi pernyataan atau hal-hal yang membuat kontroversi di tengah masyarakat.

“Ya semua harus bersinergi, baik KPK, Polri maupun kejaksaan dalam memberantas korupsi. Semuanya sudah saya perintahkan mengenai hal itu,” kata Jokowi seusai salat Jumat di Masjid Kotta Barat Solo, Jawa Tengah, kemarin.

Adapun Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) yakin Polri bertindak sesuai dengan prosedur hukum dalam penangkapan Novel. JK meminta seluruh aparat penegak hukum untuk tidak merasa kebal terhadap hukum.

“Berapa pun yang akan diperiksa silakan, ini perkara biasa. Tidak mungkin Polri tinggal diam ketika ada pelanggaran hukum. Kalau tidak diperiksa malah Polri yang salah. Di kepolisian juga terbuka, ada bintang 2 bintang 3 ketika ada masalah diperiksa juga biasa,” katanya seusai pemantauan perayaan Hari Buruh melalui video konferensi di Ruang Rapat Utama (Rupatama), Mabes Polri, Jalan Trunojoyo Jakarta kemarin.

Badrodin Haiti sendiri kemarin menjelaskan, penangkapan Novel merupakan bagian dari mekanisme hukum. Menurut dia, ada dua alasan untuk melakukan penangkapan terhadap Novel.

Pertama, kasus hukum Novel masih berjalan, sementara itu berkas perkara Novel yang telah dilimpahkan ke Kejagung dikembalikan ke Bareskrim. Di samping itu, lanjut Bradodin, upaya pemanggilan terhadap Novel sudah dilakukan dua kali, tetapi yang bersangkutan tidak hadir dengan alasan sedang melaksanakan tugas.

“Kalau menunggu selesai tugas ya menunggu dia pensiun. Karena waktunya mendesak sehingga dilakukan penangkapan. Kalau tidak, JPU akan menagih terus ke Polri untuk melengkapi berkas,” katanya.

Khoirul muzaki/ Sabir laluhu/Sucipto
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0410 seconds (0.1#10.140)