KPU Tolak Ikut Arus Politik
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjamin akan memutuskan aturan mengenai kepengurusan partai politik (parpol) yang sah dan berhak mengikuti pemilihan kepala daerah (pilkada) secara mandiri dan independen.
KPU menegaskan tidak akan tunduk pada dua opini yang berkembang saat ini, yakni pihak yang mendukung agar KPU mengacu pada putusan akhir pengadilan sebagaimana rekomendasi Panja Komisi II DPR atau pihak yang ingin agar KPU menunggu putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht).
Berdasarkan rekomendasi Panja DPR pada Jumat (24/4), KPU diminta cukup mengikuti putusan akhir pengadilan mengenai parpol yang mengalami sengketa kepengurusan. Artinya, KPU tak perlu menunggu putusan inkracht jika pengadilan belum memutuskannya hingga pendaftaran calon kepala daerah dibuka pada 26-28 Juli 2015. ”Hal yang pasti tidak ada kompromi, pokoknya putusan nanti kita sesuaikan dengan aturan kita,” tegas Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah di Kantor KPU, Jakarta, kemarin.
Ferry menegaskan, kalaupun nantinya putusan KPU tidak mengikuti rekomendasi DPR, hal tersebut dinilai bukan pelanggaran. Baginya tidak ada aturan yang dilanggar, termasuk Undang-Undang (UU) Nomor 42/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3), jika rekomendasi yang dihasilkan panja tersebut tidak diikuti. ”Saya pikir kita juga punya UU lain, yakni UU 15/2011 tentang Penyelenggara Pemilu,” ujarnya.
Menurut Ferry, di dalam UU Penyelenggara Pemilu tersebut, KPU secara tegas disebut sebagai lembaga independen yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Dia meminta semua pihak menghormati hal itu. ”Apa pun mekanismenya, itu (rapat Panja DPR) bagi kami hanya forum konsultasi. UU Penyelenggara Pemilu menegaskan seperti itu,” ucapnya.
Meski demikian, lanjut Ferry, tidak berarti keputusan KPU nanti tidak akan sejalan dengan rekomendasi DPR. KPU bisa saja mengikuti rekomendasi tersebut jika masukan yang disampaikan dapat diterima.
Dia menegaskan, draf rekomendasi KPU itu baru diterima sehingga baru akan dipelajari lebih lanjut. ”Nanti kita akan pertimbangkan dalam forum rapat pleno. Sejauh ini belum kita putuskan,” kata Ferry. Kemarin, KPU menggelar rapat pleno pengesahan Peraturan KPU (PKPU). Namun PKPU soal pencalonan yang memuat aturan tentang syarat parpol peserta pilkada ini belum dibahas.
KPU baru membahas enam PKPU lain yang juga belum tuntas. Ferry mengatakan, pihaknya masih memiliki waktu untuk menyelesaikan tujuh PKPU yang belum disahkan tersebut. Namun sebelum 30 April 2015 seluruh PKPU tersebut harus selesai karena akan dibawa ke Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). ”Kalau kita melampaui tanggal itu, berarti kita melanggar aturan,” tutur Ferry.
Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang kepengurusannya terbelah sangat berkepentingan dengan PKPU soal pencalonan ini. Saat ini dua kubu di masing-masing partai sama-sama mengklaim berhak mendaftarkan calon di pilkada. Dalam kasus Golkar, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dalam putusan selanya memerintahkan penundaan pemberlakuan SK pengesahan Menkumham untuk kubu Agung Laksono.
Proses sidang sengketa Golkar di PTUN masih berjalan saat ini. Adapun dalam kasus PPP, PTUN sudah mengabulkan gugatan kubu Djan Faridz dan membatalkan SK Menkumham yang sebelumnya mengesahkan kubu Romahurmuziy (Romi). Namun kasus ini berlanjut karena Menkumham dan Romi sama-sama mengajukan banding ke Mahkamah Agung.
Di tempat terpisah, Ketua Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Didik Supriyanto mengingatkan KPU untuk tidak gegabah menyikapi sengketa kepengurusan parpol.
”Rekomendasi DPR itu hanya sebatas usulan, soal diterima atau tidak, itu kewenangan KPU. Kami mengimbau KPU tidak terbawa arus politik,” ujar Didik saat menjadi pembicara pada sebuah diskusi di Jakarta kemarin.
Dian ramdhani
KPU menegaskan tidak akan tunduk pada dua opini yang berkembang saat ini, yakni pihak yang mendukung agar KPU mengacu pada putusan akhir pengadilan sebagaimana rekomendasi Panja Komisi II DPR atau pihak yang ingin agar KPU menunggu putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht).
Berdasarkan rekomendasi Panja DPR pada Jumat (24/4), KPU diminta cukup mengikuti putusan akhir pengadilan mengenai parpol yang mengalami sengketa kepengurusan. Artinya, KPU tak perlu menunggu putusan inkracht jika pengadilan belum memutuskannya hingga pendaftaran calon kepala daerah dibuka pada 26-28 Juli 2015. ”Hal yang pasti tidak ada kompromi, pokoknya putusan nanti kita sesuaikan dengan aturan kita,” tegas Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah di Kantor KPU, Jakarta, kemarin.
Ferry menegaskan, kalaupun nantinya putusan KPU tidak mengikuti rekomendasi DPR, hal tersebut dinilai bukan pelanggaran. Baginya tidak ada aturan yang dilanggar, termasuk Undang-Undang (UU) Nomor 42/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3), jika rekomendasi yang dihasilkan panja tersebut tidak diikuti. ”Saya pikir kita juga punya UU lain, yakni UU 15/2011 tentang Penyelenggara Pemilu,” ujarnya.
Menurut Ferry, di dalam UU Penyelenggara Pemilu tersebut, KPU secara tegas disebut sebagai lembaga independen yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Dia meminta semua pihak menghormati hal itu. ”Apa pun mekanismenya, itu (rapat Panja DPR) bagi kami hanya forum konsultasi. UU Penyelenggara Pemilu menegaskan seperti itu,” ucapnya.
Meski demikian, lanjut Ferry, tidak berarti keputusan KPU nanti tidak akan sejalan dengan rekomendasi DPR. KPU bisa saja mengikuti rekomendasi tersebut jika masukan yang disampaikan dapat diterima.
Dia menegaskan, draf rekomendasi KPU itu baru diterima sehingga baru akan dipelajari lebih lanjut. ”Nanti kita akan pertimbangkan dalam forum rapat pleno. Sejauh ini belum kita putuskan,” kata Ferry. Kemarin, KPU menggelar rapat pleno pengesahan Peraturan KPU (PKPU). Namun PKPU soal pencalonan yang memuat aturan tentang syarat parpol peserta pilkada ini belum dibahas.
KPU baru membahas enam PKPU lain yang juga belum tuntas. Ferry mengatakan, pihaknya masih memiliki waktu untuk menyelesaikan tujuh PKPU yang belum disahkan tersebut. Namun sebelum 30 April 2015 seluruh PKPU tersebut harus selesai karena akan dibawa ke Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). ”Kalau kita melampaui tanggal itu, berarti kita melanggar aturan,” tutur Ferry.
Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang kepengurusannya terbelah sangat berkepentingan dengan PKPU soal pencalonan ini. Saat ini dua kubu di masing-masing partai sama-sama mengklaim berhak mendaftarkan calon di pilkada. Dalam kasus Golkar, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dalam putusan selanya memerintahkan penundaan pemberlakuan SK pengesahan Menkumham untuk kubu Agung Laksono.
Proses sidang sengketa Golkar di PTUN masih berjalan saat ini. Adapun dalam kasus PPP, PTUN sudah mengabulkan gugatan kubu Djan Faridz dan membatalkan SK Menkumham yang sebelumnya mengesahkan kubu Romahurmuziy (Romi). Namun kasus ini berlanjut karena Menkumham dan Romi sama-sama mengajukan banding ke Mahkamah Agung.
Di tempat terpisah, Ketua Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Didik Supriyanto mengingatkan KPU untuk tidak gegabah menyikapi sengketa kepengurusan parpol.
”Rekomendasi DPR itu hanya sebatas usulan, soal diterima atau tidak, itu kewenangan KPU. Kami mengimbau KPU tidak terbawa arus politik,” ujar Didik saat menjadi pembicara pada sebuah diskusi di Jakarta kemarin.
Dian ramdhani
(ftr)