China Ancam Stabilitas ASEAN
A
A
A
LANGKAWI - Reklamasi laut yang dilakukan China di kawasan Laut China Selatan dianggap mengancam perdamaian, keamanan, dan stabilitas kawasan. Meski demikian, ASEAN tetap diminta menahan diri dan mengedepankan diskusi damai.
Para pemimpin negara ASEAN, terutama pemimpin negara yang tidak terlibat dalam sengketa Laut China Selatan, mendorong penyelesaian Laut China Selatan melalui jalur damai tanpa memicu perselisihan. Salah satunya Indonesia. Presiden RI Joko Widodo berulang kali menyatakan isu maritim harus diselesaikan secara damai.
Beberapa negara ASEAN seperti Vietnam, Filipina, dan Malaysia yang terlibat langsung sengketa Laut China Selatan memiliki visi yang sama dengan negara ASEAN yang lain dalam menangani kasus ini. Filipina yang paling menentang dengan lantang reklamasi yang dilakukan China di Laut China Selatan karena dapat menimbulkan ketegangan.
ASEAN, begitu pun China, mengedepankan diskusi sejak abad ke-19. Namun, sampai sekarang, permasalahan itu belum kunjung selesai. Sebagaimana diketahui, China hampir menguasai seluruh Laut China Selatan. Klaim China itu tumpang tindih dengan klaim Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Brunei Darussalam.
Beberapa negara ASEAN mengaku prihatin dengan reklamasi yang dilakukan China di laut yang kaya akan cadangan energi dan ikan itu. Mereka tidak bisa memalingkan perhatian dari proyek raksasa tersebut, sebab proyek itu disebut bisa memperkuat dan memperluas klaim China.
”Kami berbagi keprihatinan yang serius mengenai reklamasi daratan yang sedang dilakukan di Laut China Selatan, seperti diungkapkan beberapa pemimpin ASEAN. Reklamasi itu menurunkan kepercayaan serta mungkin akan merusak perdamaian, keamanan, dan stabilitas,” bunyi pernyataan pemerintah Malaysia, dikutip AFP.
Pada awal bulan ini, foto satelit di Laut China Selatan menunjukkan adanya aktivitas pembangunan pulau buatan di Laut China Selatan. Beberapa kendaraan pengeruk terlihat mengangkut pasir ke wilayah Batu Karang Mischief di Kepulauan Spratly. Di sana juga terlihat adanya konstruksi landasan udara. Proyek yang sama juga terlihat di beberapa wilayah yang lain.
Berdasarkan analisis pertahanan beberapa negara ASEAN, konstruksi di Laut China Selatan bisa memperpanjang persoalan. Pasalnya, proyek itu berpotensi mendorong China memiliki klaim permanen dari kekuasaan yang sudah dimiliki saat ini. Malaysia kemudian mendesak Kementerian Luar Negeri (Kemlu) untuk segera menyelesaikan permasalahan ini melalui jalur dialog.
Namun, upaya itu agak terhambat. Pasalnya, Filipina mengajak ASEAN untuk melawan China agar Beijing segera menghentikan proyek reklamasi daratan di Laut China Selatan. Sekretaris Kemlu Filipina Albert del Rosario memperingatkan ASEAN bahwa China sedang mencoba mengukuhkan kendali de facto di Laut China Selatan. Namun, Malaysia memiliki pandangan lain.
Mereka mengaku tidak ingin memojokkan China menjadi negara antagonis. ”Kami berharap mampu memengaruhi China yang juga tidak ingin menentang ASEAN. Upaya destabilisasi di Laut China Selatan tidak akan menguntungkan siapa pun,” ujar Perdana Menteri (PM) Malaysia Najib Razak di sela puncak Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN di Malaysia kemarin.
Meski ada pandangan yang berseberangan, ASEAN akhirnya sepakat untuk tidak menekan China terlalu keras. Pakar pemerhati ASEAN dari Institut Studi ASEAN yang berbasis di Singapura, Ian Storey, mengatakan bahwa pernyataan yang dikeluarkan ASEAN tahun ini sangat kuat dibandingkan sebelumnya.
Namun, dia menilai pernyataan itu tidak akan mampu menghalangi China menghentikan proyek mereka di Laut China Selatan. Sebelumnya, China mengatakan ingin berdiskusi dengan ASEAN dalam menyelesaikan isu di Laut China Selatan.
Mereka mengatakan proyek di Laut China Selatan dibangun di atas teritorial mereka. ”Tuduhan yang dibuat beberapa negara kepada China tidak memiliki alasan,” kata Juru Bicara Kemlu China Hong Lei.
Muh shamil
Para pemimpin negara ASEAN, terutama pemimpin negara yang tidak terlibat dalam sengketa Laut China Selatan, mendorong penyelesaian Laut China Selatan melalui jalur damai tanpa memicu perselisihan. Salah satunya Indonesia. Presiden RI Joko Widodo berulang kali menyatakan isu maritim harus diselesaikan secara damai.
Beberapa negara ASEAN seperti Vietnam, Filipina, dan Malaysia yang terlibat langsung sengketa Laut China Selatan memiliki visi yang sama dengan negara ASEAN yang lain dalam menangani kasus ini. Filipina yang paling menentang dengan lantang reklamasi yang dilakukan China di Laut China Selatan karena dapat menimbulkan ketegangan.
ASEAN, begitu pun China, mengedepankan diskusi sejak abad ke-19. Namun, sampai sekarang, permasalahan itu belum kunjung selesai. Sebagaimana diketahui, China hampir menguasai seluruh Laut China Selatan. Klaim China itu tumpang tindih dengan klaim Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Brunei Darussalam.
Beberapa negara ASEAN mengaku prihatin dengan reklamasi yang dilakukan China di laut yang kaya akan cadangan energi dan ikan itu. Mereka tidak bisa memalingkan perhatian dari proyek raksasa tersebut, sebab proyek itu disebut bisa memperkuat dan memperluas klaim China.
”Kami berbagi keprihatinan yang serius mengenai reklamasi daratan yang sedang dilakukan di Laut China Selatan, seperti diungkapkan beberapa pemimpin ASEAN. Reklamasi itu menurunkan kepercayaan serta mungkin akan merusak perdamaian, keamanan, dan stabilitas,” bunyi pernyataan pemerintah Malaysia, dikutip AFP.
Pada awal bulan ini, foto satelit di Laut China Selatan menunjukkan adanya aktivitas pembangunan pulau buatan di Laut China Selatan. Beberapa kendaraan pengeruk terlihat mengangkut pasir ke wilayah Batu Karang Mischief di Kepulauan Spratly. Di sana juga terlihat adanya konstruksi landasan udara. Proyek yang sama juga terlihat di beberapa wilayah yang lain.
Berdasarkan analisis pertahanan beberapa negara ASEAN, konstruksi di Laut China Selatan bisa memperpanjang persoalan. Pasalnya, proyek itu berpotensi mendorong China memiliki klaim permanen dari kekuasaan yang sudah dimiliki saat ini. Malaysia kemudian mendesak Kementerian Luar Negeri (Kemlu) untuk segera menyelesaikan permasalahan ini melalui jalur dialog.
Namun, upaya itu agak terhambat. Pasalnya, Filipina mengajak ASEAN untuk melawan China agar Beijing segera menghentikan proyek reklamasi daratan di Laut China Selatan. Sekretaris Kemlu Filipina Albert del Rosario memperingatkan ASEAN bahwa China sedang mencoba mengukuhkan kendali de facto di Laut China Selatan. Namun, Malaysia memiliki pandangan lain.
Mereka mengaku tidak ingin memojokkan China menjadi negara antagonis. ”Kami berharap mampu memengaruhi China yang juga tidak ingin menentang ASEAN. Upaya destabilisasi di Laut China Selatan tidak akan menguntungkan siapa pun,” ujar Perdana Menteri (PM) Malaysia Najib Razak di sela puncak Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN di Malaysia kemarin.
Meski ada pandangan yang berseberangan, ASEAN akhirnya sepakat untuk tidak menekan China terlalu keras. Pakar pemerhati ASEAN dari Institut Studi ASEAN yang berbasis di Singapura, Ian Storey, mengatakan bahwa pernyataan yang dikeluarkan ASEAN tahun ini sangat kuat dibandingkan sebelumnya.
Namun, dia menilai pernyataan itu tidak akan mampu menghalangi China menghentikan proyek mereka di Laut China Selatan. Sebelumnya, China mengatakan ingin berdiskusi dengan ASEAN dalam menyelesaikan isu di Laut China Selatan.
Mereka mengatakan proyek di Laut China Selatan dibangun di atas teritorial mereka. ”Tuduhan yang dibuat beberapa negara kepada China tidak memiliki alasan,” kata Juru Bicara Kemlu China Hong Lei.
Muh shamil
(ftr)