Berkelas, Langka, dan Khas

Minggu, 26 April 2015 - 11:46 WIB
Berkelas, Langka, dan Khas
Berkelas, Langka, dan Khas
A A A
Booming batu alam saat ini menjadi fenomena yang sangat menarik. Semakin banyak masyarakat yang mengapresiasi batu akik maupun batu mulia. Mereka berasal dari segala lapisan. Beberapa tokoh publik pun menjadi kolektor batu alam. Berikut kisah mereka.

Salah satu kolektor batu alam adalah pengusaha properti Fathor Rahman.Dia mengaku sudah lebih dari delapan tahun mendalami batu alam dan menjadi kolektor akik. Saat pertamakali memutuskan untuk menjadi kolektor dirinya tidak membayangkan bahwa suatu saat batu akik akan menjadi tren seperti saat ini.

Batu yang dulu dibelinya dengan harga murah sekarang nilainya bisa melambung berlipat-lipat. Hampir semua batu alam dari seluruh Nusantara sudah dimilikinya termasuk batu cyclop dari Pegunungan Cyclop di Papua dan pancawarna kualitas tinggi. Sebanyak 60 di antara ratusan batu alam koleksinya tergolong unik, langka, dan khas. Batu termahal di antara koleksi Fathor adalah bacan dari Maluku Utara dan batu mulia orange sapphire.

Namun dia tidak mau menjual satu pun batu koleksinya. ”Kalau dipinjam, boleh. Saya lebih senang merekomendasikan teman yang berminat memiliki batu ke tempattempat bagus yang saya tahu,” tuturnya. Menurut wakil sekretaris jenderal Partai Persatuan Indonesia (Perindo)ini, batu akik pertamanya merupakan pemberian dari teman saat berkunjung ke daerah.

Semakin banyak daerah yang dikunjunginya, semakin banyak saja kenalan yang memberinya akik sebagai cenderamata. Lama-lama dia menemukan pesona keindahan dan keunikan tersendiri dari setiap batu akik yang dimilikinya. ”Inilah karya seni alam yang sangat luar biasa. Begitu berkelas. Ini anugerah,” kata pria kelahiran Semarang, 11 November 1964 ini.

Sebagai pemburu batu akik, setiap mendapatkan batu baru, selain memperhatikan warna dan bentuk, dia selalu mencermati kepadatan dan kadar airnya untuk menentukan kualitas. ”Jakarta saja punya batu sendiri yang baru ditemukan di Kepulauan Seribu. Mirip dengan pancawarna dari Garut. Saat ini sedang proses eksplorasi dan kemungkinan akan dinamai ondelondel jakarta,” bebernya.

Selain batu lokal, Fathor juga punya beberapa koleksi batu mulia dari mancanegara misalnya blue sapphire dari Afrika, orange sapphire, zamrud dan ruby. Tapi yang paling sering dipakainya adalah dari jenis batu lokal yang unik dan langka. Salah satunya adalah pancawarna edong, batu lima warna dari Garut yang ditemukan Abah Edong di Kampung Cikarawang, Kecamatan Caringin, Kabupaten Garut, Jawa Barat, pada 1994 silam.

Meski sudah lama menjadi kolektor, Fathor tak segan untuk berinteraksi secara intensif dengan berbagai komunitas penggemar batu alam untuk berbagi ilmu dan terus menambah wawasan. ”Kami sharing secara onlinemaupun bertemu langsung. Saya senang mempelajari proses bagaimana batu yang awalnya tidak berwarna kemudian bisa menjadi berwarna dan indah luar biasa.

Hal lain yang kami dalami adalah membedakan akik asli dengan yang sintetis,” jelasnya. Menurut dia, batu alam saat ini cocok dijadikan salah satu pilihan investasi lantaran semakin lama akan semakin langka. Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengaku juga memiliki banyak koleksi batu alam.

Dia bahkan menjadikan akik sebagai cenderamata bagi para tamu dan koleganya terutama yang datang dari mancanegara. Tamu yang terbaru diberinya akik adalah Direktur Jenderal International Labour Organization (ILO) Guy Rayder beserta para deputinya saat bertemu di Forum Economic and Social Council (Ecosoc) PBB di New York, AS, beberapa pekan lalu.

”Yang jelas, demam batu akik telah memberikan kontribusi yang besar dalam memberikan kesempatan kerja, lapangan usaha baru, serta peningkatan pendapatan masyarakat. Hampir semua kalangan dari beragam kelas sosial menyukai batu akik,” kata Hanif. Dia memandang, batu akik merupakan cerminan budaya, tradisi, dan refleksi kebatinan masyarakat Indonesia.

Di tempat terpisah, ahli geologi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Sujatmiko menilai, demam akik menjadi ”obat” atau hiburan bagi masyarakat di tengah berbagai persoalan. Tren ini diikuti dengan bermunculannya berbagai media bahkan forum-forum yang khusus membahas batu alam bahkan hingga seminar dan kuliah umum. Hampir setiap pekan ada saja pameran atau kontes batu akik di berbagai lokasi.

”Masyarakat jadi semakin tercerahkan. Dulu akik identik dengan mistis sekarang identik dengan keindahan. Sejumlah kepala daerah sudah melihat bahwa batu alam ini potensial memajukan ekonomi kerakyatan. Banyak orang kaya baru dari bisnis akik. Ini revolusi batu alam,” pandang Miko yang juga kolektor beragam batu alam ini.

Menurut dia, ditemukannya banyak varian baru membuktikan bahwa Indonesia memiliki keragaman dan kekayaan natu alam yang sangat banyak. Pengrajinnyapun semakin kreatif dalam mengolah. ”Dalam satu bulan, di Bangka Barat lahir 100 pengrajin. Mereka menggosoknya sudah sangat bagus,” ungkapnya.

Mengenai banyaknya nama jenis batu alam, Miko menjelaskan bahwa beberapa batu memang ada kisah tersendiri seperti cempaka atau red rafflesia atau disesuaikan dengan lokasi temuan tapi banyak pula nama yang sengaja dikarang untuk kepentingan branding. Soal harga yang ”gelap” alias tidak ada standar, Miko menganggap hal itu wajar sesuai supplydan demand.

”Misalnya jumlah bacan sedikit tentu harganya mahal. Juga sesuai pasar. Batu bergambar saya jual hanya ratusan ribu tapi bisa terjual jutaan di tempat lain,” tuturnya. Dia juga mengangap wajar adanya batu alam yang dihargai miliaran rupiah. ”Kalau lukisan buatan manusia saja ada yang dibanderol segitu, kenapa batu alam pemberian Tuhan tidak boleh?” tanyanya balik.

Soal rencana penerapan pajak terhadap batu alam yang harganya di atas Rp10 juta, Miko kurang setuju. ”Sebaiknya pemerintah mendorong perkembangan industri batu alam ini,” sarannya. Miko yakin prospek batu alam Indonesia akan terus berkembang sebab semakin banyak temuan baru. ”Edukasi tentang batuan ini harus terus dilakukan sehingga masyarakat tidak hanya menjual batu dalam bentuk mentahnya.

Perlu packaging, branding,jaringan, promosi, dan lainnya agar harga jual terutama ke luar negeri lebih bagus,” pungkasnya. Sementara itu, kolektor akik bergambar, Daniel Krisna, mengatakan, tren hadirnya batu akik sekarang sangat luar biasa. Kekuatannya bisa sampai mendamaikan pihak-pihak yang bertikai dan berselisih.

”Di suatu daerah di Sumatera, susah sekali membuat antarumat beragama rukun. Namun ketika masyarakat dipertemukandalamkontes bacan, ternyata mereka dapat melebur dan melupakan perbedaan yang sekian lama menjadi akar masalah,” katanya. Krisna mengungkapkan, sebenarnya harga akik tidak ”segelap” yang dirasakan banyak orang.

Di komunitas penggemar akik, kata dia, ada standar harga untuk berbagai jenis batu tapi memang tidak dipublikasikan. Kalau pun ada yang harganya fantastis, itu karena langka dan unik. Dia mencontohkan bacan halmahera yang terjual Rp1,2 triliun dalam sebuah lelang di Abu Dhabi.

Agar tidak salah memilih batu akik, Miko memberikan sejumlah tips. ”Dasarnya kita harus punya senter dan kaca pembesar. Kalau batunya terlalu sempurna, waspada. Ingat, untuk batu alam, ada istilah to perfect to be true. Kalau ada gelembung juga hati-hati, itu sangat mungkin sintetis,” pungkasnya.

Robi ardianto/ dina Angelina
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7506 seconds (0.1#10.140)