DPR Sepakat Dualisme Partai Ditentukan Putusan Pengadilan
A
A
A
JAKARTA - Perdebatan dualisme kepengurusan partai politik (parpol) yang berhak mendaftar sebagai peserta Pilkada 2015 telah usai. Perdebatan itu berakhir setelah fraksi-fraksi di Komisi II DPR bersepakat, kepengurusan partai yang berhak mendaftar didasarkan putusan pengadilan terakhir.
"Yang ditandatangani, kalau tidak inkrah maka putusan terakhir yang diakui (kepengurusan). Misalnya Golkar, kalau di PTUN Ical (Aburizal Bakrie) menang, dan Agung banding ke MA, maka Ical yang berhak. Kalau Agung menang di MA bisa diganti Agung yang berhak," kata Ketua Poksi Fraksi PAN di Komisi II DPR Yandri Susanto kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat 24 April kemarin.
Yandri menjelaskan, perubahan kepengurusan yang berhak mendaftar masih bisa berubah sebelum atau selama tahapan pendaftaran yakni pada 26-28 Juli 2015. Tapi, kalau putusan hukumnya berubah setelah penetapan calon kepala daerah, tidak akan dianulir. "Karena tidak mungkin, kan sudah penetapan calon," jelas Yandri.
Namun demikian, semisal KPU tidak setuju dengan kesepakatan Komisi II DPR, maka Komisi II akan meminta kepengurusan dikembalikan pada saat Pemilu 2014 kemarin. "Dan apa yang kita tandatangani tadi akan kita kirim ke KPU, Bawaslu, dan Kemendagri," ujarnya.
Pada Senin depan, Komisi II akan memanggil KPU, Bawaslu, dan Kemendagri untuk mengetahui bagaimana sikap dan tanggapan mereka. Nantinya, hasil pandangan mereka akan dibawa konsultasi ke Mahkamah Agung (MA).
"Kita minta ke MA mempercepat putusan inkrah itu, misalnya seminggu. Karena kalau dua itu tidak diikutkan, hasil pilkada serentak bisa digugat itu," tandasnya.
Sementara itu, Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP Arif Wibowo berpendapat, prinsipnya DPR mendorong partai-partai secara institusional bisa terlibat atau ikut proses pilkada. Kemudian, dalam PKPU juga diatur bagaimana berlangsungnya islah sebelum pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah.
"Maka kita berpijak pada aturan yang pertama. (Yakni) apabila parpol itu masih berselisih, maka harus mendasarkan pada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap sebelum pencalonan," kata Arif.
Namun, lanjut Arif, jika putusan tetap belum juga tercapai maka kepengurusan ditentukan pada putusan pengadilan yang sudah ada sebelum pendaftaran calon. Dengan demikian bagi parpol yang sedang sengketa, siapapun yang nanti diputuskan pengadilan atau PTUN, dan putusan tersebut terbit sebelum pendaftaran pilkada maka bisa dipakai.
Menurutnya, memang tidak ada kewajiban bagi KPU untuk mengikuti hasil rapat konsultasi DPR dan pemerintah. Tapi, hal itu juga diatur dalam UU 17/2015 tentang MD3 yang mengatur rapat-rapat antara DPR dan pihak di luar DPR yang sifatnya mengikat. "Saya kira KPU tentu akan menyusun PKPU dengan bijak tidak dengan melanggar UU," tutupnya.
Wakil Ketua Komisi II DPR Riza Patria meyakini KPU akan mengikuti rekomendasi tersebut. Karena, ketentuan ini juga dibuat bersama-sama dengan KPU. Sebelumnya, muncul beberapa opsi dimana ada yang menginginkan inkrah, ada juga islah, atau berdasarkan putusan pengadilan terakhir.
"KPU sangat memahami dan mengerti jadi KPU tidak akan menolak lah. Kami yakin pada PKPU yang telah disepakati panja," jelas politikus Partai Gerindra itu.
Menurut Riza, pimpinan nanti akan menyurati, serta mengundang KPU, Bawaslu, dan Kemendagri untuk menindaklanjuti hasil panja. Ini merupakan kesepakatan 10 fraksi yang ada di Komisi II, dan ini hasil yang sangat baik. "Jadi semangatnya 12 parpol dapat kesempatan yang sama untuk mengusung peserta pilkada termasuk juga yang berselisih," ujarnya.
Selain itu, lanjut Riza, DPR juga mendorong agar partai yang berselisih tersebut bisa islah. Komisi II DPR juga akan meminta MA memutuskan sebelum batas akhir pendaftaran calon.
"Ini usulan yang adil, yang fair. Momentum pilkada ini jadi momentum yang baik, dan jadi rekonsiliasi parpol, dan rekonsiliasi para pemimpin bangsa," pungkasnya.
"Yang ditandatangani, kalau tidak inkrah maka putusan terakhir yang diakui (kepengurusan). Misalnya Golkar, kalau di PTUN Ical (Aburizal Bakrie) menang, dan Agung banding ke MA, maka Ical yang berhak. Kalau Agung menang di MA bisa diganti Agung yang berhak," kata Ketua Poksi Fraksi PAN di Komisi II DPR Yandri Susanto kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat 24 April kemarin.
Yandri menjelaskan, perubahan kepengurusan yang berhak mendaftar masih bisa berubah sebelum atau selama tahapan pendaftaran yakni pada 26-28 Juli 2015. Tapi, kalau putusan hukumnya berubah setelah penetapan calon kepala daerah, tidak akan dianulir. "Karena tidak mungkin, kan sudah penetapan calon," jelas Yandri.
Namun demikian, semisal KPU tidak setuju dengan kesepakatan Komisi II DPR, maka Komisi II akan meminta kepengurusan dikembalikan pada saat Pemilu 2014 kemarin. "Dan apa yang kita tandatangani tadi akan kita kirim ke KPU, Bawaslu, dan Kemendagri," ujarnya.
Pada Senin depan, Komisi II akan memanggil KPU, Bawaslu, dan Kemendagri untuk mengetahui bagaimana sikap dan tanggapan mereka. Nantinya, hasil pandangan mereka akan dibawa konsultasi ke Mahkamah Agung (MA).
"Kita minta ke MA mempercepat putusan inkrah itu, misalnya seminggu. Karena kalau dua itu tidak diikutkan, hasil pilkada serentak bisa digugat itu," tandasnya.
Sementara itu, Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP Arif Wibowo berpendapat, prinsipnya DPR mendorong partai-partai secara institusional bisa terlibat atau ikut proses pilkada. Kemudian, dalam PKPU juga diatur bagaimana berlangsungnya islah sebelum pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah.
"Maka kita berpijak pada aturan yang pertama. (Yakni) apabila parpol itu masih berselisih, maka harus mendasarkan pada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap sebelum pencalonan," kata Arif.
Namun, lanjut Arif, jika putusan tetap belum juga tercapai maka kepengurusan ditentukan pada putusan pengadilan yang sudah ada sebelum pendaftaran calon. Dengan demikian bagi parpol yang sedang sengketa, siapapun yang nanti diputuskan pengadilan atau PTUN, dan putusan tersebut terbit sebelum pendaftaran pilkada maka bisa dipakai.
Menurutnya, memang tidak ada kewajiban bagi KPU untuk mengikuti hasil rapat konsultasi DPR dan pemerintah. Tapi, hal itu juga diatur dalam UU 17/2015 tentang MD3 yang mengatur rapat-rapat antara DPR dan pihak di luar DPR yang sifatnya mengikat. "Saya kira KPU tentu akan menyusun PKPU dengan bijak tidak dengan melanggar UU," tutupnya.
Wakil Ketua Komisi II DPR Riza Patria meyakini KPU akan mengikuti rekomendasi tersebut. Karena, ketentuan ini juga dibuat bersama-sama dengan KPU. Sebelumnya, muncul beberapa opsi dimana ada yang menginginkan inkrah, ada juga islah, atau berdasarkan putusan pengadilan terakhir.
"KPU sangat memahami dan mengerti jadi KPU tidak akan menolak lah. Kami yakin pada PKPU yang telah disepakati panja," jelas politikus Partai Gerindra itu.
Menurut Riza, pimpinan nanti akan menyurati, serta mengundang KPU, Bawaslu, dan Kemendagri untuk menindaklanjuti hasil panja. Ini merupakan kesepakatan 10 fraksi yang ada di Komisi II, dan ini hasil yang sangat baik. "Jadi semangatnya 12 parpol dapat kesempatan yang sama untuk mengusung peserta pilkada termasuk juga yang berselisih," ujarnya.
Selain itu, lanjut Riza, DPR juga mendorong agar partai yang berselisih tersebut bisa islah. Komisi II DPR juga akan meminta MA memutuskan sebelum batas akhir pendaftaran calon.
"Ini usulan yang adil, yang fair. Momentum pilkada ini jadi momentum yang baik, dan jadi rekonsiliasi parpol, dan rekonsiliasi para pemimpin bangsa," pungkasnya.
(hyk)