KAA Sepakati Deklarasi Kemerdekaan Palestina

Senin, 20 April 2015 - 09:19 WIB
KAA Sepakati Deklarasi Kemerdekaan Palestina
KAA Sepakati Deklarasi Kemerdekaan Palestina
A A A
JAKARTA - Konferensi Asia- Afrika (KAA) 2015 yang dibuka kemarin telah menyepakati deklarasi dukungan untuk kemerdekaan negara Palestina (Declaration on Palestine).

Kesepakatan tersebut lahir pada pertemuan para pejabat tinggi/senior official meeting (SOM) yang berlangsung di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Arrmanatha Nasir mengatakan, kesepakatan kemarin selanjutnya akan diputuskan pada pertemuan kepala negara atau kepala pemerintahan.

”Pembahasan deklarasi dukungan bagi kemerdekaan Palestina lebih cepat selesai karena praktis tidak ada penambahan isu-isu baru,” ujar Arramanatha. Pada hari pertama SOM dibahas soal tiga dokumen utama KAA, yaitu Bandung Message, Declaration of Reinvigorating New Asia Africa Strategic Partnership, dan Declaration on Palestine.

Saat pembahasan berlangsung, tidak ada penambahan isu soal kemerdekaan Palestina. Pembahasan mengerucut hanya sebatas perubahan dua kalimat. ”Semua setuju (kemerdekaan) Palestina, tidak ada yang keberatan karena dukungan itu sesungguhnya sudah ada sejak lama,” ungkapnya.

Kendati demikian, aspek penting dari pembahasan kemarin adalah komitmen negara-negara Asia-Afrika untuk memberikan bantuan kapasitas kepada Palestina dalam mempersiapkan diri saat sudah mendapat kemerdekaan. ”Mereka butuh sesuatu agar mampu menjalankan pemerintahan. Bantuan itu yang perlu diberikan,” tegasnya. Untuk pembahasan dua dokumen utama lainnya, Bandung Message dan Declaration of Reinvigorating New Asia Africa Strategic Partnership, memakan waktu sedikit lebih lama karena terdapat beberapa usulan baru.

Pengamat Timur Tengah dari Universitas Indonesia (UI) Yon Machmudi menilai prakarsa Indonesia dalam memberikan dukungan bagi kemerdekaan Palestina sangat penting karena KAA pertama digelar di Indonesia. ”Harus lebih optimal lagi, terutama sebagai tuan rumah,” kata Sekretaris Pusat Kajian Timur Tengah dan Islam UI tersebut.

Dalam debat calon presiden putaran ketiga, Presiden Joko Widodo juga tegas mendukung Palestina untuk merdeka. ”Ini momen penting untuk segera merealisasi janji Presiden,” kata dia. Menurut dia, Indonesia juga perlu bekerja sama dengan negara- negara Asia-Afrika lainnya, terutama di kawasan Asia Tenggara, dalam mempercepat kemerdekaan Palestina.

Dalam pandangan Yon, isu Palestina adalah pekerjaan rumah bersama Asia-Afrika. Hal ini tak berlebihan karena Palestina merupakan satu-satunya negara di dunia yang belum mendapat kemerdekaan. ”Ini juga memiliki relevansi yang kuat dengan agenda KAA yang berkaitan dengan isu perdamaian dan kesejahteraan negara Asia-Afrika,” kata Yon.

Deklarasi dukungan tersebut, lanjut dia, akan memberi pengaruh besar terhadap perjuangan Palestina. Seperti diketahui, semangat KAA pertama tahun 1955 adalah menghilangkan kolonialisme dan imperialisme Barat di negara Asia- Afrika sehingga hal itu dapat direvitalisasi untuk Palestina.

Pengamat politik internasional Universitas Gadjah Mada (UGM) Siti Mutiah Setiawati juga berharap KAA mencari terobosan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi di negara Asia-Afrika, misalnya pemberontakan Boko Haram. ”Agenda untuk menyelesaikan masalah Asia-Afrika sehingga bisa menjadi kekuatan baru di tengah kekuatan yang sudah ada,” katanya.

Indonesia pun dapat memanfaatkan kekuatan tersebut untuk kepentingannya. Di sisi lain, KAA juga diharapkan dapat lebih mengembangkan kemitraan strategis Asia-Afrika baru. Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq menilai peringatan 60 tahun KAA akan memberikan relevansi dan signifikansi ketika semangat serta cita-citanya diwujudkan, yaitu membebaskan anggotanya dari penjajahan.

”Saat ini tersisa satu penjajahan, yaitu Palestina, kita menunggu apa yang akan dihasilkan dari pertemuan KAA ini,” kata dia. Dia juga menjelaskan relevansi dan signifikansi KAA diukur pula pada bagaimana agenda pembangunan dan kemakmuran negara-negara anggotanya bisa diwujudkan. ”Saya menilai konflik di kawasan Timur Tengah juga harus menjadi agenda serius dalam KAA tersebut,” katanya.

Tekad Berantas Kemiskinan

Ambisi Indonesia menjadi salah satu negara yang mampu memberantas kemiskinan dan melakukan pembangunan bersama di Asia dan Afrika menandai pembukaan KAA Ke-60 di Jakarta kemarin. Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno LP Marsudi mengatakan, kerja sama Selatan- Selatan di dalam KAA Ke- 60 merupakan bentuk manifestasi solidaritas antarnegara berkembang di Asia dan Afrika.

Indonesia bersama negaranegara Asia dan Afrika mengusung tema peningkatan kerja sama Selatan-Selatan karena diperlukannya perhatian terhadap kesejahteraan bersama diwilayah Selatan. Sebagai negara-negara yang sebagian besar pernah mengalami penjajahan, Asia dan Afrika dinilai memiliki pengertian dan tujuan yang sama dalam memberikan kontribusi positif di dalam kemajuan ekonomi.

Perapatan barisan ini dinilai sebagai cara yang paling efektif dalam mengatasi kemiskinan. Kondisi ekonomi negara-negara Asia dan Afrika diakui masih memprihatinkan. Dengan adanya peningkatan kerjasama Selatan- Selatan yang didukung Jepang dan Korea, kesenjangan itu diharapkan dapat segera teratasi.

Kemiskinan bahkan disebut sebagai musuh utama negara Asia dan Afrika di samping terorisme dan narkoba. Namun hakikat kemiskinan itu sendiri masih rumit dibeberkan secara jelas karena indikatornya berbeda- beda. Ironisnya, jumlah kemiskinan di Asia dan Afrika bertambah setiap tahun karena pertumbuhan ekonomi yang lambat dan terbatas.

”Karena itu, kita harus berkembang bersama menciptakan perdamaian dan kesejahteraan. Kerenggangan ekonomi antarnegara harus dikurangi. Ini merupakan tugas wajib kita,” ujar Retno dalam pembukaan KAA Ke-60 di JCC, Jakarta, kemarin. Menurutnya, dalam bannerbanner terlihat jelas bahwa KAA ini lebih fokus pada peningkatan kerja sama Selatan-Selatan. ”Namun kita juga akan mengadakan kerja sama segitiga,” tandasnya.

Hampir dua pertiga orang miskin di dunia ada di Asia dan hampir separuhnya ada di Asia Selatan. Di sebagian besar negara Asia, kemiskinan 80-90% di wilayah perdesaan. Sejauh ini, baru Asia Timur dan Asia Tenggara yang berhasil mengurangi jumlah kemiskinan dalam tiga dekade terakhir.

Sementara itu, perkembangan kesejahteraan di Asia Selatan berjalan lambat dan terbatas. Akhir-akhir ini, negara seperti Indonesia, Maladewa, Sri Lanka, dan Thailand juga perlu waktu lebih lamatumbuh. Menteri PPN/ Kepala Bappenas Andrinof Chaniago mengatakan kebanyakan latar belakang sejarah dan pembangunan negara-negara Asia dan Afrika sama.

Namun negara-negara Asia dan Afrika memiliki kelebihan masing-masing. Karena itu, penguatan kerja sama Selatan-Selatan yang ada di tengah-tengah KAA Ke-60 akan membantu upaya itu agar lebih terkoordinasi. Peringatan 60 tahun KAA digelar di Jakarta dan Bandung mulai kemarin hingga Jumat (24/4) mendatang.

Di hari pertama kemarin diadakan pertemuan pejabat tingkat tinggi (senior official meeting) kawasan Asia-Afrika. Kemudian dilanjutkan dengan pertemuan tingkat menteri pada 20 April. Pada 21-22 April diselenggarakan Pertemuan Puncak Bisnis Kawasan Asia-Afrika (Asia-Africa Business Summit). Selanjutnya pada 22 April digelar pelaksanaan konferensi tingkat tinggi (KTT) hari pertama.

Pada 23 April pelaksanaan KTT hari kedua dan direncanakan akan ada jamuan makan malam oleh Presiden Joko Widodo untuk para kepala negara. Pada 24 April, hari terakhir rangkaian pelaksanaan KAA, akan dilakukan napak tilas (historical walk) KAA oleh para kepala negara di Bandung.

Sebanyak 32 kepala negara atau kepala pemerintahan dan 86 utusan negara akan menghadiri KAA 2015. KAA pertama yang diprakarsai oleh Indonesia, Myanmar, Sri Lanka, India, dan Pakistan diadakan di Bandung dan dihadiri oleh 29 negara Asia-Afrika yang kebanyakan baru merdeka.

Muh shamil/ant
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.2719 seconds (0.1#10.140)