400 Imigran Tewas Tenggelam
A
A
A
ROMA - Sedikitnya 400 imigran tewas setelah kapal yang mereka tumpangi tenggelam di perairan Libya. Tim penyelamat Italia kemarin tidak berhasil menemukan korban selamat.
Kapal yang mengangkut para imigran itu hendak menuju Italia untuk mencari suaka itu tenggelam pada Minggu (12/4) lalu. Beberapa imigran yang berhasil selamat dan diangkut ke Italia menceritakan kapal itu membawa lebih dari 400 orang.
Pasukan penjaga pantai Italia berhasil menghalau 42 kapal yang mengangkut 6.500 imigran pada Minggu dan Senin (13/4) lalu. Mereka juga berhasil menyelamatkan 145 imigran yang kapalnya tenggelam dan menemukan sembilan jenazah. ”Kita belum menemukan korban selamat lainnya,” kata juru bicara Pasukan Penjaga Pantai Filippo Marini kepada AFP kemarin.
Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) dan lembaga amal Save the Children mengungkapkan, 144 hingga 150 imigran yang selamat tiba di Pelabuhan Reggio Calabria, Italia selatan, Selasa pagi (14/4) waktu setempat. Namun, mereka tidak yakin kalau semua imigran itu berasal dari satu kapal yang tenggelam. Juru bicara IOM Italia Flavio di Giacomo mengungkapkan, be-berapa korban selamat mengatakan 500 hingga 550 orang berada di kapal yang tenggelam.
Di antara para penumpang kapal adalah pemuda dan anakanak yang menjadi korban. ”Kita masih menginvestigasi kenapa kapal itu bisa tenggelam,” kata Di Giacomo. Hasil penyidikan awal mengindikasikan kapal itu tenggelam setelah para penumpang bergerak ke kanan dan kiri ketika mereka melihat tim penyelamat Italia. Tragedi itu setelah otoritas Italia mengungkapkan sekitar 8.500 imigran berhasil diselamatkan di laut pada Jumat (10/4) hingga Senin (13/4).
Cuaca yang cukup bagus di Mediterania menjadi alasan kenapa terjadi peningkatan arus imigran gelap menuju Italia. Selain itu, meningkatnya kekerasan dan memburuknya keamanan di Libya menjadi faktor utama peningkatan jumlah imigran. Mereka ingin mendapatkan kehidupan yang lebih baik dengan pergi ke Eropa. Otoritas keamanan Italia mengungkapkan lebih dari 15.000 imigran tiba di wilayah mereka sepanjang 2015. Pada April tahun lalu, 15.000 imigran datang ke Italia.
Kementerian Dalam Negeri Italia memerintahkan pemerintah regional untuk mendirikan perumahan darurat untuk menampung 6.500 imigran. Langkah itu ditentang oleh oposisi yang menganggap kebijakan itu justru akan mendorong laju imigran ke Italia. Matteo Salvini, kepala antiimigran Liga Utara, menyarankan penduduk lokal tidak bekerja sama dengan para imigran.
”Saya meminta gubernur, wali kota, dan dewan kota untuk mengatakan tidak untuk segala bentuk bantuan imigran,” kata Salvini. Dia juga mengungkapkan Liga Utara siap menduduki hotel dan sekolah yang digunakan untuk tempat tinggal pengungsi. Sebelumnya, lembaga kemanusiaan memperingatkan Roma tidak akan siap menghadap gelombang masuknya imigran.
UE Ubah Kebijakan Imigrasi
Para pejabat UE mengungkapkan seluruh negara Eropa harus secepatnya menyusun kebijakan untuk menghalau imigran yang mencoba masuk perairan wilayah mereka. ”Arus imigran yang tak dapat diduga ke perbatasan kita, dan khususnya para pengungsi, akan menjadi hal baru yang tidak menguntungkan. Kita harus menyesuaikan respons kita terhadap mereka,” kata Komisioner UE Urusan Imigrasi Dimitris Avramopoulos di Brussels, Belgia, dikutip Guardian.
Badan Perserikatan Bangsa- Bangsa Urusan Pengungsi (UNHCR) menyebutkan apa yang dilakukan beberapa negara Eropa belum cukup untuk penyelamatan para imigran. UNHCR mencatat rekor tertinggi pengungsi ke Eropa pada 2014 dengan sekitar 218.000 orang. Tahun 2015 ini diramalkan akan terus naik karena jumlah pengungsi yang mencoba menyeberang dari laut Mediterania menuju Eropa terus bertambah.
Sebelumnya, Senin (13/4) lalu, pertemuan informal para menteri luar negeri Uni Eropa dan negara Mediterania Selatan digelar di Barcelona, Spanyol. Pertemuan itu juga membahas isu imigrasi. Namun, pertemuan itu tidak menghasilkan rekomendasi apapun. Badan Perbatasan Uni Eropa (UE), Frontex, mengungkapkan 500.000 orang menunggu untuk dapat keluar dari Libya menuju Eropa. Banyak dari mereka melarikan diri akibat konflik di Suriah, Eritrea, dan Somalia.
Frontex melaporkan, para pelaku perdagangan manusia kerap menggunakan kekerasan dalam melawan aparat keamanan. ”Mafia perdagangan manusia itu menembakkan senjata api ke udara dari kapal yang digunakan mengangkut para imigran di Laut Mediterania,” demikian keterangan Frontex. Setelah para imigran menjatuhkan diri ke laut, kapal pengangkut imigran itu segera melarikan diri menuju perairan Libya. Penyeludupan manusia menjadi bisnis yang menggiurkan.
Para pengungsi dan imigran yang selamat mengungkapkan mereka harus membayar sekitar USD500 (Rp6,46 juta) hingga USD1.000 (Rp12,93 juta) untuk menyeberang ke Eropa. Ketika satu kapal berisi minimal 100 orang, mafia perdagangan manusia mampu mendapatkan dana segar senilai Rp1,29 miliar.
Menteri Dalam Negeri Jerman Thomas de Maiziere mengungkapkan perlu solusi jangka panjang untuk menghadapi para pencari suaka dengan kebijakan jemput bola ,yakni mendirikan penampungan pemohon suaka di Afrika Utara. ”Di pusat penampungan pengungsi dan pemohon suaka itu, semua dokumen dan persyaratan untuk memasuki Eropa bisa diproses,” ujar De Maiziere kepada harian Die Welt .
Sebelumnya, sejumlah negara di Afrika Utara dan kawasan Tanduk Afrika bersama UE akhir tahun lalu meratifikasi kesepakatan yang disebut Khartoum Process. Targetnya adalah negara-negara bersangkutan membangun pusat penampungan calon imigran dan melakukan identifikasi jaringan kriminal terkait pengungsi ilegal.
Arvin/ andika
Kapal yang mengangkut para imigran itu hendak menuju Italia untuk mencari suaka itu tenggelam pada Minggu (12/4) lalu. Beberapa imigran yang berhasil selamat dan diangkut ke Italia menceritakan kapal itu membawa lebih dari 400 orang.
Pasukan penjaga pantai Italia berhasil menghalau 42 kapal yang mengangkut 6.500 imigran pada Minggu dan Senin (13/4) lalu. Mereka juga berhasil menyelamatkan 145 imigran yang kapalnya tenggelam dan menemukan sembilan jenazah. ”Kita belum menemukan korban selamat lainnya,” kata juru bicara Pasukan Penjaga Pantai Filippo Marini kepada AFP kemarin.
Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) dan lembaga amal Save the Children mengungkapkan, 144 hingga 150 imigran yang selamat tiba di Pelabuhan Reggio Calabria, Italia selatan, Selasa pagi (14/4) waktu setempat. Namun, mereka tidak yakin kalau semua imigran itu berasal dari satu kapal yang tenggelam. Juru bicara IOM Italia Flavio di Giacomo mengungkapkan, be-berapa korban selamat mengatakan 500 hingga 550 orang berada di kapal yang tenggelam.
Di antara para penumpang kapal adalah pemuda dan anakanak yang menjadi korban. ”Kita masih menginvestigasi kenapa kapal itu bisa tenggelam,” kata Di Giacomo. Hasil penyidikan awal mengindikasikan kapal itu tenggelam setelah para penumpang bergerak ke kanan dan kiri ketika mereka melihat tim penyelamat Italia. Tragedi itu setelah otoritas Italia mengungkapkan sekitar 8.500 imigran berhasil diselamatkan di laut pada Jumat (10/4) hingga Senin (13/4).
Cuaca yang cukup bagus di Mediterania menjadi alasan kenapa terjadi peningkatan arus imigran gelap menuju Italia. Selain itu, meningkatnya kekerasan dan memburuknya keamanan di Libya menjadi faktor utama peningkatan jumlah imigran. Mereka ingin mendapatkan kehidupan yang lebih baik dengan pergi ke Eropa. Otoritas keamanan Italia mengungkapkan lebih dari 15.000 imigran tiba di wilayah mereka sepanjang 2015. Pada April tahun lalu, 15.000 imigran datang ke Italia.
Kementerian Dalam Negeri Italia memerintahkan pemerintah regional untuk mendirikan perumahan darurat untuk menampung 6.500 imigran. Langkah itu ditentang oleh oposisi yang menganggap kebijakan itu justru akan mendorong laju imigran ke Italia. Matteo Salvini, kepala antiimigran Liga Utara, menyarankan penduduk lokal tidak bekerja sama dengan para imigran.
”Saya meminta gubernur, wali kota, dan dewan kota untuk mengatakan tidak untuk segala bentuk bantuan imigran,” kata Salvini. Dia juga mengungkapkan Liga Utara siap menduduki hotel dan sekolah yang digunakan untuk tempat tinggal pengungsi. Sebelumnya, lembaga kemanusiaan memperingatkan Roma tidak akan siap menghadap gelombang masuknya imigran.
UE Ubah Kebijakan Imigrasi
Para pejabat UE mengungkapkan seluruh negara Eropa harus secepatnya menyusun kebijakan untuk menghalau imigran yang mencoba masuk perairan wilayah mereka. ”Arus imigran yang tak dapat diduga ke perbatasan kita, dan khususnya para pengungsi, akan menjadi hal baru yang tidak menguntungkan. Kita harus menyesuaikan respons kita terhadap mereka,” kata Komisioner UE Urusan Imigrasi Dimitris Avramopoulos di Brussels, Belgia, dikutip Guardian.
Badan Perserikatan Bangsa- Bangsa Urusan Pengungsi (UNHCR) menyebutkan apa yang dilakukan beberapa negara Eropa belum cukup untuk penyelamatan para imigran. UNHCR mencatat rekor tertinggi pengungsi ke Eropa pada 2014 dengan sekitar 218.000 orang. Tahun 2015 ini diramalkan akan terus naik karena jumlah pengungsi yang mencoba menyeberang dari laut Mediterania menuju Eropa terus bertambah.
Sebelumnya, Senin (13/4) lalu, pertemuan informal para menteri luar negeri Uni Eropa dan negara Mediterania Selatan digelar di Barcelona, Spanyol. Pertemuan itu juga membahas isu imigrasi. Namun, pertemuan itu tidak menghasilkan rekomendasi apapun. Badan Perbatasan Uni Eropa (UE), Frontex, mengungkapkan 500.000 orang menunggu untuk dapat keluar dari Libya menuju Eropa. Banyak dari mereka melarikan diri akibat konflik di Suriah, Eritrea, dan Somalia.
Frontex melaporkan, para pelaku perdagangan manusia kerap menggunakan kekerasan dalam melawan aparat keamanan. ”Mafia perdagangan manusia itu menembakkan senjata api ke udara dari kapal yang digunakan mengangkut para imigran di Laut Mediterania,” demikian keterangan Frontex. Setelah para imigran menjatuhkan diri ke laut, kapal pengangkut imigran itu segera melarikan diri menuju perairan Libya. Penyeludupan manusia menjadi bisnis yang menggiurkan.
Para pengungsi dan imigran yang selamat mengungkapkan mereka harus membayar sekitar USD500 (Rp6,46 juta) hingga USD1.000 (Rp12,93 juta) untuk menyeberang ke Eropa. Ketika satu kapal berisi minimal 100 orang, mafia perdagangan manusia mampu mendapatkan dana segar senilai Rp1,29 miliar.
Menteri Dalam Negeri Jerman Thomas de Maiziere mengungkapkan perlu solusi jangka panjang untuk menghadapi para pencari suaka dengan kebijakan jemput bola ,yakni mendirikan penampungan pemohon suaka di Afrika Utara. ”Di pusat penampungan pengungsi dan pemohon suaka itu, semua dokumen dan persyaratan untuk memasuki Eropa bisa diproses,” ujar De Maiziere kepada harian Die Welt .
Sebelumnya, sejumlah negara di Afrika Utara dan kawasan Tanduk Afrika bersama UE akhir tahun lalu meratifikasi kesepakatan yang disebut Khartoum Process. Targetnya adalah negara-negara bersangkutan membangun pusat penampungan calon imigran dan melakukan identifikasi jaringan kriminal terkait pengungsi ilegal.
Arvin/ andika
(ars)