WNI Dieksekusi Mati di Arab Saudi
A
A
A
MADINAH - Siti Zaenab binti Duhri Rupa, warga negara Indonesia (WNI) asal Bangkalan, Madura, Jawa Timur, kemarin dieksekusi mati atas kasus pembunuhan majikan di Madinah, Arab Saudi.
Pemerintah Indonesia langsung menyampaikan protes kepada Pemerintah Arab Saudi karena tidak menyampaikan pemberitahuan mengenai waktu pelaksanaan eksekusi mati tersebut. Kementerian Luar Negeri (Kemlu) menyatakan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Jeddah, Arab Saudi, menerima informasi itu dari pengacara Zaenab, Khudran al- Zahrani.
”Kami menyampaikan dukacita yang mendalam kepada sanak keluarga dan mengharapkan almarhumah mendapatkan tempat yang terbaik di sisi Allah SWT,” demikian bunyi pernyataan Kemlu dalam siaran pers yang diterima KORAN SINDO kemarin. Siti Zaenab merupakan pekerja migran Indonesia (PMI) di Arab Saudi. Dia dipidana atas kasus pembunuhan terhadap istri majikannya, Nourah binti Abdullah Duhem al-Maruba, pada 1999 silam.
Perempuan kelahiran Bangkalan, Madura, 12 Maret 1968 itu kemudian ditahan di Penjara Umum Madinah sejak 5 Oktober 1999. Setelah melalui serangkaian proses hukum, pada 8 Januari 2001 silam, Pengadilan Madinah menjatuhkan vonis hukuman kisas kepada Siti Zainab. Dengan keputusan tersebut, pemaafan hanya bisa diberikan ahli waris korban.
Namun karena Walid bin Abdullah bin Muhsin al-Ahmadi, putra bungsu korban, saat vonis dibacakan belum akil balig, kelanjutan pelaksanaan hukuman mati akhirnya ditunda. Pada 2013, setelah dinyatakan akil balig, Walid bin Abdullah bin Muhsin al-Ahmadi menyampaikan kepada pengadilan perihal penolakannya untuk memberikan maaf kepada Siti Zainab. Dia tetap menuntut pelaksanaan hukuman mati. Hal ini kemudian dicatat dalam keputusan pengadilan pada 2013.
”Kami melakukan semua upaya secara maksimal untuk membebaskan Siti Zaenab dari hukuman mati,” sebut pernyataan Kemlu. ”Kami menunjuk pengacara Khudran al-Zahrani untuk memberikan pendampingan hukum kepada Siti Zainab serta memberikan pendampingan dalam setiap persidangan,” lanjut pernyataan itu.
Tiga presiden RI, yakni Abdurrahman Wahid (2000), Susilo Bambang Yudhoyono (2011), dan Joko Widodo (2015), telah mengirimkan surat resmi kepada Raja Saudi. Surat itu berisi permohonan agar Raja Arab Saudi memberikan pemaafan. Surat serupa juga dibuat Kepala Perwakilan RI di Riyadh dan Jeddah untuk emir di Mekkah dan Madinah.
Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Masudi juga meminta secara langsung kepada Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Arab Saudi untuk membantu melakukan pendekatan kepada keluarga agar memberikan pemaafan. Permohonan itu disampaikan dalam pertemuan empat mata pada Maret 2015 lalu.
Secara informal, pendekatan juga dilakukan kepada pemimpin dan tokoh masyarakat, khususnya dari kalangan kabilah Al-Ahmadi yang merupakan suku asal suami korban. Ulama dan Ketua Lembaga Pemaafan Madinah juga dimintai pemerintah agar ikut membantu melakukan pendekatan kepada keluarga korban.
”Selain itu, kami melakukan pendekatan secara terus-menerus kepada ahli waris korban. Kami juga membantu memfasilitasi kunjungan keluarga (kakak dan anak) Siti Zaenab ke penjara Madinah. Kunjungan terakhir dilakukan pada 24-25 Maret lalu,” sebut pernyataan Kemlu.
”Kami juga menawarkan diyat (ganti rugi kepada keluarga korban) sekitar Rp2 miliar,” sambung pernyataan itu. Amnesti Internasional (AI) juga sempat membela Siti Zaenab dan meminta Arab Saudi untuk menghentikan eksekusi mati terhadap buruh migran asing. ”Banyak buruh migran asing yang menderita di tangan majikan mereka di Arab Saudi. Ironisnya, majikan merupakan satu-satunya harapan hidup mereka di sana,” demikian bunyi pernyataan AI dalam situs resminya.
”Arab Saudi merupakan salah satu negara dengan tingkat eksekusi tertinggi di dunia terhadap perempuan,” sebut pernyataan AI. Dalam periode Juli 2011-31 Maret 2015, Pemerintah RI berhasil membebaskan 238 WNI dari hukuman mati di luar negeri.
”Perlindungan WNI di luar negeri, termasuk WNI yang menghadapi masalah hukum, merupakan prioritas Pemerintah Indonesia. Kami akan terus memberikan perlindungan,” bunyi pernyataan Kemlu. Sejak Januari 2015, Pemerintah Arab Saudi menghukum mati sebanyak 59 terdakwa, 35 terdakwa di antaranya merupakan warga negara Arab Saudi dan 25 terdakwa warga negara asing.
Hukuman mati dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana pembunuhan, narkoba, pemerkosaan, dan perzinaan.
Muh shamil
Pemerintah Indonesia langsung menyampaikan protes kepada Pemerintah Arab Saudi karena tidak menyampaikan pemberitahuan mengenai waktu pelaksanaan eksekusi mati tersebut. Kementerian Luar Negeri (Kemlu) menyatakan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Jeddah, Arab Saudi, menerima informasi itu dari pengacara Zaenab, Khudran al- Zahrani.
”Kami menyampaikan dukacita yang mendalam kepada sanak keluarga dan mengharapkan almarhumah mendapatkan tempat yang terbaik di sisi Allah SWT,” demikian bunyi pernyataan Kemlu dalam siaran pers yang diterima KORAN SINDO kemarin. Siti Zaenab merupakan pekerja migran Indonesia (PMI) di Arab Saudi. Dia dipidana atas kasus pembunuhan terhadap istri majikannya, Nourah binti Abdullah Duhem al-Maruba, pada 1999 silam.
Perempuan kelahiran Bangkalan, Madura, 12 Maret 1968 itu kemudian ditahan di Penjara Umum Madinah sejak 5 Oktober 1999. Setelah melalui serangkaian proses hukum, pada 8 Januari 2001 silam, Pengadilan Madinah menjatuhkan vonis hukuman kisas kepada Siti Zainab. Dengan keputusan tersebut, pemaafan hanya bisa diberikan ahli waris korban.
Namun karena Walid bin Abdullah bin Muhsin al-Ahmadi, putra bungsu korban, saat vonis dibacakan belum akil balig, kelanjutan pelaksanaan hukuman mati akhirnya ditunda. Pada 2013, setelah dinyatakan akil balig, Walid bin Abdullah bin Muhsin al-Ahmadi menyampaikan kepada pengadilan perihal penolakannya untuk memberikan maaf kepada Siti Zainab. Dia tetap menuntut pelaksanaan hukuman mati. Hal ini kemudian dicatat dalam keputusan pengadilan pada 2013.
”Kami melakukan semua upaya secara maksimal untuk membebaskan Siti Zaenab dari hukuman mati,” sebut pernyataan Kemlu. ”Kami menunjuk pengacara Khudran al-Zahrani untuk memberikan pendampingan hukum kepada Siti Zainab serta memberikan pendampingan dalam setiap persidangan,” lanjut pernyataan itu.
Tiga presiden RI, yakni Abdurrahman Wahid (2000), Susilo Bambang Yudhoyono (2011), dan Joko Widodo (2015), telah mengirimkan surat resmi kepada Raja Saudi. Surat itu berisi permohonan agar Raja Arab Saudi memberikan pemaafan. Surat serupa juga dibuat Kepala Perwakilan RI di Riyadh dan Jeddah untuk emir di Mekkah dan Madinah.
Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Masudi juga meminta secara langsung kepada Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Arab Saudi untuk membantu melakukan pendekatan kepada keluarga agar memberikan pemaafan. Permohonan itu disampaikan dalam pertemuan empat mata pada Maret 2015 lalu.
Secara informal, pendekatan juga dilakukan kepada pemimpin dan tokoh masyarakat, khususnya dari kalangan kabilah Al-Ahmadi yang merupakan suku asal suami korban. Ulama dan Ketua Lembaga Pemaafan Madinah juga dimintai pemerintah agar ikut membantu melakukan pendekatan kepada keluarga korban.
”Selain itu, kami melakukan pendekatan secara terus-menerus kepada ahli waris korban. Kami juga membantu memfasilitasi kunjungan keluarga (kakak dan anak) Siti Zaenab ke penjara Madinah. Kunjungan terakhir dilakukan pada 24-25 Maret lalu,” sebut pernyataan Kemlu.
”Kami juga menawarkan diyat (ganti rugi kepada keluarga korban) sekitar Rp2 miliar,” sambung pernyataan itu. Amnesti Internasional (AI) juga sempat membela Siti Zaenab dan meminta Arab Saudi untuk menghentikan eksekusi mati terhadap buruh migran asing. ”Banyak buruh migran asing yang menderita di tangan majikan mereka di Arab Saudi. Ironisnya, majikan merupakan satu-satunya harapan hidup mereka di sana,” demikian bunyi pernyataan AI dalam situs resminya.
”Arab Saudi merupakan salah satu negara dengan tingkat eksekusi tertinggi di dunia terhadap perempuan,” sebut pernyataan AI. Dalam periode Juli 2011-31 Maret 2015, Pemerintah RI berhasil membebaskan 238 WNI dari hukuman mati di luar negeri.
”Perlindungan WNI di luar negeri, termasuk WNI yang menghadapi masalah hukum, merupakan prioritas Pemerintah Indonesia. Kami akan terus memberikan perlindungan,” bunyi pernyataan Kemlu. Sejak Januari 2015, Pemerintah Arab Saudi menghukum mati sebanyak 59 terdakwa, 35 terdakwa di antaranya merupakan warga negara Arab Saudi dan 25 terdakwa warga negara asing.
Hukuman mati dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana pembunuhan, narkoba, pemerkosaan, dan perzinaan.
Muh shamil
(ars)