Menkumham Gunakan Pendapat Hakim
A
A
A
JAKARTA - DPP Partai Golkar hasil Munas Bali, pimpinan Aburizal Bakrie selaku penggugat, menolak seluruh jawaban dan dalil-dalil yang disampaikan tergugat, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) pada sidang lanjutan gugatan terhadap SK Menkumham M HH-01.AH.11.01 yang mengesahkan kepengurusan DPP Partai Golkar Agung Laksono di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta kemarin.
Kendati menolak jawaban dari kuasa hukum Kemenkumham Nuryanto, penggugat mengakui dan sependapat atas jawaban yang disampaikan menkumham bahwa keputusan yang dikeluarkan bukan atas putusan Mahkamah Partai, melainkan pendapat dua hakim Mahkamah Partai Golkar yakni Andi Mattalatta dan Djasri Marin.
”Pada intinya kami menolak seluruh jawaban dari tergugat kecuali satu hal, di dalam jawabannya tergugat jelas-jelas menyatakan yang mereka kutip bukanlah putusan Mahkamah Partai, melainkan pendapat hakim Andi Mattalatta dan Djasri Marin yang menerima kepengurusan hasil Munas Ancol yang dilakukan secara demokratis, namun harus selektif mengakomodasi hasil Munas Bali,” sebut Yusril Ihza Mahendra, kuasa hukum Pengurus DPP Partai Golkar hasil Munas Bali, di PTUN Jakarta kemarin.
Yusril menyebutkan, jawaban tersebut disampaikan kuasa hukum Kemenkumham sebanyak tiga kali yakni di halaman dua, kemudian halaman lima dan tujuh. ”Jadi benarlah gugatan kami dan dibenarkan juga oleh tergugat bahwa yang bersangkutan sama sekali tidak pernah mengutip putusan Mahkamah Partai, tapi hanya mengutip pendapat hakim Djasri Marin dan Andi Mattalatta,” ungkapnya.
Atas dasar itu, mantan menkumham ini meminta kepada majelis hakim untuk membatalkan SK menkumham tersebut. Yusril juga meminta Majelis Hakim kepada para tergugat I Kemenkumham dan tergugat intervensi DPP Partai Golkar hasil Munas Ancol untuk menghadirkan objek sengketa yakni SK menkumham yang hanya dimiliki oleh tergugat dan tergugat intervensi.
”Jawaban menkumham itu sebenarnya bumerang yang mengarah kepada dirinya sendiri. Dengan demikian, cukup alasan bagi hakim PTUN untuk membatalkan SK menkumham karena kalau pijakannya putusan Mahkamah Partai, kenapa yang dikutip pendapat Djasri Marin dan Andi Mattalatta dan itu tiga kali dikemukakan Kemenkumham dalam sidang kali ini,” tuturnya.
Dalam sidang tersebut, kuasa hukum Kemenkumham Nuryanto membacakan eksepsi (jawaban) atas gugatan yang diajukan oleh kubu Ical. Menurut Nuryanto, gugatan yang diajukan penggugat tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing dalam perkara ini karena yang bersangkutan bukan ketua DPP Partai Golkar.
Padahal, yang tercatat di Kemenkumham berdasarkan SK menkumham bernomor M HH-01.AH.11.01 adalah HR Agung Laksono sebagai ketua umum dan Zainudin Amali sebagai sekjen. ”Kami berpendapat bahwa PTUN Jakarta tidak memiliki potensi untuk mengadili perkara partai politik ini,” katanya.
Sucipto
Kendati menolak jawaban dari kuasa hukum Kemenkumham Nuryanto, penggugat mengakui dan sependapat atas jawaban yang disampaikan menkumham bahwa keputusan yang dikeluarkan bukan atas putusan Mahkamah Partai, melainkan pendapat dua hakim Mahkamah Partai Golkar yakni Andi Mattalatta dan Djasri Marin.
”Pada intinya kami menolak seluruh jawaban dari tergugat kecuali satu hal, di dalam jawabannya tergugat jelas-jelas menyatakan yang mereka kutip bukanlah putusan Mahkamah Partai, melainkan pendapat hakim Andi Mattalatta dan Djasri Marin yang menerima kepengurusan hasil Munas Ancol yang dilakukan secara demokratis, namun harus selektif mengakomodasi hasil Munas Bali,” sebut Yusril Ihza Mahendra, kuasa hukum Pengurus DPP Partai Golkar hasil Munas Bali, di PTUN Jakarta kemarin.
Yusril menyebutkan, jawaban tersebut disampaikan kuasa hukum Kemenkumham sebanyak tiga kali yakni di halaman dua, kemudian halaman lima dan tujuh. ”Jadi benarlah gugatan kami dan dibenarkan juga oleh tergugat bahwa yang bersangkutan sama sekali tidak pernah mengutip putusan Mahkamah Partai, tapi hanya mengutip pendapat hakim Djasri Marin dan Andi Mattalatta,” ungkapnya.
Atas dasar itu, mantan menkumham ini meminta kepada majelis hakim untuk membatalkan SK menkumham tersebut. Yusril juga meminta Majelis Hakim kepada para tergugat I Kemenkumham dan tergugat intervensi DPP Partai Golkar hasil Munas Ancol untuk menghadirkan objek sengketa yakni SK menkumham yang hanya dimiliki oleh tergugat dan tergugat intervensi.
”Jawaban menkumham itu sebenarnya bumerang yang mengarah kepada dirinya sendiri. Dengan demikian, cukup alasan bagi hakim PTUN untuk membatalkan SK menkumham karena kalau pijakannya putusan Mahkamah Partai, kenapa yang dikutip pendapat Djasri Marin dan Andi Mattalatta dan itu tiga kali dikemukakan Kemenkumham dalam sidang kali ini,” tuturnya.
Dalam sidang tersebut, kuasa hukum Kemenkumham Nuryanto membacakan eksepsi (jawaban) atas gugatan yang diajukan oleh kubu Ical. Menurut Nuryanto, gugatan yang diajukan penggugat tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing dalam perkara ini karena yang bersangkutan bukan ketua DPP Partai Golkar.
Padahal, yang tercatat di Kemenkumham berdasarkan SK menkumham bernomor M HH-01.AH.11.01 adalah HR Agung Laksono sebagai ketua umum dan Zainudin Amali sebagai sekjen. ”Kami berpendapat bahwa PTUN Jakarta tidak memiliki potensi untuk mengadili perkara partai politik ini,” katanya.
Sucipto
(ars)