Jangan Abaikan Kualitas
A
A
A
Pembelajaran seperti ini biasanya tingkat interaksinya tinggi dan diwajibkan oleh perusahaan pada karyawannya atau pembelajaran jarak jauh yang dikelola oleh universitas.
Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Edy Suandi Hamid mengatakan, program elearning sudah masuk Peraturan Menteri Pendidikan No 109/2013. Dalam Permen tersebut dipaparkan, pembelajaran elektronik (e-learning ) masuk ke pendidikan jarak jauh yang mana tujuannya mempermudah peserta didik dalam pembelajaran.
Program pembelajaran elearning sangat positif bagi perkembangan pendidikan di Tanah Air. Sebab, memungkinkan aktivitas belajar-mengajar di tempat mana pun di Indonesia. Persoalan demografi yang selama ini menjadi kendala diharapkan bisa diselesaikan dengan adanya program e-learning. ”Ini penting bagi negara kepulauan seperti Indonesia untuk memperluas akses pendidikan,” ucap Edy saat dihubungi.
Kendati begitu, dalam pelaksanaannya, perguruan tinggi (PT) harus tetap memperhatikan kualitas. Jangan sampai pelaksanaan e-learning disalahgunakan oleh sebagian orang untuk mendapatkan gelar tanpa belajar, sehingga menciderai keberadaan PT dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pemerintah harus mengawasi dengan ketat bagaimana pelaksanaan e-learning yang diadakan PT. Di antaranya, dengan mengeluarkan syarat hanya PT yang terakreditasi A atau B yang bisa melaksanakan program tersebut. Juga bagaimana kualitas dosen yang mengajar melalui elearning, sebab dosen merupakan salah satu penentu dari kualitas output yang dihasilkan.
Di sisi lain, pemerintah melalui Kemenristek Dikti juga harus memperhatikan kualitas dari sistem informasi dan telekomunikasi yang dipergunakan PT. Hal itu akan memengaruhi kualitas pelaksanaan e-learning. ”Jangan sampai pelaksanaan belajarmengajar terganggu akibat sistem IT yang kurang mumpuni,” ucap Edy. Itu semua merupakan syarat minimal bagi PT untuk mengadakan layanan elearning. Bersamaan dengan itu, harus ada semacam mindset dari PT untuk menjamin mutu dari produk ini.
Diawasi atau tidak, PT harus menjaga kualitas output yang dihasilkan. Apalagi, saat ini output perguruan tinggi dituntut memiliki kualitas yang baik. Hal ini penting sebab pada sistem belajar-mengajar ini mahasiswa diharuskan memiliki peran yang lebih aktif dalam mendapatkan pengetahuan. Jika pada proses belajar-mengajar konvensional masih banyak mahasiswa yang belum aktif, maka dalam e-learning keaktifan peserta didik merupakan sebuah keharusan.
Hampir senada dengan Edy, Ketua Dewan Pertimbangan Forum Rektor Indonesia Ravik Karsidi menjelaskan, menjaga kualitas dan mutu harus menjadi hal utama yang dilakukan PT dalam menerapkan e-learning . Tidak heran hingga saat ini belum banyak PT yang menerapkan elearning secara utuh. Sebagian besar PT masih menjadikan e-learning sebagai pelengkap pembelajaran konvensional.
Misalkan di Universitas Sebelas Maret (UNS), ada 930 mata kuliah yang menerapkan e-learning sebagai pelengkap. Saat ini mata kuliah di UNS jumlahnya telah mencapai ribuan. Sistem ini dipergunakan untuk memperkuat dan menambah berbagai hal yang diajarkan dosen dalam suatu mata kuliah. Tidak mengherankan jika sebagian besar mahasiswa menggabungkan sistem pembelajaran konvensional dengan media e-learning . Di UNS mata kuliah melalui online disebut dengan sistem blended learning .
Sebagai contoh, untuk melayani konsultasi mahasiswa yang sedang menyusun skripsi, bisa melalui sistem e-learning tanpa harus tatap muka. Sistem ini akan mengurangi proses pembelajaran melalui tatap muka. Penugasan dilakukan melalui email dan hasilnya dipasang di blog ataupun website milik dosen atau PT, sehingga sebenarnya interaksi antara dosen dan mahasiswa masih terus terjadi.
Hal itu tentu lebih efektif dan efisien bagi mahasiswa yang tempat tinggalnya jauh dari kampus. Itulah sebabnya, penerapan mata kuliah e-learning tergolong murah dan menguntungkan. Selain hal di atas, semua bahan kuliah disampaikan dalam bentuk digital sehingga tidak perlu mencetak buku ajar lagi. ”Namun, saat ini belum ada yang lintas universitas,” ujar Rektor UNS itu.
Hermansah
Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Edy Suandi Hamid mengatakan, program elearning sudah masuk Peraturan Menteri Pendidikan No 109/2013. Dalam Permen tersebut dipaparkan, pembelajaran elektronik (e-learning ) masuk ke pendidikan jarak jauh yang mana tujuannya mempermudah peserta didik dalam pembelajaran.
Program pembelajaran elearning sangat positif bagi perkembangan pendidikan di Tanah Air. Sebab, memungkinkan aktivitas belajar-mengajar di tempat mana pun di Indonesia. Persoalan demografi yang selama ini menjadi kendala diharapkan bisa diselesaikan dengan adanya program e-learning. ”Ini penting bagi negara kepulauan seperti Indonesia untuk memperluas akses pendidikan,” ucap Edy saat dihubungi.
Kendati begitu, dalam pelaksanaannya, perguruan tinggi (PT) harus tetap memperhatikan kualitas. Jangan sampai pelaksanaan e-learning disalahgunakan oleh sebagian orang untuk mendapatkan gelar tanpa belajar, sehingga menciderai keberadaan PT dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pemerintah harus mengawasi dengan ketat bagaimana pelaksanaan e-learning yang diadakan PT. Di antaranya, dengan mengeluarkan syarat hanya PT yang terakreditasi A atau B yang bisa melaksanakan program tersebut. Juga bagaimana kualitas dosen yang mengajar melalui elearning, sebab dosen merupakan salah satu penentu dari kualitas output yang dihasilkan.
Di sisi lain, pemerintah melalui Kemenristek Dikti juga harus memperhatikan kualitas dari sistem informasi dan telekomunikasi yang dipergunakan PT. Hal itu akan memengaruhi kualitas pelaksanaan e-learning. ”Jangan sampai pelaksanaan belajarmengajar terganggu akibat sistem IT yang kurang mumpuni,” ucap Edy. Itu semua merupakan syarat minimal bagi PT untuk mengadakan layanan elearning. Bersamaan dengan itu, harus ada semacam mindset dari PT untuk menjamin mutu dari produk ini.
Diawasi atau tidak, PT harus menjaga kualitas output yang dihasilkan. Apalagi, saat ini output perguruan tinggi dituntut memiliki kualitas yang baik. Hal ini penting sebab pada sistem belajar-mengajar ini mahasiswa diharuskan memiliki peran yang lebih aktif dalam mendapatkan pengetahuan. Jika pada proses belajar-mengajar konvensional masih banyak mahasiswa yang belum aktif, maka dalam e-learning keaktifan peserta didik merupakan sebuah keharusan.
Hampir senada dengan Edy, Ketua Dewan Pertimbangan Forum Rektor Indonesia Ravik Karsidi menjelaskan, menjaga kualitas dan mutu harus menjadi hal utama yang dilakukan PT dalam menerapkan e-learning . Tidak heran hingga saat ini belum banyak PT yang menerapkan elearning secara utuh. Sebagian besar PT masih menjadikan e-learning sebagai pelengkap pembelajaran konvensional.
Misalkan di Universitas Sebelas Maret (UNS), ada 930 mata kuliah yang menerapkan e-learning sebagai pelengkap. Saat ini mata kuliah di UNS jumlahnya telah mencapai ribuan. Sistem ini dipergunakan untuk memperkuat dan menambah berbagai hal yang diajarkan dosen dalam suatu mata kuliah. Tidak mengherankan jika sebagian besar mahasiswa menggabungkan sistem pembelajaran konvensional dengan media e-learning . Di UNS mata kuliah melalui online disebut dengan sistem blended learning .
Sebagai contoh, untuk melayani konsultasi mahasiswa yang sedang menyusun skripsi, bisa melalui sistem e-learning tanpa harus tatap muka. Sistem ini akan mengurangi proses pembelajaran melalui tatap muka. Penugasan dilakukan melalui email dan hasilnya dipasang di blog ataupun website milik dosen atau PT, sehingga sebenarnya interaksi antara dosen dan mahasiswa masih terus terjadi.
Hal itu tentu lebih efektif dan efisien bagi mahasiswa yang tempat tinggalnya jauh dari kampus. Itulah sebabnya, penerapan mata kuliah e-learning tergolong murah dan menguntungkan. Selain hal di atas, semua bahan kuliah disampaikan dalam bentuk digital sehingga tidak perlu mencetak buku ajar lagi. ”Namun, saat ini belum ada yang lintas universitas,” ujar Rektor UNS itu.
Hermansah
(ars)