Kabareskrim Ancam Perkarakan Pimpinan KPK Nonaktif
A
A
A
JAKARTA - Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Mabes Polri Komjen Pol Budi Waseso kembali mengancam memerkarakanpimpinanKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif dan penyidik KPK yang menetapkan Komjen Pol Budi Gunawan (BG) sebagai tersangka.
Budi Waseso menyatakan, putusan praperadilan yang menyatakan penetapan BG sebagai tersangkatidaksahmenjadibukti awal untuk dapat memerkarakan oknum KPK. Bareskrim tinggal menunggu hasil gelar perkara terhadap kasus BG yang akan dijadwalkan pekan ini. ”Dalam hasil gelar perkara akan terlihat, siapa ini yang akhirnya ada dugaan penyalahgunaan wewenang. Ini wujud bukti autentik. Apa pun bentuknya, berita acara memiliki kekuatan hukum.
Kalau ini disalahgunakan, yang melakukan melanggar hukum,” tandas Budi Waseso di Bareskrim Polri, Jakarta, kemarin. Budi Waseso meyakinkan, langkah memerkarakan oknum KPK tidak akan memperkeruh kembali hubungan KPK dan Polri. Budi meminta, masalah yang menimpa oknum lembaga penegak hukum disendirikan dengan masalah institusi.
”Tidak boleh terjadi institusionalisasi terhadap persoalan personal yang terjerat masalah hukum. Kalau ada pelanggaran hukum, ya kita tindak, masa dibiarkan. Setiap langkah penindakan hukum jangan dihubungkan dengan institusi. Ini oknum atau pelakunya yang kita tindak. Jadi jangan masalah oknum seolah menjadi masalah institusi. Ibaratnya, kalau Budi Waseso salah, yang salah Budi Wasesonya, bukan Bareskrim-nya,” tuturnya.
Dalam gelar perkara mendatang, menurut Budi, Bareskrim tidak akan melibatkan pimpinanKPKnonaktiflantaranmereka dianggap sudah tidak memiliki wewenang. Gelar perkara itu juga bakal menentukan apakah penyidikan kasus BG dilanjutkan atau dihentikan. ”Nanti yang memutuskan bukan saya, kita fair saja, terbuka dalam gelar perkara tersebut,” kata Budi. Pengamat hukum tata negara Universitas Khairun, Ternate, Margarito Kamis, menilai, langkah memerkarakan pimpinan KPK nonaktif atau penyidik KPK dalam penetapan BG sebagai tersangka bisa dilakukan tanpa menunggu hasil keputusan gelar perkara.
Menurut dia, putusan praperadilan bisa menjadi landasan hukum yang kuat untuk menghentikan proses penyidikan terhadap BG sekaligus sebagai landasan hukum yang kuat bagi BG untuk melaporkan pimpinan KPK nonaktif dan penyidik KPK yang menangani kasusnya. ”Itu hak BG untuk melaporkan,” ucapnya.
Pengamat hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakkir mengatakan, setelah putusan praperadilan sangat mungkin pimpinan KPK nonaktif atau penyidik KPK dilaporkan atas dugaan penyalahgunaan wewenang. Persoalannya, unsur penyalahgunaan wewenang di samping bisa masuk dalam ranah hukum pidana atau Pasal 421 KUHP, juga dapat masuk dalam ranah hukum administrasi negara.
Khoirul muzakki
Budi Waseso menyatakan, putusan praperadilan yang menyatakan penetapan BG sebagai tersangkatidaksahmenjadibukti awal untuk dapat memerkarakan oknum KPK. Bareskrim tinggal menunggu hasil gelar perkara terhadap kasus BG yang akan dijadwalkan pekan ini. ”Dalam hasil gelar perkara akan terlihat, siapa ini yang akhirnya ada dugaan penyalahgunaan wewenang. Ini wujud bukti autentik. Apa pun bentuknya, berita acara memiliki kekuatan hukum.
Kalau ini disalahgunakan, yang melakukan melanggar hukum,” tandas Budi Waseso di Bareskrim Polri, Jakarta, kemarin. Budi Waseso meyakinkan, langkah memerkarakan oknum KPK tidak akan memperkeruh kembali hubungan KPK dan Polri. Budi meminta, masalah yang menimpa oknum lembaga penegak hukum disendirikan dengan masalah institusi.
”Tidak boleh terjadi institusionalisasi terhadap persoalan personal yang terjerat masalah hukum. Kalau ada pelanggaran hukum, ya kita tindak, masa dibiarkan. Setiap langkah penindakan hukum jangan dihubungkan dengan institusi. Ini oknum atau pelakunya yang kita tindak. Jadi jangan masalah oknum seolah menjadi masalah institusi. Ibaratnya, kalau Budi Waseso salah, yang salah Budi Wasesonya, bukan Bareskrim-nya,” tuturnya.
Dalam gelar perkara mendatang, menurut Budi, Bareskrim tidak akan melibatkan pimpinanKPKnonaktiflantaranmereka dianggap sudah tidak memiliki wewenang. Gelar perkara itu juga bakal menentukan apakah penyidikan kasus BG dilanjutkan atau dihentikan. ”Nanti yang memutuskan bukan saya, kita fair saja, terbuka dalam gelar perkara tersebut,” kata Budi. Pengamat hukum tata negara Universitas Khairun, Ternate, Margarito Kamis, menilai, langkah memerkarakan pimpinan KPK nonaktif atau penyidik KPK dalam penetapan BG sebagai tersangka bisa dilakukan tanpa menunggu hasil keputusan gelar perkara.
Menurut dia, putusan praperadilan bisa menjadi landasan hukum yang kuat untuk menghentikan proses penyidikan terhadap BG sekaligus sebagai landasan hukum yang kuat bagi BG untuk melaporkan pimpinan KPK nonaktif dan penyidik KPK yang menangani kasusnya. ”Itu hak BG untuk melaporkan,” ucapnya.
Pengamat hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakkir mengatakan, setelah putusan praperadilan sangat mungkin pimpinan KPK nonaktif atau penyidik KPK dilaporkan atas dugaan penyalahgunaan wewenang. Persoalannya, unsur penyalahgunaan wewenang di samping bisa masuk dalam ranah hukum pidana atau Pasal 421 KUHP, juga dapat masuk dalam ranah hukum administrasi negara.
Khoirul muzakki
(ars)