KAA Jembatan Ekonomi Asia-Afrika
A
A
A
JAKARTA - Menteri Luar Negeri (Menlu) Indonesia Retno Marsudi menegaskan, tujuan utama Konferensi Asia-Afrika (KAA) adalah sebagai jembatan ekonomi Asia-Afrika.
”Peringatan KAA ke-60 ini bukan hanya mempunyai nilai historis dan mengenang masa lalu, tapi untuk membangun jembatan antara dua benua besar yakni Asia-Afrika,” ucap Retno di Jakarta kemarin. Pada peringatan Ke-60 KAA ini, lebih dari 25 kepala negara dan kepala pemerintahan memastikan hadir.
Mereka akan menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia-Afrika pada 22-24 April mendatang di Jakarta dan Bandung . Selain itu, ada juga 18 permintaan dari negara-negara Asia-Afrika untuk mengadakan pertemuan bilateral dengan Presiden RI di sela-sela KTT.
Menurut Retno, sebelumnya tidak pernah ada forum untuk menjembatani kepentingan ekonomi dua benua selain forum tersebut. Namun, saat ini berkembang ada forum bisnis seperti Asian-Africa Business Summit (AABS) dan World Economic Forum. ”Forum-forum bisnis itu akan difokuskan ke sana (Jembatan Asia-Afrika). Kita juga mengajukan beberapa kegiatan budaya di mana akan menjadi soft power diplomacy untuk menyatukan Asia-Afrika,” kata Retno dalam siaran pers di Jakarta kemarin.
Menurutnya, saat ini Asia telah menjadi mesin ekonomi yang terus berkembang. Selain itu, ada upaya untuk menghubungkan kepentingan ekonomi Asia ke Afrika. ”KAA sebagai trigger untuk jembatan ini maju ke depan,” tuturnya.
Sementara itu, Indonesia diminta mengubah cara pandang terhadap Afrika agar bisa terjalin kerja sama yang lebih luas, terutama di sektor ekonomi. ”Indonesia harus menjadikan Afrika sebagai peluang. Targetnya, kita harus meningkatkan investasi. Di Afrika banyak sekali orang yang tertarik membeli sesuatu dan kita bisa menawarkan produk kita.
Hal ini harus diawali dengan mengubah pola pikir para pengusaha di Indonesia untuk mau berinvestasi di Afrika,” ungkap Yuri Octavian Thamrin, direktur jenderal Asia-Pasifik dan Afrika Kemlu, dalam dialog yang digelar Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) dengan tema ”Asia and Africa: Where Are We Now and Where We are Heading ” di Hotel Borobudur, Jakarta, kemarin.
Menurut Yuri, strategi yang bisa dilakukan yakni pemerintah harus membantu memberikan informasi kepada para pengusaha Indonesia perusahaan mana yang sudah maju dan berkembang di Afrika. Menurutnya, saat ini sudah ada satu perusahaan makanan mi instan yang berkembang pesat di Nigeria.
Karena itu, pengusaha Indonesia diminta tidak ragu melebarkan sayap ke Benua Hitam. ”Pemerintah yang bisa menjembatani perusahaan untuk tahu negara mana saja yang bisa dijadikan mitra. KAA 2015 juga menjadi kesempatan bagi Indonesia dan negara Asia- Afrika lainnya untuk mempererat kerja sama dalam bidang perdagangan dan pengembangan kapasitas sosial,” tuturnya.
Fasilitas yang bisa diberikan kepada para pengusaha yaitu mempermudah pemberian kredit agar dapat mendorong kerja sama Asia-Afrika dalam bidang perekonomian dan sumber daya manusia. Indonesia sebagai penggagas KAA diminta menjadi aktor di kancah internasional antara negara-negara di Asia dan Afrika.
Menilik sejarah ada KAA pertama kali pada 1955 saat berlangsung perang dingin, KAA 2015 dinilai masih relevan. ”Kita memang sudah tidak lagi ada pada masa perang dingin yang membagi dua kubu yakni Blok Barat dan Blok Timur. Namun, kini ada dua kubu lagi Blok Utara dan Blok Selatan. Tidak ada lagi kesetaraan, yang ada negara miskin dan kaya, itu yang harus dihilangkan dengan saling bekerja sama dengan negara-negara Asia dan Afrika,” tutur Dewi Fortuna Anwar, deputi sekretaris Bidang Politik Wapres, yang menjadi moderator dalam diskusi tersebut.
Duta Besar China H E Xie Feng menegaskan, KAA 2015 diharapkan menjadi ajang yang mengedepankan kedamaian internasional. Salah satunya dengan cara menyamakan persepsi dalam bidang hukum internasional agar ke depan negara- negara Asia-Afrika bisa lebih cepat menyelesaikan perselisihan.
Ananda nararya
”Peringatan KAA ke-60 ini bukan hanya mempunyai nilai historis dan mengenang masa lalu, tapi untuk membangun jembatan antara dua benua besar yakni Asia-Afrika,” ucap Retno di Jakarta kemarin. Pada peringatan Ke-60 KAA ini, lebih dari 25 kepala negara dan kepala pemerintahan memastikan hadir.
Mereka akan menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia-Afrika pada 22-24 April mendatang di Jakarta dan Bandung . Selain itu, ada juga 18 permintaan dari negara-negara Asia-Afrika untuk mengadakan pertemuan bilateral dengan Presiden RI di sela-sela KTT.
Menurut Retno, sebelumnya tidak pernah ada forum untuk menjembatani kepentingan ekonomi dua benua selain forum tersebut. Namun, saat ini berkembang ada forum bisnis seperti Asian-Africa Business Summit (AABS) dan World Economic Forum. ”Forum-forum bisnis itu akan difokuskan ke sana (Jembatan Asia-Afrika). Kita juga mengajukan beberapa kegiatan budaya di mana akan menjadi soft power diplomacy untuk menyatukan Asia-Afrika,” kata Retno dalam siaran pers di Jakarta kemarin.
Menurutnya, saat ini Asia telah menjadi mesin ekonomi yang terus berkembang. Selain itu, ada upaya untuk menghubungkan kepentingan ekonomi Asia ke Afrika. ”KAA sebagai trigger untuk jembatan ini maju ke depan,” tuturnya.
Sementara itu, Indonesia diminta mengubah cara pandang terhadap Afrika agar bisa terjalin kerja sama yang lebih luas, terutama di sektor ekonomi. ”Indonesia harus menjadikan Afrika sebagai peluang. Targetnya, kita harus meningkatkan investasi. Di Afrika banyak sekali orang yang tertarik membeli sesuatu dan kita bisa menawarkan produk kita.
Hal ini harus diawali dengan mengubah pola pikir para pengusaha di Indonesia untuk mau berinvestasi di Afrika,” ungkap Yuri Octavian Thamrin, direktur jenderal Asia-Pasifik dan Afrika Kemlu, dalam dialog yang digelar Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) dengan tema ”Asia and Africa: Where Are We Now and Where We are Heading ” di Hotel Borobudur, Jakarta, kemarin.
Menurut Yuri, strategi yang bisa dilakukan yakni pemerintah harus membantu memberikan informasi kepada para pengusaha Indonesia perusahaan mana yang sudah maju dan berkembang di Afrika. Menurutnya, saat ini sudah ada satu perusahaan makanan mi instan yang berkembang pesat di Nigeria.
Karena itu, pengusaha Indonesia diminta tidak ragu melebarkan sayap ke Benua Hitam. ”Pemerintah yang bisa menjembatani perusahaan untuk tahu negara mana saja yang bisa dijadikan mitra. KAA 2015 juga menjadi kesempatan bagi Indonesia dan negara Asia- Afrika lainnya untuk mempererat kerja sama dalam bidang perdagangan dan pengembangan kapasitas sosial,” tuturnya.
Fasilitas yang bisa diberikan kepada para pengusaha yaitu mempermudah pemberian kredit agar dapat mendorong kerja sama Asia-Afrika dalam bidang perekonomian dan sumber daya manusia. Indonesia sebagai penggagas KAA diminta menjadi aktor di kancah internasional antara negara-negara di Asia dan Afrika.
Menilik sejarah ada KAA pertama kali pada 1955 saat berlangsung perang dingin, KAA 2015 dinilai masih relevan. ”Kita memang sudah tidak lagi ada pada masa perang dingin yang membagi dua kubu yakni Blok Barat dan Blok Timur. Namun, kini ada dua kubu lagi Blok Utara dan Blok Selatan. Tidak ada lagi kesetaraan, yang ada negara miskin dan kaya, itu yang harus dihilangkan dengan saling bekerja sama dengan negara-negara Asia dan Afrika,” tutur Dewi Fortuna Anwar, deputi sekretaris Bidang Politik Wapres, yang menjadi moderator dalam diskusi tersebut.
Duta Besar China H E Xie Feng menegaskan, KAA 2015 diharapkan menjadi ajang yang mengedepankan kedamaian internasional. Salah satunya dengan cara menyamakan persepsi dalam bidang hukum internasional agar ke depan negara- negara Asia-Afrika bisa lebih cepat menyelesaikan perselisihan.
Ananda nararya
(ftr)