MA Perberat Hukuman Budi Mulya Jadi 15 Tahun
A
A
A
JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) memperberat vonis mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Budi Mulya dari 12 tahun menjadi 15 tahun.
Budi dihukum dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Budi Mulya juga dibebankan denda sebesar Rp1 miliar subsider delapan bulan kurungan.
Dalam amar putusan bernomor 861 K/Pid.Sus/2015 itu, majelis hakim kasasi yang diketuai Artidjo Alkostar dengan anggota M Askin dan MS Lumme menyatakan menolak permohonan kasasi yang diajukan Budi Mulya. Putusan itu diketuk pada 8 April 2015. ”Putusan sudah diketuk, hukumannya ditambah,” ungkap Juru Bicara MA Suhadi saat dihubungi kemarin.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai pemberian persetujuan penetapan pemberian FPJP kepada Bank Century oleh terdakwa dilakukan dengan iktikad tidak baik yang dilakukan dengan cara melanggar Pasal 45 dan penjelasannya UU 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU 3 Tahun 2004.
Konsekuensi yuridisnya, perbuatan terdakwa merupakan perbuatan melawan hukum. ”Perbuatan terdakwa yang melawan hukum ternyata mempunyai hubungan kausal dengan kerugian keuangan negara sejak penyetoran PMS (penyertaan modal sementara) pertama kali pada 24 November 2008 hingga Desember 2013, yang jumlahnya Rp8.012.221.000.000,” tulis amar putusan majelis kasasi MA yang diterima KORAN SINDO kemarin.
Hakim juga menilai penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik yang selanjutnya diserahkan kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada 21 November 2008 dandisetujui terdakwa dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI hingga mengakibatkan kerugian negara Rp8.012.221.000.000 telah menciderai kepercayaan masyarakat terhadap kesungguhan negara dalam membangun demokrasi ekonomi.
Karena itu, hakim berpandangan terdakwa perlu dijatuhi pidana yang tepat sesuai dengan sifat berbahayanya kejahatan tersebut. Mengenai alasan-alasan kasasi yang diajukan Budi Mulya, majelis hakim pun menilai tidak dapat dibenarkan. Perbuatan terdakwa yang menyetujui penetapan PT Bank Century Tbk sebagai bank gagal yang berdampak sistemik, yang mengakibatkan kerugian negara, merupakan tindak pidana korupsi.
Kepala Biro Humas dan Hukum MA Ridwan Mansyur mengatakan, putusan hakim MA sesuai dengan pemintaan kasasi yang diajukan jaksa KPK. ”Ya, mengabulkan kasasi jaksa,” ungkap Ridwan. Sementara itu, Plt Wakil Ketua KPK Johan Budi mengaku belum menerima salinan putusan kasasi tersebut.
Namun dia menegaskan bahwa nantinya putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht) akan menjadi salah satu dasar pengembangan perkara, termasuk menjerat pihak lainnya. ”Kami belum menerima salinan putusan lengkap. Kalau sudah (menerima), tentu akan kami pelajari isi putusan itu yang kemudian menjadi salah satu acuan untuk mengembangkan penyelidikan perkara ini,” kata Johan, kemarin.
Kuasa hukum Budi Mulya, Luhut Pangaribuan menuturkan, kalaupun benar putusan kasasi kliennya menjadi 15 tahun, dia akan menyarankan Budi Mulya melakukan peninjauan kembali (PK). Menurut dia, putusan MA itu jelas tidak dapat diterima. Pasalnya, bukan Budi Mulya yang memberikan FPJP, melainkan BI (Bank Indonesia).
”Lagi pula sudah dibenarkan KSSK. Bersamaan dengan itu, kebijakan tidak bisa dikriminalisasi sebagaimana putusan MK dan UU Administrasi Negara. Biaya krisis harus ditanggung negara dan pada saat yang sama Bank Mutiara sudah laku dijual, jadi kerugian negara tidak ada sebagai perbuatan Budi Mulya,” tandas Luhut.
Sabir laluhu
Budi dihukum dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Budi Mulya juga dibebankan denda sebesar Rp1 miliar subsider delapan bulan kurungan.
Dalam amar putusan bernomor 861 K/Pid.Sus/2015 itu, majelis hakim kasasi yang diketuai Artidjo Alkostar dengan anggota M Askin dan MS Lumme menyatakan menolak permohonan kasasi yang diajukan Budi Mulya. Putusan itu diketuk pada 8 April 2015. ”Putusan sudah diketuk, hukumannya ditambah,” ungkap Juru Bicara MA Suhadi saat dihubungi kemarin.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai pemberian persetujuan penetapan pemberian FPJP kepada Bank Century oleh terdakwa dilakukan dengan iktikad tidak baik yang dilakukan dengan cara melanggar Pasal 45 dan penjelasannya UU 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU 3 Tahun 2004.
Konsekuensi yuridisnya, perbuatan terdakwa merupakan perbuatan melawan hukum. ”Perbuatan terdakwa yang melawan hukum ternyata mempunyai hubungan kausal dengan kerugian keuangan negara sejak penyetoran PMS (penyertaan modal sementara) pertama kali pada 24 November 2008 hingga Desember 2013, yang jumlahnya Rp8.012.221.000.000,” tulis amar putusan majelis kasasi MA yang diterima KORAN SINDO kemarin.
Hakim juga menilai penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik yang selanjutnya diserahkan kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada 21 November 2008 dandisetujui terdakwa dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI hingga mengakibatkan kerugian negara Rp8.012.221.000.000 telah menciderai kepercayaan masyarakat terhadap kesungguhan negara dalam membangun demokrasi ekonomi.
Karena itu, hakim berpandangan terdakwa perlu dijatuhi pidana yang tepat sesuai dengan sifat berbahayanya kejahatan tersebut. Mengenai alasan-alasan kasasi yang diajukan Budi Mulya, majelis hakim pun menilai tidak dapat dibenarkan. Perbuatan terdakwa yang menyetujui penetapan PT Bank Century Tbk sebagai bank gagal yang berdampak sistemik, yang mengakibatkan kerugian negara, merupakan tindak pidana korupsi.
Kepala Biro Humas dan Hukum MA Ridwan Mansyur mengatakan, putusan hakim MA sesuai dengan pemintaan kasasi yang diajukan jaksa KPK. ”Ya, mengabulkan kasasi jaksa,” ungkap Ridwan. Sementara itu, Plt Wakil Ketua KPK Johan Budi mengaku belum menerima salinan putusan kasasi tersebut.
Namun dia menegaskan bahwa nantinya putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht) akan menjadi salah satu dasar pengembangan perkara, termasuk menjerat pihak lainnya. ”Kami belum menerima salinan putusan lengkap. Kalau sudah (menerima), tentu akan kami pelajari isi putusan itu yang kemudian menjadi salah satu acuan untuk mengembangkan penyelidikan perkara ini,” kata Johan, kemarin.
Kuasa hukum Budi Mulya, Luhut Pangaribuan menuturkan, kalaupun benar putusan kasasi kliennya menjadi 15 tahun, dia akan menyarankan Budi Mulya melakukan peninjauan kembali (PK). Menurut dia, putusan MA itu jelas tidak dapat diterima. Pasalnya, bukan Budi Mulya yang memberikan FPJP, melainkan BI (Bank Indonesia).
”Lagi pula sudah dibenarkan KSSK. Bersamaan dengan itu, kebijakan tidak bisa dikriminalisasi sebagaimana putusan MK dan UU Administrasi Negara. Biaya krisis harus ditanggung negara dan pada saat yang sama Bank Mutiara sudah laku dijual, jadi kerugian negara tidak ada sebagai perbuatan Budi Mulya,” tandas Luhut.
Sabir laluhu
(ftr)