BUMD Banten Berpotensi Merugi Rp20,3 Miliar
A
A
A
SERANG - PT Banten Global Development (BGD) selaku badan usaha milik daerah (BUMD) Pemprov Banten memiliki potensi kerugian Rp20,384 miliar.
Kerugian ini dihasilkan dari sembilan kerja sama operasi (KSO) terhadap pihak ketiga yang dilakukan PT BGD selama 2014 dianggap bermasalah. Berdasarkan dokumen laporan keuangan PT BGD ke DPRD Banten, sembilan KSO tersebut meliputi; batching plant dengan investasi yang dikeluarkan Rp1 triliun, kargo (tidak diketahui nilai investasinya), briket kayu Rp10 miliar, dan batu split Rp1,1 miliar.
Selanjutnya KSO slag steel Rp1,4 miliar, kapal tongkang Rp2,5 miliar, dan pasir laut Rp1 miliar. Kemudian KSO tanah Rp4 miliar dan tambak udang Rp364,5 juta. Dari sembilan KSO ini, tujuh di antaranya dinyatakan bermasalah dengan keterangan pembukuan tidak jelas, sedangkan dua lainnya sudah memberikan keuntungan. Dalam laporan keuangan tertulis dari total KSO Rp21,384 miliar, yang memiliki potensial kerugian sebesar Rp20,384 miliar.
Tidak hanya itu, pada ringkasan laporan keuangan hingga Desember 2014 diketahui deposito yang dimiliki PT BGD sebesar Rp315 miliar, kas Rp3,8 miliar, penyertaan modal Rp45 miliar, dan aset ruko Rp4,6 miliar. Pada September 2014, ditemukan ada catatan saldo yang tidak dapat dipertanggungjawabkan sebesar Rp5,5 miliar.
Direksi PT BGD hingga kemarin belum ada yang memberikan keterangan jelas terkait ada permasalahan dalam laporan keuangan ini. Direktur Keuangan PT BGD Franklyn enggan berkomentar terkait masalah tersebut. ”Maaf saya tidak bisa berkomentar karena harus sepengetahuan dirut (Dirut PT BGD Wawan Zulmawan). Pak Wawan-nya sedang rapat,” ucapnya saat ditemui di Kantor PT BGD di kawasan Kemang, Kota Serang, kemarin.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III DPRD Banten Tb Luay Sofhani yang dikonfirmasi mengaku belum mengetahui seputar potensi kerugian pendapatan tersebut. Beberapa hari lalu menggelar rapat kerja dengan PT BGD, namun tidak ada pembahasan soal potensi kerugian PT BGD. ”Kemarin (Senin 7/4) kita rapat dengan PT BGD, tapi tidak ada pembahasan soal ini,” katanya.
Luay mengakui selama ini PT BGD tertutup soal laporan keuangan perusahaan. Dewan tidak mengetahui apa sebenarnya core business perusahaan ini. ”Sejak direksi yang lama kita sudah sering minta data laporan keuangannya, tapi sulit,” ungkapnya.
Teguh mahardika
Kerugian ini dihasilkan dari sembilan kerja sama operasi (KSO) terhadap pihak ketiga yang dilakukan PT BGD selama 2014 dianggap bermasalah. Berdasarkan dokumen laporan keuangan PT BGD ke DPRD Banten, sembilan KSO tersebut meliputi; batching plant dengan investasi yang dikeluarkan Rp1 triliun, kargo (tidak diketahui nilai investasinya), briket kayu Rp10 miliar, dan batu split Rp1,1 miliar.
Selanjutnya KSO slag steel Rp1,4 miliar, kapal tongkang Rp2,5 miliar, dan pasir laut Rp1 miliar. Kemudian KSO tanah Rp4 miliar dan tambak udang Rp364,5 juta. Dari sembilan KSO ini, tujuh di antaranya dinyatakan bermasalah dengan keterangan pembukuan tidak jelas, sedangkan dua lainnya sudah memberikan keuntungan. Dalam laporan keuangan tertulis dari total KSO Rp21,384 miliar, yang memiliki potensial kerugian sebesar Rp20,384 miliar.
Tidak hanya itu, pada ringkasan laporan keuangan hingga Desember 2014 diketahui deposito yang dimiliki PT BGD sebesar Rp315 miliar, kas Rp3,8 miliar, penyertaan modal Rp45 miliar, dan aset ruko Rp4,6 miliar. Pada September 2014, ditemukan ada catatan saldo yang tidak dapat dipertanggungjawabkan sebesar Rp5,5 miliar.
Direksi PT BGD hingga kemarin belum ada yang memberikan keterangan jelas terkait ada permasalahan dalam laporan keuangan ini. Direktur Keuangan PT BGD Franklyn enggan berkomentar terkait masalah tersebut. ”Maaf saya tidak bisa berkomentar karena harus sepengetahuan dirut (Dirut PT BGD Wawan Zulmawan). Pak Wawan-nya sedang rapat,” ucapnya saat ditemui di Kantor PT BGD di kawasan Kemang, Kota Serang, kemarin.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III DPRD Banten Tb Luay Sofhani yang dikonfirmasi mengaku belum mengetahui seputar potensi kerugian pendapatan tersebut. Beberapa hari lalu menggelar rapat kerja dengan PT BGD, namun tidak ada pembahasan soal potensi kerugian PT BGD. ”Kemarin (Senin 7/4) kita rapat dengan PT BGD, tapi tidak ada pembahasan soal ini,” katanya.
Luay mengakui selama ini PT BGD tertutup soal laporan keuangan perusahaan. Dewan tidak mengetahui apa sebenarnya core business perusahaan ini. ”Sejak direksi yang lama kita sudah sering minta data laporan keuangannya, tapi sulit,” ungkapnya.
Teguh mahardika
(ftr)