Kinerja Tak Memuaskan, Kabinet Perlu Dirombak
A
A
A
JAKARTA - Tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan Joko Widodo- Jusuf Kalla (Jokowi-JK) masih sangat rendah.
Tidak hanya kinerja presiden dan wakil presiden, publik juga tidak puas terhadap kinerja para menteri di Kabinet Kerja. Menurunnya kepuasan publik pada enam bulan masa pemerintahan terutama dipicu dengan terus naiknya harga kebutuhan pokok dan makin sulitnya masyarakat mengakses lapangan kerja. Kesimpulan ini berdasarkan hasil survei lembaga Indo Barometer yang dipublikasikan di Jakarta kemarin.
Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari mengatakan, tingkat kepuasan publik kepada pasangan presiden dan wakil presiden yang dilantik pada Oktober 2014 tersebut masih jauh di bawah angka standar, yaitu 75%. Tingkat kepuasan publik kepada kinerja Jokowi hanya 57,5%, sedangkan Jusuf Kalla hanya 53,3%.
Adapun terhadap kinerja para menteri secara keseluruhan hanya 46,8%. ”Hasil survei ini memberi pesan jelas, cepatcepat harus segera dilakukan perbaikan-perbaikan,” ujarnya saat memaparkan hasil surveinya kemarin.
Menurutnya, persoalan ekonomi menjadi masalah paling penting yang harus mendapat perhatian pemerintah karena 21,6% masyarakat mengeluhkan masalah ini. Selain itu, masalah lainnya yang juga penting menurut pendapat masyarakat, yaitu mahalnya harga kebutuhan pokok dengan perolehan 19,6%.
Masalah sulitnya mencari pekerjaan dan meningkatnya angka kemiskinan juga dipandang penting dengan porsi masing-masing 8,4% dan 6,7%. Survei ini juga memotret masalah korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang menurut publik paling penting mendapat perhatian pemerintah, yakni dengan angka 14,6%. ”Ini artinya masalah KKN harus menjadi perhatian untuk diselesaikan pemerintahan Jokowi-JK,” tandasnya.
Dia juga menyatakan seharusnya pemerintah mulai berbenah mengenai program prioritasnya, yaitu Nawacita, karena publik dinilai pesimistis Nawacita dapat terealisasi. Hanya 48,3% yang yakin program Nawacita dapat terealisasi. Qodari menyatakan angka tersebut berada di bawah 50% dan seharusnya menjadi early warning untuk pemerintahan Jokowi-JK.
Menanggapi hasil survei tersebut, Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman menyatakan pemerintah seharusnya melakukan perombakan susunan kabinet. ”Sudah saatnya Jokowi mengevaluasi kinerja kabinetnya, sepeti main bola perlu repositioning, tidak usah tunggu satu tahun, pandangan masyarakat lewat Indo Barometer ini sudah jelas. Kalau ini dilakukan dapat memperbaiki kinerja enam bulan ke depan, ini warning,” ujarnya kemarin.
Menurut Irman, dari segi stabilitas, dia menilai pemerintahan saat ini masih aman dalam menjalankan pemerintahan. Dia menilai kondisi saat ini tidak sama dengan apa yang terjadi pada 1998 saat terjadi krisis ekonomi dan politik. Hanya, dia mengingatkan pentingnya sinergitas antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam memacu pertumbuhan ekonomi.
Sementara itu, mantan Menteri Koordinator Perekonomian Rizal Ramli mengatakan perlu dilakukan perbaikan kinerja pemerintahan untuk kemajuan bangsa. ”Jika tak melakukan itu, khawatir pemerintahan Jokowi-JK tidak berlangsung lama, karena perubahan politik di Indonesia dinamis dan cair, ” ujarnya kemarin.
Menurutnya, tingkat kepuasan publik yang tidak sesuai harapan tersebut disebabkan para menteri kabinet Jokowi- JK memiliki paradigma sangat sederhana. Banyak menteri yang dinilai tidak mampu menyelesaikan masalah, tapi justru menciptakan masalah. ”Kalau ada masalah, langsung menaikkan harga,” ujarnya.
Rizal mengharapkan pada enam bulan ke depan pemerintahan Jokowi-JK bisa menjadikannya titik balik untuk memperbaiki keadaan agar rakyat Indonesia bisa menikmati kesejahteraan dan keadilan. ”Jokowi- JK harus kembali ke rel, yakni Kabinet Trisakti dan Nawacita sesuai yang dijanjikan,” ujarnya.
Sementara itu, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Arif Budimanta mengatakan bahwa enam bulan pemerintahan merupakan proses transformasi struktural untuk memperbaiki keadaan secara fundamental, khususnya bidang ekonomi. Arief mengakui hasil survei ini tak pelak menimbulkan shock. Namun, dia meyakini secara perlahan-lahan akan ada proses pelandaian.
”High cost economy belum turun, KKN masih diselesaikan. Ini butuh waktu dan hasilnya bisa didiagnosa baru di semester kedua tahun 2015, ” ujar staf menteri keuangan ini.
Mula Akma
Tidak hanya kinerja presiden dan wakil presiden, publik juga tidak puas terhadap kinerja para menteri di Kabinet Kerja. Menurunnya kepuasan publik pada enam bulan masa pemerintahan terutama dipicu dengan terus naiknya harga kebutuhan pokok dan makin sulitnya masyarakat mengakses lapangan kerja. Kesimpulan ini berdasarkan hasil survei lembaga Indo Barometer yang dipublikasikan di Jakarta kemarin.
Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari mengatakan, tingkat kepuasan publik kepada pasangan presiden dan wakil presiden yang dilantik pada Oktober 2014 tersebut masih jauh di bawah angka standar, yaitu 75%. Tingkat kepuasan publik kepada kinerja Jokowi hanya 57,5%, sedangkan Jusuf Kalla hanya 53,3%.
Adapun terhadap kinerja para menteri secara keseluruhan hanya 46,8%. ”Hasil survei ini memberi pesan jelas, cepatcepat harus segera dilakukan perbaikan-perbaikan,” ujarnya saat memaparkan hasil surveinya kemarin.
Menurutnya, persoalan ekonomi menjadi masalah paling penting yang harus mendapat perhatian pemerintah karena 21,6% masyarakat mengeluhkan masalah ini. Selain itu, masalah lainnya yang juga penting menurut pendapat masyarakat, yaitu mahalnya harga kebutuhan pokok dengan perolehan 19,6%.
Masalah sulitnya mencari pekerjaan dan meningkatnya angka kemiskinan juga dipandang penting dengan porsi masing-masing 8,4% dan 6,7%. Survei ini juga memotret masalah korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang menurut publik paling penting mendapat perhatian pemerintah, yakni dengan angka 14,6%. ”Ini artinya masalah KKN harus menjadi perhatian untuk diselesaikan pemerintahan Jokowi-JK,” tandasnya.
Dia juga menyatakan seharusnya pemerintah mulai berbenah mengenai program prioritasnya, yaitu Nawacita, karena publik dinilai pesimistis Nawacita dapat terealisasi. Hanya 48,3% yang yakin program Nawacita dapat terealisasi. Qodari menyatakan angka tersebut berada di bawah 50% dan seharusnya menjadi early warning untuk pemerintahan Jokowi-JK.
Menanggapi hasil survei tersebut, Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman menyatakan pemerintah seharusnya melakukan perombakan susunan kabinet. ”Sudah saatnya Jokowi mengevaluasi kinerja kabinetnya, sepeti main bola perlu repositioning, tidak usah tunggu satu tahun, pandangan masyarakat lewat Indo Barometer ini sudah jelas. Kalau ini dilakukan dapat memperbaiki kinerja enam bulan ke depan, ini warning,” ujarnya kemarin.
Menurut Irman, dari segi stabilitas, dia menilai pemerintahan saat ini masih aman dalam menjalankan pemerintahan. Dia menilai kondisi saat ini tidak sama dengan apa yang terjadi pada 1998 saat terjadi krisis ekonomi dan politik. Hanya, dia mengingatkan pentingnya sinergitas antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam memacu pertumbuhan ekonomi.
Sementara itu, mantan Menteri Koordinator Perekonomian Rizal Ramli mengatakan perlu dilakukan perbaikan kinerja pemerintahan untuk kemajuan bangsa. ”Jika tak melakukan itu, khawatir pemerintahan Jokowi-JK tidak berlangsung lama, karena perubahan politik di Indonesia dinamis dan cair, ” ujarnya kemarin.
Menurutnya, tingkat kepuasan publik yang tidak sesuai harapan tersebut disebabkan para menteri kabinet Jokowi- JK memiliki paradigma sangat sederhana. Banyak menteri yang dinilai tidak mampu menyelesaikan masalah, tapi justru menciptakan masalah. ”Kalau ada masalah, langsung menaikkan harga,” ujarnya.
Rizal mengharapkan pada enam bulan ke depan pemerintahan Jokowi-JK bisa menjadikannya titik balik untuk memperbaiki keadaan agar rakyat Indonesia bisa menikmati kesejahteraan dan keadilan. ”Jokowi- JK harus kembali ke rel, yakni Kabinet Trisakti dan Nawacita sesuai yang dijanjikan,” ujarnya.
Sementara itu, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Arif Budimanta mengatakan bahwa enam bulan pemerintahan merupakan proses transformasi struktural untuk memperbaiki keadaan secara fundamental, khususnya bidang ekonomi. Arief mengakui hasil survei ini tak pelak menimbulkan shock. Namun, dia meyakini secara perlahan-lahan akan ada proses pelandaian.
”High cost economy belum turun, KKN masih diselesaikan. Ini butuh waktu dan hasilnya bisa didiagnosa baru di semester kedua tahun 2015, ” ujar staf menteri keuangan ini.
Mula Akma
(ftr)