Pemerintah Kesulitan Evakuasi WNI dari Aden

Selasa, 07 April 2015 - 10:48 WIB
Pemerintah Kesulitan Evakuasi WNI dari Aden
Pemerintah Kesulitan Evakuasi WNI dari Aden
A A A
JAKARTA - Upaya Tim Percepatan Evakuasi membebaskan warga negara Indonesia dari zona perang Yaman tidak berjalan mudah.

Hingga kemarin sedikitnya 89 WNI masih terjebak di Aden, kota yang jadi medan pertempuran kelompok pemberontak Houthi dengan pasukan negara Teluk pimpinan Arab Saudi. Puluhan WNI itu terpaksa berlindung di posko keamanan (safe house) . ”Mereka belum dapat keluar menuju pelabuhan,” kata Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi di Gedung Palapa, Kementerian Luar Negeri, Jakarta, kemarin.

Retno menjelaskan, tertahannya puluhan WNI itu karena situasi yang belum kondusif. Perang terus berkecamuk, sementara Otoritas Yaman juga belum dapat memberikan jaminan keamanan terhadap WNI, termasuk kapal yang akan digunakan mengangkut mereka keluar dari Aden.

Seperti diskenariokan, para WNI di Aden akan dievakuasi melalui pelabuhan menuju Republik Djibouti. Saat ini, kata Retno, di Djibouti telah berkumpul 10 WNI yang sebelumnya telah berhasil dievakuasi dari Aden. Secara keseluruhan, jumlah WNI yang sudah dievakuasi dari Yaman ke Indonesia sebanyak 700 orang sejak Desember 2014.

Perinciannya, 332 WNI dipulangkan akhir 2014 dan 148 orang pada Februari-Maret. Selain itu, terdapat 110 orang lagi yang tiba di Indonesia pada Minggu (5/4) lalu. ”Pemerintah juga mendirikan safe house di Jizan, Arab Saudi. Dari sana nanti akan diterbangkan ke Tanah Air,” katanya.

Mantan duta besar RI untuk Belanda itu melanjutkan, 42 WNI telah berada di safe house itu. Seperti diberitakan, pemerintah Indonesia berupaya mengevakuasi seluruh WNI yang berada di Yaman terkait konflik negara itu. Dari data Kemlu, total ada 4.159 WNI di Yaman, terdiri atas 2.626 mahasiswa, 1.488 pekerja profesional, serta 45 staf dan keluarga KBRI Yaman.

Sebagian besar pekerja profesional di sana bekerja di bidang minyak dan gas. Gelombang kedua pemulangan WNI berlangsung kemarin. Berdasarkan pantauan, 42 WNI, termasuk anak-anak, tiba di Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, sekitar pukul 17.09 Wita. Mereka menumpang pesawat Qatar Airlines QR-962 dari Doha.

Koordinator Evakuasi Kementerian Luar Negeri Gatot Abdulah Mansur mengatakan, sebagian besar WNI yang tiba merupakan mahasiswa beserta keluarganya. Mereka berasal dari tiga daerah, yakni Surabaya, Makassar, dan Tambolaka.

”Mereka dievakuasi dari Sanaa menuju Udabiyah, kemudian diterbangkan ke Arab Saudi. Dari sana dibawa menuju Muskat, Oman, setelah itu ke Doha dan akhirnya ke Bali, ” kata Gatot di Bandara Ngurah Rai.

Alif Ilham, mahasiswa asal Madura, menceritakan situasi di Sanaa sangat mencekam. Karena perang terus berkecamuk, dia memutuskan ikut mendaftar evakuasi. ”Kami sangat ketakutan,” katanya.

Saudi Terus Menggempur

Situasi di Yaman masih membara. Arab Saudi yang memelopori serangan itu bahkan terlihat ingin memperbesar armada pasukannya dengan mendesak Pakistan memberikan bantuan militer. Menurut Menteri Pertahanan Pakistan Khawaja Asif, Saudi meminta bantuan pesawat tempur, kapal perang, dan tentara.

Hingga dua pekan, Pakistan memang tidak terlibat dalam koalisi pimpinan Arab Saudi yang didukung Amerika Serikat (AS), Inggris, Prancis, Turki, dan Belgia itu. Sebaliknya, koalisi pimpinan Arab Saudi secara konsisten menggempur Yaman, lebih tepatnya wilayah yang dikuasai kelompok pemberontak Syiah Houthi, melalui serangan udara.

Asif berulang kali mengatakan akan membantu Arab Saudi mempertahankan teritorial mereka di Timur Tengah. ”Pakistan dan Turki khawatir dengan kasus penggulingan pemerintah terpilih Yaman oleh kekuatan militer. Kami sepakat krisis berkepanjangan di Yaman akan menjerumuskan Yaman pada kekacauan,” ujarnya.

Arif Rafiq, sarjana Institut Timur Tengah yang berbasis di Washington, AS, menilai Pakistan tidak akan mudah melakukan intervensi militer. Namun, Pakistan juga tidak ingin mengecewakan Arab Saudi. ”Karena itu, Pakistan akan memenuhi ekspektasi Arab Saudi pada level minimum. Namun, mereka sepertinya tidak ingin terlibat penuh,” katanya.

Pakistan dan Arab Saudi memiliki hubungan yang baik. Saudi bahkan pernah memberikan dana tambahan untuk menyelamatkan Pakistan dari krisis ekonomi. Tahun lalu Pakistan menerima USD1,5 miliar. Selain itu, pada 1999 saat situasi politik Pakistan bergejolak yang menyebabkan kudeta militer, Pakistan dilindungi Arab Saudi.

Mayor Jenderal Mahmud Ali Durrani mengatakan, intervensi militer Pakistan di Yaman bukan keputusan yang bijak. ”Jika pengiriman militer dilakukan untuk mempertahankan wilayah Arab Saudi, saya pikir pemerintah akan melakukannya tanpa banyak basa-basi,” ujar Durrani. ”Namun, untuk mengirimkan militer ke negara ketiga, saya pikir itu akan menjadi keputusan yang tidak bijak,” sambungnya.

Baku tembak masih terjadi antara Houthi dan tentara Yaman yang loyal terhadap Presiden Abedrabbo Mansour Hadi di Yaman. Sedikitnya 53 orang tewas dalam baku tembak di Aden Selatan, kemarin. Tujuh di antaranya merupakan warga sipil, 10 tentara Yaman, dan sisanya tentara Houthi, kata petugas medis dan tentara. Puluhan orang juga dilaporkan luka-luka.

Saksi mata mengatakan kontak senjata masih intens terjadi mengingat Houthi berusaha mengepung pelabuhan Aden. Februari lalu, Hadi menggunakan Aden sebagai pusat pemerintahan sementara Yaman, sebelum akhirnya dia terbang ke Arab Saudi untuk berlindung.

Sementara itu, Houthi siap membuka perundingan damai jika koalisi menghentikan serangan udara. Saleh al-Sammad, penasihat Hadi, mengatakan bahwa sebelumnya pemerintah sudah menawarkan dialog terbuka dan mereka tetap komitmen dengan keputusan itu.

Jika tawaran itu menemui titik temu, negosiasi akan dimediasi pihak ketiga. ”Kami tidak meminta syarat apa pun kecuali penghentian agresi dan duduk di satu meja untuk melakukan dialog,” kata Saleh.

Muh shamil/ Miftachul chusna
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5942 seconds (0.1#10.140)