Tak Ada Jalan yang Tak Macet
A
A
A
JAKARTA - Kemacetan yang melanda Ibu Kota sudah tidak pandang bulu lagi waktu dan lokasinya. Sepanjang waktu dan di seluruh jalan, arus lalu lintas selalu didera kemacetan. Tak ada ruang kosong di semua ruas jalan.
Jalan tol yang dibangun di dalam kota yang awalnya dibangun sebagai pemecah kemacetan sudah tidak sanggup lagi menampung kendaraan pribadi yang semakin bertambah. Seperti di jalur tol dalam kota (Jakarta Inner Ring Road/ JIRR) Cawang arah Grogol serta di jalur tol lingkar luar (Jakarta Outer Ring Road/JORR) Cikunir- Pondok Indah, Jakarta Selatan.
Setiap hari jalan bebas hambatan tersebut penuh dengan kendaraan hingga kemacetan terjadi sampai puluhan kilometer. Kepala Subdirektorat Keamanan dan Keselamatan Direktorat Lalu Lintas Polda (Ditlantas) Metro Jaya AKBP Irvan Prawirayuda mengatakan, jalan tol kini tidak lagi menjadi primadona untuk memangkas durasi perjalanan.
” Macet sudah terjadi di dalam dan luar tol,” katanya kemarin. Menurut Irvan, pihaknya mengusulkan dua wacana pengurai macet di ruas tol yaitu menerapkan kembali sistem lawan arah (contraflow ) di JIRR Cawang dan pembatasan jam operasional truk di JORR. Polda Metro Jaya berharap usulan itu bisa disetujui PT Jasa Marga, selaku penyedia jasa tol.
Sebelumnya regulasi contraflow arah Grogol diterapkan selama empat jam mulai pukul 06.00-10.00 WIB dan berlangsung selama 29 bulan sejak 1 Mei 2012 hingga 1 Oktober 2014. Pintu masuk jalur contraflow berada di Km 3+050 sisi Jalan MT Haryono dan berakhir di Km 8+600 sisi Jalan Gatot Subroto.
PT Jasa Marga akhirnya tidak lagi memperpanjang kebijakan tersebut dengan alasan JORR W2 arah Bandara Internasional Soekarno-Hatta telah dibuka. Dengan demikian, pengendara dari Bekasi, Tanjung Priok, dan Bogor, tujuan Bandara Bandara Internasional Soekarno- Hatta tidak perlu lagi melintas di ruas tol dalam kota.
Adapun wacana untuk pemberlakuan jam operasional truk di JORR, lanjut Irvan, sedang dimatangkan oleh Subdit Patroli Jalan Raya (PJR) Ditlantas Polda Metro Jaya. Kebijakan pembatasan armada berat itu akan dimulai pukul 22.00- 05.00 WIB dan hanya berlaku pada hari kerja.
”Untuk dua wacana ini akan kita lakukan survei pekan depan dan kemudian melakukan pembahasan dengan PT Jasa Marga. Kami belum bisa memastikan kapan rencana rekayasa lalu lintas ini bisa dilaksanakan dan semoga saja bisa secepatnya,” tuturnya.
Solusi untuk mengurai macet di jalan arteri adalah membuat kanalisasi jalur sepeda motor seperti yang diterapkan di Jalan Gatot Subroto mulai dari depan Kantor Ditjen Pajak hingga Polda Metro Jaya atau tepat di sisi kiri tol dalam kota. Irvan mengaku kanalisasi tersebut tidak serta-merta membuat jalan menjadi lancar.
”Kanalisasi justru membuat pengendara menjadi tertib. Kalau mau dipelihara, pemerintah harus tegas membuat jalur khusus sepeda motor, dan kalau tidak maka sebaiknya dibuat larangannya,” tegasnya. Kemacetan yang semakin parah dirasakan sejumlah warga. Mereka mengeluhkan makin lamanya waktu yang harus digunakan untuk mencapai tujuan.
Misalnya saja jalur Bekasi- Jakarta kini harus ditempuh dalam waktu tiga jam dengan kendaraan pribadi. Seorang warga Anissa Oktaviani, 25, mengaku harus berjibaku dengan kemacetan setiap hari ketika berangkat kerja dari Bekasi menuju kantornya di Jakarta. ”Saya berangkat kerja jam 06.30 dari Bekasi, sampai kantor di Jakarta Pusat sekitar pukul 09.30,” kata karyawati salah satu perusahaan telekomunikasi ini.
Menurutnya, setiap hari rute Bekasi-Jakarta selalu macet parah. Rute ke DKI Jakarta melalui Jalan Sudirman hingga Harapan Indah hingga masuk perbatasan dan Pulo Gadung dipastikan macet parah. Rute dari arah Kalimalang hingga perbatasan DKI Jakarta juga macet. Termasuk rute dari Bintara menuju Buaran, Klender, Jakarta Timur. ”Lewat tol Jakarta-Cikampek juga macet parah. Tidak ada rute yang tidak macet dari Bekasi hingga DKI Jakarta. Kondisi ini terjadi di jam berangkat kerja dan pulang kerja,” ungkapnya.
Kemacetan parah yang terjadi di tol Jakarta-Cikampek mulai dari pintu masuk Tol Bekasi Barat. Kemacetan panjang bisa beberapa kilometer hingga pintu tol Jatibening. Kemacetan juga terjadi ketika masuk tol dalam kota hingga keluar tol Semanggi.
Dengan kemacetan tersebut, perempuan yang tinggal di Bekasi Barat ini harus rela sampai rumah menjelang tengah malam. ”Berangkatnya macet 2- 3 jam, pulangnya juga sama macet parah. Naik KRL lebih cepat, tapi sangat padat membuat saya tidak nyaman,” ucapnya.
Sementara itu, pengendara sepeda motor Hendrawan mengaku terpaksa mengubah waktu aktivitasnya lantaran ada proyek pembangunan jalan layang khusus Transjakarta (busway) Ciledug-Kapten Tendean. Sebelum ada proyek jalan tersebut, dia berangkat dari rumah pukul 06.30 WIB dan sampai di kantor di Kuningan sebelum pukul 08.30 WIB.
”Sejak ada proyek jalan layang itu, saya harus berangkat pukul 05.30 WIB. Kalau sudah lewat pukul 06.00, macetnya sudah parah,” kata pria yang tinggal di Petukangan Utara, Pesanggrahan ini. Wakil Ketua Bidang Riset dan Advokasi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno berharap pemerintah memiliki masterplan mengenai transportasi umum untuk menekan kemacetan.
Dari catatannya, selain DKI Jakarta, hanya ada dua pemerintah daerah yang memiliki inisiatif membuat masterplan transportasi umum yaitu Kota Surakarta dan Kabupaten Belitung. ”Jadi mana mungkin pemda lain serius dengan angkutan umum karena masterplan saja tidak punya,” katanya.
Helmi syarif/ Bima setiyadi/ Abdullah m surjaya/ R ratna purnama
Jalan tol yang dibangun di dalam kota yang awalnya dibangun sebagai pemecah kemacetan sudah tidak sanggup lagi menampung kendaraan pribadi yang semakin bertambah. Seperti di jalur tol dalam kota (Jakarta Inner Ring Road/ JIRR) Cawang arah Grogol serta di jalur tol lingkar luar (Jakarta Outer Ring Road/JORR) Cikunir- Pondok Indah, Jakarta Selatan.
Setiap hari jalan bebas hambatan tersebut penuh dengan kendaraan hingga kemacetan terjadi sampai puluhan kilometer. Kepala Subdirektorat Keamanan dan Keselamatan Direktorat Lalu Lintas Polda (Ditlantas) Metro Jaya AKBP Irvan Prawirayuda mengatakan, jalan tol kini tidak lagi menjadi primadona untuk memangkas durasi perjalanan.
” Macet sudah terjadi di dalam dan luar tol,” katanya kemarin. Menurut Irvan, pihaknya mengusulkan dua wacana pengurai macet di ruas tol yaitu menerapkan kembali sistem lawan arah (contraflow ) di JIRR Cawang dan pembatasan jam operasional truk di JORR. Polda Metro Jaya berharap usulan itu bisa disetujui PT Jasa Marga, selaku penyedia jasa tol.
Sebelumnya regulasi contraflow arah Grogol diterapkan selama empat jam mulai pukul 06.00-10.00 WIB dan berlangsung selama 29 bulan sejak 1 Mei 2012 hingga 1 Oktober 2014. Pintu masuk jalur contraflow berada di Km 3+050 sisi Jalan MT Haryono dan berakhir di Km 8+600 sisi Jalan Gatot Subroto.
PT Jasa Marga akhirnya tidak lagi memperpanjang kebijakan tersebut dengan alasan JORR W2 arah Bandara Internasional Soekarno-Hatta telah dibuka. Dengan demikian, pengendara dari Bekasi, Tanjung Priok, dan Bogor, tujuan Bandara Bandara Internasional Soekarno- Hatta tidak perlu lagi melintas di ruas tol dalam kota.
Adapun wacana untuk pemberlakuan jam operasional truk di JORR, lanjut Irvan, sedang dimatangkan oleh Subdit Patroli Jalan Raya (PJR) Ditlantas Polda Metro Jaya. Kebijakan pembatasan armada berat itu akan dimulai pukul 22.00- 05.00 WIB dan hanya berlaku pada hari kerja.
”Untuk dua wacana ini akan kita lakukan survei pekan depan dan kemudian melakukan pembahasan dengan PT Jasa Marga. Kami belum bisa memastikan kapan rencana rekayasa lalu lintas ini bisa dilaksanakan dan semoga saja bisa secepatnya,” tuturnya.
Solusi untuk mengurai macet di jalan arteri adalah membuat kanalisasi jalur sepeda motor seperti yang diterapkan di Jalan Gatot Subroto mulai dari depan Kantor Ditjen Pajak hingga Polda Metro Jaya atau tepat di sisi kiri tol dalam kota. Irvan mengaku kanalisasi tersebut tidak serta-merta membuat jalan menjadi lancar.
”Kanalisasi justru membuat pengendara menjadi tertib. Kalau mau dipelihara, pemerintah harus tegas membuat jalur khusus sepeda motor, dan kalau tidak maka sebaiknya dibuat larangannya,” tegasnya. Kemacetan yang semakin parah dirasakan sejumlah warga. Mereka mengeluhkan makin lamanya waktu yang harus digunakan untuk mencapai tujuan.
Misalnya saja jalur Bekasi- Jakarta kini harus ditempuh dalam waktu tiga jam dengan kendaraan pribadi. Seorang warga Anissa Oktaviani, 25, mengaku harus berjibaku dengan kemacetan setiap hari ketika berangkat kerja dari Bekasi menuju kantornya di Jakarta. ”Saya berangkat kerja jam 06.30 dari Bekasi, sampai kantor di Jakarta Pusat sekitar pukul 09.30,” kata karyawati salah satu perusahaan telekomunikasi ini.
Menurutnya, setiap hari rute Bekasi-Jakarta selalu macet parah. Rute ke DKI Jakarta melalui Jalan Sudirman hingga Harapan Indah hingga masuk perbatasan dan Pulo Gadung dipastikan macet parah. Rute dari arah Kalimalang hingga perbatasan DKI Jakarta juga macet. Termasuk rute dari Bintara menuju Buaran, Klender, Jakarta Timur. ”Lewat tol Jakarta-Cikampek juga macet parah. Tidak ada rute yang tidak macet dari Bekasi hingga DKI Jakarta. Kondisi ini terjadi di jam berangkat kerja dan pulang kerja,” ungkapnya.
Kemacetan parah yang terjadi di tol Jakarta-Cikampek mulai dari pintu masuk Tol Bekasi Barat. Kemacetan panjang bisa beberapa kilometer hingga pintu tol Jatibening. Kemacetan juga terjadi ketika masuk tol dalam kota hingga keluar tol Semanggi.
Dengan kemacetan tersebut, perempuan yang tinggal di Bekasi Barat ini harus rela sampai rumah menjelang tengah malam. ”Berangkatnya macet 2- 3 jam, pulangnya juga sama macet parah. Naik KRL lebih cepat, tapi sangat padat membuat saya tidak nyaman,” ucapnya.
Sementara itu, pengendara sepeda motor Hendrawan mengaku terpaksa mengubah waktu aktivitasnya lantaran ada proyek pembangunan jalan layang khusus Transjakarta (busway) Ciledug-Kapten Tendean. Sebelum ada proyek jalan tersebut, dia berangkat dari rumah pukul 06.30 WIB dan sampai di kantor di Kuningan sebelum pukul 08.30 WIB.
”Sejak ada proyek jalan layang itu, saya harus berangkat pukul 05.30 WIB. Kalau sudah lewat pukul 06.00, macetnya sudah parah,” kata pria yang tinggal di Petukangan Utara, Pesanggrahan ini. Wakil Ketua Bidang Riset dan Advokasi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno berharap pemerintah memiliki masterplan mengenai transportasi umum untuk menekan kemacetan.
Dari catatannya, selain DKI Jakarta, hanya ada dua pemerintah daerah yang memiliki inisiatif membuat masterplan transportasi umum yaitu Kota Surakarta dan Kabupaten Belitung. ”Jadi mana mungkin pemda lain serius dengan angkutan umum karena masterplan saja tidak punya,” katanya.
Helmi syarif/ Bima setiyadi/ Abdullah m surjaya/ R ratna purnama
(ftr)