Memahami Bayi Tabung via Seni
A
A
A
Dia “mengawinkan” dunia seni dengan dunia medis. Seluk beluk dan semua permasalahan yang terkait dengan bayi tabung rasanya masih sukar dibayangkan dalam alam logika manusia. Kita kerap bertanya-tanya bagaimana proses sesungguhnya, dan tahapan-tahapan seperti apa yang akhirnya bisa berujung pada sebuah konklusi dia adalah bayi tabung.
Inilah yang coba dibuka dan dijawab sang seniman, yang juga seorang dokter spesialis bidang assisted reproductive technology (ART), atau istilah generiknya adalah teknologi bayi tabung, Aucky Hinting. Dari pengetahuan, pemahaman, dan pengalamannya selama puluhan tahun menggeluti bidang bayi tabung, akhirnya menggelitik dan mendorong jiwa seni yang memang dimilikinya.
Sang dokter seolah ingin mengawinkan antara dunia seni dengan dunia medis, dalam hal ini dunia bayi tabung. Dokter Aucky seperti hendak membuka tabir yang berseliweran tentang bayi tabung di kalangan masyarakat dengan fakta ilmu dan rumusan teknologi yang memang dibutuhkan dan akhirnya bisa diharapkan membantu manusia.
Pameran yang digelar selama sepekan, yakni 21-28 Maret di Bentara Budaya Jakarta (BBJ), Jakarta, seperti membuka mata dan pikiran banyak orang tentang dunia si jabang bayi tabung. Seperti layaknya rumah sakit, ruang pameran pun dipenuhi dengan berbagai alat dan fasilitas medis. Beberapa karya terbuat dari botol-botol obat yang merupakan botol kaca. Juga ada beberapa lukisan yang masih menggambarkan tentang proses bayi tabung.
Dengan meyakinkan, dokter Aucky mentransformasikan disiplin dan pengetahuan terkait ART menjadi karya-karya seni rupa. “Saya menggambar alat-alat seperti mikroskop, inkubator, dan apa yang saya lihat di bawah mikroskop, di dalam inkubator serta imajinasi-imajinasi tentang hasil karya ART seperti kehamilan, janin, dan bayi,” ungkap Aucky dalam buku katalognya.
Aucky sepertinya benar. Lihat saja ketika sebuah instalasi patung perempuan yang terbuat dari ratusan botol-botol obat yang harus ditusukkan ke tubuh wanita dalam proses bayi tabung. Karya berjudul vials of the female sacrifice berwarna merah muda ini menggambarkan tentang posisi seorang wanita pada waktu pemanenan sel telur. Posisinya telentang seperti hendak mau melahirkan.
Agar diperoleh sel telur dalam jumlah cukup, maka sang wanita pun harus diberi obat suntikan yang dilakukan setiap hari selama 7-10 hari sampai jumlah, ukuran, dan kematangan sel telur memadai. Tepat di bawah patung wanita ini terdapat ratusan botol-botol obat yang disuntikkan ke tubuh pasien. Pasien ini dikelilingi oleh tenaga medis, yaitu dokter, perawat, dan ilmuwan medis lainnya.
Mereka hadir disimbolkan dengan baju-baju medis yang terbuat dari botol-botol obat suntik tersebut. Lalu yang tak kalah unik adalah karya instalasi berjudul Egg Harvest #2. Sebuah ruangan hening yang menunjukkan kekhusyukan proses memanen benih seorang wanita. Di dalam ruangan yang ditutupi kain berwarna hitam, seolah-olah indung telur yang siap dipanen tergantung di atas dan jarum untuk memanen selnya terjuntai ke bawah. Masih terkait, hadir pula Egg Harvest #3.
Karya ini menunjukkan juntaian jarum untuk memanen sel telur yang ditusukkan ke indung telur di atasnya. Kemudian, Life Inside the Bottle . Ada 14 botol yang merefleksikan impian bayi atau janin di dalam tabung atau botol dalam penampakan sesungguhnya. Seakanakan kita melihat ada janin hidup di dalam botol itu. Di dekat pintu masuk terdapat pula instalasi berjudul Human Life Cycle #2.
Karya ini terinspirasi dari lukisan Human Life Cycles, yang dimulai dari pertemuan sel sperma dan sel telur, lalu terbentuk zygote. Kemudian terjadi kehamilan, lahir bayi, menjadi anak-anak, dewasa, kawin, membentuk keluarga dan seterusnya berputar lagi. Ini adalah semacam siklus kehidupan yang terbuat dari patung resin berwarna perak atau abu-abu.
Siklus atau roda kehidupan ini terdiri dari enam patung yang berputar terus dari generasi ke generasi mulai dari tingkat seluler sampai anak manusia menjadi dewasa. Tergambar juga proses kematian sel yang disebut apoptosis, siklus sel, siklus ART dan lainnya. Kurator Suwarno Wisetrotomo melihat karya-karya dokter Aucky merupakan upaya alih bentuk, modifikasi, atau penjelmaan dari pemikiran dan berbagai kalkulasi tentang praktik ART yang rigid, matematis, cermat, dan eksak, menjadi praktik seni yang bebas, liar, bermain-main, dan memberikan ruang untuk berbagai kemungkinan.
“Karya-karyanya merupakan rekaman atas semua pengalamannya itu, sekaligus sebagai artifak persilangan antara dunia kedokteran yang rigid dan steril dengan dunia seni yang simbolik dan imajinatif,” ungkapnya. Suwarno kebetulan setia menemani diskusi urusan teknis dengan sang seniman pada dua pameran tunggalnya yang telah digelar sebelumnya pada 2011 lalu di Ambrosia Hall Resto Nine di Surabaya dan setahun kemudian di Bentara Budaya Yogyakarta.
Melukis Realitas, Harapan hingga Lelucon
Selain berbagai instalasi, geliat seni dokter Aucky juga ditumpahkan dalam lukisan. Banyak lukisannya menceritakan tentang proses ART, realita, harapan, kecemasan, hingga lelucon yang terkait dengan proses bayi tabung. Seperti lukisan berjudul Art in Action. Aktivitas ART membutuhkan kerja tim yang cepat, seirama, akurat, efektif dengan konsentrasi tinggi. Seluruh aktivitas dikendalikan oleh orangorang terlatih di balik peralatan medis yang begitu canggih.
Lukisan ini dibuat untuk memperingati 25 tahun berkarya dalam ART seperti yang diteriakkan di sebelah kanan atas lukisan: 25 Years of ART , dan pesan dari pengalaman tersebut ditulis di sebelah kiri: After 25 Years of ART, after over 5000 ART cycles, after all blood, sweat and tears, nothing is not important: team work, stimulation, egg quality, lab performance, clinical staff, relaxation, prayer...
Ada satu lukisan yang menceritakan tentang rutinitas yang dijalani sang dokter. Dia dikelilingi puluhan pasangan suami istri yang semuanya bertujuan sama, yakni mendapatkan sang buah hati. Dalam melayani pasien, sang dokter mempunyai prinsip bernama AH Lavol Tritol , yang merupakan plesetan dari Aucky Hinting Love All Treat All. Artinya, dokter Aucky melayani semua pasien dengan cinta, tanpa perbedaan.
susi susanti
Inilah yang coba dibuka dan dijawab sang seniman, yang juga seorang dokter spesialis bidang assisted reproductive technology (ART), atau istilah generiknya adalah teknologi bayi tabung, Aucky Hinting. Dari pengetahuan, pemahaman, dan pengalamannya selama puluhan tahun menggeluti bidang bayi tabung, akhirnya menggelitik dan mendorong jiwa seni yang memang dimilikinya.
Sang dokter seolah ingin mengawinkan antara dunia seni dengan dunia medis, dalam hal ini dunia bayi tabung. Dokter Aucky seperti hendak membuka tabir yang berseliweran tentang bayi tabung di kalangan masyarakat dengan fakta ilmu dan rumusan teknologi yang memang dibutuhkan dan akhirnya bisa diharapkan membantu manusia.
Pameran yang digelar selama sepekan, yakni 21-28 Maret di Bentara Budaya Jakarta (BBJ), Jakarta, seperti membuka mata dan pikiran banyak orang tentang dunia si jabang bayi tabung. Seperti layaknya rumah sakit, ruang pameran pun dipenuhi dengan berbagai alat dan fasilitas medis. Beberapa karya terbuat dari botol-botol obat yang merupakan botol kaca. Juga ada beberapa lukisan yang masih menggambarkan tentang proses bayi tabung.
Dengan meyakinkan, dokter Aucky mentransformasikan disiplin dan pengetahuan terkait ART menjadi karya-karya seni rupa. “Saya menggambar alat-alat seperti mikroskop, inkubator, dan apa yang saya lihat di bawah mikroskop, di dalam inkubator serta imajinasi-imajinasi tentang hasil karya ART seperti kehamilan, janin, dan bayi,” ungkap Aucky dalam buku katalognya.
Aucky sepertinya benar. Lihat saja ketika sebuah instalasi patung perempuan yang terbuat dari ratusan botol-botol obat yang harus ditusukkan ke tubuh wanita dalam proses bayi tabung. Karya berjudul vials of the female sacrifice berwarna merah muda ini menggambarkan tentang posisi seorang wanita pada waktu pemanenan sel telur. Posisinya telentang seperti hendak mau melahirkan.
Agar diperoleh sel telur dalam jumlah cukup, maka sang wanita pun harus diberi obat suntikan yang dilakukan setiap hari selama 7-10 hari sampai jumlah, ukuran, dan kematangan sel telur memadai. Tepat di bawah patung wanita ini terdapat ratusan botol-botol obat yang disuntikkan ke tubuh pasien. Pasien ini dikelilingi oleh tenaga medis, yaitu dokter, perawat, dan ilmuwan medis lainnya.
Mereka hadir disimbolkan dengan baju-baju medis yang terbuat dari botol-botol obat suntik tersebut. Lalu yang tak kalah unik adalah karya instalasi berjudul Egg Harvest #2. Sebuah ruangan hening yang menunjukkan kekhusyukan proses memanen benih seorang wanita. Di dalam ruangan yang ditutupi kain berwarna hitam, seolah-olah indung telur yang siap dipanen tergantung di atas dan jarum untuk memanen selnya terjuntai ke bawah. Masih terkait, hadir pula Egg Harvest #3.
Karya ini menunjukkan juntaian jarum untuk memanen sel telur yang ditusukkan ke indung telur di atasnya. Kemudian, Life Inside the Bottle . Ada 14 botol yang merefleksikan impian bayi atau janin di dalam tabung atau botol dalam penampakan sesungguhnya. Seakanakan kita melihat ada janin hidup di dalam botol itu. Di dekat pintu masuk terdapat pula instalasi berjudul Human Life Cycle #2.
Karya ini terinspirasi dari lukisan Human Life Cycles, yang dimulai dari pertemuan sel sperma dan sel telur, lalu terbentuk zygote. Kemudian terjadi kehamilan, lahir bayi, menjadi anak-anak, dewasa, kawin, membentuk keluarga dan seterusnya berputar lagi. Ini adalah semacam siklus kehidupan yang terbuat dari patung resin berwarna perak atau abu-abu.
Siklus atau roda kehidupan ini terdiri dari enam patung yang berputar terus dari generasi ke generasi mulai dari tingkat seluler sampai anak manusia menjadi dewasa. Tergambar juga proses kematian sel yang disebut apoptosis, siklus sel, siklus ART dan lainnya. Kurator Suwarno Wisetrotomo melihat karya-karya dokter Aucky merupakan upaya alih bentuk, modifikasi, atau penjelmaan dari pemikiran dan berbagai kalkulasi tentang praktik ART yang rigid, matematis, cermat, dan eksak, menjadi praktik seni yang bebas, liar, bermain-main, dan memberikan ruang untuk berbagai kemungkinan.
“Karya-karyanya merupakan rekaman atas semua pengalamannya itu, sekaligus sebagai artifak persilangan antara dunia kedokteran yang rigid dan steril dengan dunia seni yang simbolik dan imajinatif,” ungkapnya. Suwarno kebetulan setia menemani diskusi urusan teknis dengan sang seniman pada dua pameran tunggalnya yang telah digelar sebelumnya pada 2011 lalu di Ambrosia Hall Resto Nine di Surabaya dan setahun kemudian di Bentara Budaya Yogyakarta.
Melukis Realitas, Harapan hingga Lelucon
Selain berbagai instalasi, geliat seni dokter Aucky juga ditumpahkan dalam lukisan. Banyak lukisannya menceritakan tentang proses ART, realita, harapan, kecemasan, hingga lelucon yang terkait dengan proses bayi tabung. Seperti lukisan berjudul Art in Action. Aktivitas ART membutuhkan kerja tim yang cepat, seirama, akurat, efektif dengan konsentrasi tinggi. Seluruh aktivitas dikendalikan oleh orangorang terlatih di balik peralatan medis yang begitu canggih.
Lukisan ini dibuat untuk memperingati 25 tahun berkarya dalam ART seperti yang diteriakkan di sebelah kanan atas lukisan: 25 Years of ART , dan pesan dari pengalaman tersebut ditulis di sebelah kiri: After 25 Years of ART, after over 5000 ART cycles, after all blood, sweat and tears, nothing is not important: team work, stimulation, egg quality, lab performance, clinical staff, relaxation, prayer...
Ada satu lukisan yang menceritakan tentang rutinitas yang dijalani sang dokter. Dia dikelilingi puluhan pasangan suami istri yang semuanya bertujuan sama, yakni mendapatkan sang buah hati. Dalam melayani pasien, sang dokter mempunyai prinsip bernama AH Lavol Tritol , yang merupakan plesetan dari Aucky Hinting Love All Treat All. Artinya, dokter Aucky melayani semua pasien dengan cinta, tanpa perbedaan.
susi susanti
(bbg)