Putusan Sela PTUN Pasung Agung Laksono Cs
A
A
A
JAKARTA - Partai Golkar kubu Agung Laksono dinilai tidak memiliki ruang gerak politik untuk sementara ini. Hal itu selama putusan sela Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta atas gugatan kubu Aburizal Bakrie (Ical) masih berlaku.
"Putusan tersebut untuk sementara waktu mengunci pergerakan politik kelompok Agung. Mereka terpasung oleh putusan itu," ujar Pengamat Politik Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahuddin kepada Sindonews, Kamis 2 April 2015.
Sebab, kata dia, SK Menkumham Nomor M.HH-01.AH.11.01 itu selalu dijadikan sebagai golden key oleh kubu Agung Laksono untuk mengambil alih kepemimpinan Fraksi Partai Golkar di DPR RI dan merombak kepengurusan partai di daerah. Termasuk klaim sebagai pengurus yang sah kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam rangka pencalonan Pilkada.
Kini, menurut dia, sejumlah hal tersebut tidak bisa dilakukan oleh kubu Agung Laksono untuk sementara. "Jadi tidak ada yang bisa dilakukan oleh kubu Agung sekarang ini, kecuali wajib tunduk dan patuh pada penetapan PTUN tersebut," tuturnya.
Sebab, tambah Said, putusan sela itu kini menjadi hukum yang berlaku untuk sementara waktu dalam persoalan dualisme kepengurusan Partai Golkar, sampai dengan dijatuhkannya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Seperti diketahui, PTUN Jakarta mengabulkan gugatan yang diajukan pengurus DPP Partai Golkar kubu Aburizal Bakrie (Ical). Adapun gugatan tersebut tersebut terkait Surat Keputusan (SK) Menkumham yang mengesahkan kepengurusan hasil Munas Ancol yang dipimpin Agung Laksono.
Dalam putusan sela yang dibacakan secara bergantian oleh Ketua Majelis Hakim Teguh Satya Bakti dan hakim anggota Subur dan Tri Cahya Indra Permana menetapkan, pertama mengabulkan permohonan penundaan pelaksanaan objek sengketa yang diajukan penggugat.
Memerintahkan tergugat menunda pelaksanaan surat keputusan Menkumham Nomor M.HH-01.AH.11.01 tertanggal 23 Maret tahun 2015 tentang perubahan AD/ART dan komposisi dan personalia DPP Partai Golkar selama proses perkara ini berlangsung sampai putusan dalam perkara ini mendapat keputusan tetap kecuali ada penetapan lain yang mencabut.
Majelis Hakim juga memerintahkan kepada tergugat untuk tidak melakukan tindakan-tindakan terhadap urusan tata negara lainnya yang berhubungan dengan keputusan tata negara objek sengketa.
Adapun tindakan-tindakan yang dilarang itu termasuk penerbitan surat-surat keputusan tata usaha negara yang baru mengenai DPP Partai Golkar Munas Ancol sampai dengan putusan perkara ini memperoleh kekuatan hukum tetap tetap kecuali ada penetapan lain yang mencabut.
"Putusan tersebut untuk sementara waktu mengunci pergerakan politik kelompok Agung. Mereka terpasung oleh putusan itu," ujar Pengamat Politik Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahuddin kepada Sindonews, Kamis 2 April 2015.
Sebab, kata dia, SK Menkumham Nomor M.HH-01.AH.11.01 itu selalu dijadikan sebagai golden key oleh kubu Agung Laksono untuk mengambil alih kepemimpinan Fraksi Partai Golkar di DPR RI dan merombak kepengurusan partai di daerah. Termasuk klaim sebagai pengurus yang sah kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam rangka pencalonan Pilkada.
Kini, menurut dia, sejumlah hal tersebut tidak bisa dilakukan oleh kubu Agung Laksono untuk sementara. "Jadi tidak ada yang bisa dilakukan oleh kubu Agung sekarang ini, kecuali wajib tunduk dan patuh pada penetapan PTUN tersebut," tuturnya.
Sebab, tambah Said, putusan sela itu kini menjadi hukum yang berlaku untuk sementara waktu dalam persoalan dualisme kepengurusan Partai Golkar, sampai dengan dijatuhkannya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Seperti diketahui, PTUN Jakarta mengabulkan gugatan yang diajukan pengurus DPP Partai Golkar kubu Aburizal Bakrie (Ical). Adapun gugatan tersebut tersebut terkait Surat Keputusan (SK) Menkumham yang mengesahkan kepengurusan hasil Munas Ancol yang dipimpin Agung Laksono.
Dalam putusan sela yang dibacakan secara bergantian oleh Ketua Majelis Hakim Teguh Satya Bakti dan hakim anggota Subur dan Tri Cahya Indra Permana menetapkan, pertama mengabulkan permohonan penundaan pelaksanaan objek sengketa yang diajukan penggugat.
Memerintahkan tergugat menunda pelaksanaan surat keputusan Menkumham Nomor M.HH-01.AH.11.01 tertanggal 23 Maret tahun 2015 tentang perubahan AD/ART dan komposisi dan personalia DPP Partai Golkar selama proses perkara ini berlangsung sampai putusan dalam perkara ini mendapat keputusan tetap kecuali ada penetapan lain yang mencabut.
Majelis Hakim juga memerintahkan kepada tergugat untuk tidak melakukan tindakan-tindakan terhadap urusan tata negara lainnya yang berhubungan dengan keputusan tata negara objek sengketa.
Adapun tindakan-tindakan yang dilarang itu termasuk penerbitan surat-surat keputusan tata usaha negara yang baru mengenai DPP Partai Golkar Munas Ancol sampai dengan putusan perkara ini memperoleh kekuatan hukum tetap tetap kecuali ada penetapan lain yang mencabut.
(kri)