BNPT Perlu Kajian Riset Mendalam
A
A
A
JAKARTA - Polemik pemblokiran situs-situs yang menyebarkan paham radikal terus menimbulkan polemik di kalangan masyarakat. Mayoritas mereka setuju kebijakan tersebut, namun harus dengan cara transparan dan melalui pengadilan.
Imam Besar Masjid Istiqlal Ali Mustafa Yaqub mengatakan, pada prinsipnya pihaknya setuju dengan rencana itu. Namun, dia meminta agar instansi- instansi termasuk Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) meneliti lebih dalam lebih dulu konten situssitus yang dianggap radikal tersebut.
”Tentunya itu perlu diteliti terlebih dahulu. Harus ada kriteria dan pendalaman yang jelas tentang masalah radikal ini. Intinya harus ada dipilah-pilah secara cermat agar tidak menimbulkan polemik di masyarakat,” kata Ali di Jakarta kemarin. Dia menyarankan, bila saat dilakukan penelitian dan pendalaman ada situs yang memang mengajarkan radikalisme maka yang harus dikejar adalah pemiliknya lebih dulu, sesuai undang-undang yang berlaku.
”Jadi bukan barangnya yang dihukum, pemiliknya kita kejar untuk kita hukum,” ujarnya. Dia juga menyayangkan ada situs yang dinilai radikal tidak menyebutkan siapa pemiliknya dan di mana alamatnya. ”Saya rasa itu sudah sebuah kriminalitas. Ketika ada sebuah kriminal, pelakunya yang dihukum. Kalau nantinya ada hubungan- hubungan tambahan, misalnya hak-haknya merasa dirampas bisa saja, tapi orangnya dibiarkan,” terangnya.
Lalu yang kedua, menurutnya, kalau memang benar-benar pelakunya menyebarkan ajaran radikal dan terorisme di situs tersebut maka bisa saja situsnya itu diblokir atau ditutup. ”Jadi yang pertama kali ditangkap dan dihukum orangnya. Karena kalau orangnya tidak dihukum, tentunya mereka nanti akan membuat situs lagi,” ucapnya.
Dia meminta semua pihak untuk melibatkan para ulama dalam melakukan investigasi dan menyelidiki adanya konten- konten yang berbau radikal dan mengarah kepada terorisme di dalam situs tersebut. Mantan rektor UIN Syarif Hidayatullah itu menilai pemblokiran ini sebagai langkah untuk mengurangi pengaruh propaganda radikal yang ada di Indonesia.
”Situs-situs yang jelas menyebarkan paham radikal, memang harus diblokir,” ujarnya. Sementara itu, pakar hukum tata negara Jimly Asshiddiqie menyarankan pemerintah untuk mengevaluasi cara memblokir situs yang diduga menyebarkan paham atau simpatisan radikalisme. ”Ke depan sebaiknya dievaluasi mengenai caranya itu, jangan begitu,” kata Jimly di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin.
Dia menyebutkan penjelasan pemerintah mengenai langkah memblokir situs-situs itu memang harus didengarkan dulu, karena tentu ada pertimbangan- pertimbangan positifnya. ”Cuma caranya yang mau terabas saja. Sikat dulu, urusan belakangan; atau mau ambil mudahnya saja itu, ke depan sebaiknya dievaluasi,” katanya. Sementara terkait penyebaran paham radikal, Jimly mengatakan bahwa semua warga bangsa khususnya umat Islam Indonesia agar tidak terpengaruhi oleh Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Mula akmal/okezone
Imam Besar Masjid Istiqlal Ali Mustafa Yaqub mengatakan, pada prinsipnya pihaknya setuju dengan rencana itu. Namun, dia meminta agar instansi- instansi termasuk Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) meneliti lebih dalam lebih dulu konten situssitus yang dianggap radikal tersebut.
”Tentunya itu perlu diteliti terlebih dahulu. Harus ada kriteria dan pendalaman yang jelas tentang masalah radikal ini. Intinya harus ada dipilah-pilah secara cermat agar tidak menimbulkan polemik di masyarakat,” kata Ali di Jakarta kemarin. Dia menyarankan, bila saat dilakukan penelitian dan pendalaman ada situs yang memang mengajarkan radikalisme maka yang harus dikejar adalah pemiliknya lebih dulu, sesuai undang-undang yang berlaku.
”Jadi bukan barangnya yang dihukum, pemiliknya kita kejar untuk kita hukum,” ujarnya. Dia juga menyayangkan ada situs yang dinilai radikal tidak menyebutkan siapa pemiliknya dan di mana alamatnya. ”Saya rasa itu sudah sebuah kriminalitas. Ketika ada sebuah kriminal, pelakunya yang dihukum. Kalau nantinya ada hubungan- hubungan tambahan, misalnya hak-haknya merasa dirampas bisa saja, tapi orangnya dibiarkan,” terangnya.
Lalu yang kedua, menurutnya, kalau memang benar-benar pelakunya menyebarkan ajaran radikal dan terorisme di situs tersebut maka bisa saja situsnya itu diblokir atau ditutup. ”Jadi yang pertama kali ditangkap dan dihukum orangnya. Karena kalau orangnya tidak dihukum, tentunya mereka nanti akan membuat situs lagi,” ucapnya.
Dia meminta semua pihak untuk melibatkan para ulama dalam melakukan investigasi dan menyelidiki adanya konten- konten yang berbau radikal dan mengarah kepada terorisme di dalam situs tersebut. Mantan rektor UIN Syarif Hidayatullah itu menilai pemblokiran ini sebagai langkah untuk mengurangi pengaruh propaganda radikal yang ada di Indonesia.
”Situs-situs yang jelas menyebarkan paham radikal, memang harus diblokir,” ujarnya. Sementara itu, pakar hukum tata negara Jimly Asshiddiqie menyarankan pemerintah untuk mengevaluasi cara memblokir situs yang diduga menyebarkan paham atau simpatisan radikalisme. ”Ke depan sebaiknya dievaluasi mengenai caranya itu, jangan begitu,” kata Jimly di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin.
Dia menyebutkan penjelasan pemerintah mengenai langkah memblokir situs-situs itu memang harus didengarkan dulu, karena tentu ada pertimbangan- pertimbangan positifnya. ”Cuma caranya yang mau terabas saja. Sikat dulu, urusan belakangan; atau mau ambil mudahnya saja itu, ke depan sebaiknya dievaluasi,” katanya. Sementara terkait penyebaran paham radikal, Jimly mengatakan bahwa semua warga bangsa khususnya umat Islam Indonesia agar tidak terpengaruhi oleh Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Mula akmal/okezone
(bbg)