Dari Pengajian hingga Pemakaman
A
A
A
Gerimis jatuh di Baden, Aargau, Swiss Utara, Minggu pekan lalu. Temperatur juga melorot hingga 3 derajat Celsius. Tapi cuaca buruk itu tidak menghalangi 100-an orang berbusana muslim di Werkhof Baden, gedung serbaguna di kota pusat pemandian air panas itu.
”Kalau saya kemari, hati saya tenang. Keimanan juga bertambah,” tutur Agung Irianto, salah satu pengunjung, dengan muka berseri seri. Muthia Fisher, ibu dua anak asal Aceh, segendang seirama. ”Karena Percikan Iman, di luar negeri pun masih bisa belajar agama Islam,” tuturnya. Semua tak lepas dari Percikan Iman. Organisasi resmi komunitas Islam Indonesia di Swiss ini memang sedang mengadakan pengajian bulanan di kota ini.
Seperti biasa, ustaz yang juga diplomat KBRI Bern, Haji Desrial Anwar, didapuk sebagai pembicara. ”Kali ini tentang ukhuwah Islamiah,” bisik salah satu jamaah di sebelah KORAN SINDO . Seusai tausiah tentang konsep persaudaraan Islami, acara dilanjutkan dengan makan siang. ”Semua disediakan secara ikhlas oleh jamaah,” ujar Presiden Percikan Iman Agung Bondan.
Nasi putih, ayam goreng, roti jala, telur asin, martabak, minuman hingga kolak dan cendol dibawa dari rumah jamaah masing-masing. Setelah perut kenyang, salat zuhur berjamaah pun dilaksanakan. Karpet, sajadah yang semula digunakan untuk tausiah dan makan siang ditata kembali, diarahkan ke kiblat. Sajadah yang tadinya tertata lurus pun akhirnya menyerong mengikuti arah kiblat.
Gedung ini memang bukan gedung khusus untuk ibadah Islami. Jika akan salat, untuk mengikuti arah kiblat tinggal menyerong agak ke kanan. Begitu juga urusan wudu. Jangan diharapkan ada banyak pancuran sebagaimana di masjid Tanah Air. Di sini jamaah menggunakan pancuran wastafel sebagai sarana menyucikan diri. Lantaran wastafelnya cuma satu, jamaah harus bersabar mengantre.
”Semua itu bukan halangan untuk menjalankan ibadah,” tutur Agung Bondan. Menjalankan ibadah Islam di Swiss, menurut Bondan, tidak ada rintangan berarti. ”Alhamdulillah, sebagai umat Islam, kami lancar-lancar saja menjalankan ibadah kami,” katanya. Percikan Iman tidak hanya menyelenggarakan pengajian bulanan, tapi juga menyambangi umat Islam yang sakit di Rumah Sakit Zurich.
”Karena kami memang satu-satunya organisasi resmi komunitas Islam Asia Tenggara di Zurich dan sekitarnya,” imbuh Bondan. Selain itu, pihaknya juga pernah membantu proses pemakaman warga Islam di Swiss. Untuk urusan kematian ini, imbuh Bondan, agak sulit-sulit mudah. ”Makam Islam tak banyak, kalau ada biasanya untuk anggota komunitas sendiri,” katanya.
Namun ada juga yang bisa dikebumikan di pemakaman umum. ”Asal desanya menyetujui,” imbuhnya. Tentu ada aturan khusus yang harus dipenuhi penganut agama Islam. ”Misalnya harus pakai peti, jadi dipilih peti dari kayu yang gampang hancur,” papar Bondan. Umat Islam di Swiss diperkirakan berjumlah 328.000 yang didominasi imigran asal Turki dan pecahan Balkan, terutama Albania dan Kosovo.
Umat Islam Indonesia di Swiss sekitar 1.200-an orang. Percikan Imam memiliki 200-an anggota, sebagian besar adalah warga Indonesia, kemudian disusul Malaysia dan Singapura. Sebelumnya Percikan Iman muncul karena keinginan warga Indonesia di Swiss untuk tetap menjalankan agamanya sebagaimana di Tanah Air. Pada 2012, pengajian ini akhirnya menjadi organisasi resmi, yakni Verein Percikan Iman.
Laporan Koresponden KORAN SINDO
KRISNA DIANTHA
SWISS
”Kalau saya kemari, hati saya tenang. Keimanan juga bertambah,” tutur Agung Irianto, salah satu pengunjung, dengan muka berseri seri. Muthia Fisher, ibu dua anak asal Aceh, segendang seirama. ”Karena Percikan Iman, di luar negeri pun masih bisa belajar agama Islam,” tuturnya. Semua tak lepas dari Percikan Iman. Organisasi resmi komunitas Islam Indonesia di Swiss ini memang sedang mengadakan pengajian bulanan di kota ini.
Seperti biasa, ustaz yang juga diplomat KBRI Bern, Haji Desrial Anwar, didapuk sebagai pembicara. ”Kali ini tentang ukhuwah Islamiah,” bisik salah satu jamaah di sebelah KORAN SINDO . Seusai tausiah tentang konsep persaudaraan Islami, acara dilanjutkan dengan makan siang. ”Semua disediakan secara ikhlas oleh jamaah,” ujar Presiden Percikan Iman Agung Bondan.
Nasi putih, ayam goreng, roti jala, telur asin, martabak, minuman hingga kolak dan cendol dibawa dari rumah jamaah masing-masing. Setelah perut kenyang, salat zuhur berjamaah pun dilaksanakan. Karpet, sajadah yang semula digunakan untuk tausiah dan makan siang ditata kembali, diarahkan ke kiblat. Sajadah yang tadinya tertata lurus pun akhirnya menyerong mengikuti arah kiblat.
Gedung ini memang bukan gedung khusus untuk ibadah Islami. Jika akan salat, untuk mengikuti arah kiblat tinggal menyerong agak ke kanan. Begitu juga urusan wudu. Jangan diharapkan ada banyak pancuran sebagaimana di masjid Tanah Air. Di sini jamaah menggunakan pancuran wastafel sebagai sarana menyucikan diri. Lantaran wastafelnya cuma satu, jamaah harus bersabar mengantre.
”Semua itu bukan halangan untuk menjalankan ibadah,” tutur Agung Bondan. Menjalankan ibadah Islam di Swiss, menurut Bondan, tidak ada rintangan berarti. ”Alhamdulillah, sebagai umat Islam, kami lancar-lancar saja menjalankan ibadah kami,” katanya. Percikan Iman tidak hanya menyelenggarakan pengajian bulanan, tapi juga menyambangi umat Islam yang sakit di Rumah Sakit Zurich.
”Karena kami memang satu-satunya organisasi resmi komunitas Islam Asia Tenggara di Zurich dan sekitarnya,” imbuh Bondan. Selain itu, pihaknya juga pernah membantu proses pemakaman warga Islam di Swiss. Untuk urusan kematian ini, imbuh Bondan, agak sulit-sulit mudah. ”Makam Islam tak banyak, kalau ada biasanya untuk anggota komunitas sendiri,” katanya.
Namun ada juga yang bisa dikebumikan di pemakaman umum. ”Asal desanya menyetujui,” imbuhnya. Tentu ada aturan khusus yang harus dipenuhi penganut agama Islam. ”Misalnya harus pakai peti, jadi dipilih peti dari kayu yang gampang hancur,” papar Bondan. Umat Islam di Swiss diperkirakan berjumlah 328.000 yang didominasi imigran asal Turki dan pecahan Balkan, terutama Albania dan Kosovo.
Umat Islam Indonesia di Swiss sekitar 1.200-an orang. Percikan Imam memiliki 200-an anggota, sebagian besar adalah warga Indonesia, kemudian disusul Malaysia dan Singapura. Sebelumnya Percikan Iman muncul karena keinginan warga Indonesia di Swiss untuk tetap menjalankan agamanya sebagaimana di Tanah Air. Pada 2012, pengajian ini akhirnya menjadi organisasi resmi, yakni Verein Percikan Iman.
Laporan Koresponden KORAN SINDO
KRISNA DIANTHA
SWISS
(bbg)