Prayuth Ancam Berangus Media
A
A
A
BANGKOK - Pemimpin junta Thailand Prayuth Chan-ocha mengancam mengeksekusi wartawan yang tidak melaporkan kebenaran dalam liputannya. Prayuth tidak keberatan dengan wartawan kontrapemerintah, namun dia meminta wartawan tetap objektif ketika meliput.
Bulan lalu Prayuth juga mencoba mengancam media dengan mengatakan pihaknya memiliki kekuatan untuk menutup media jika media bersikukuh mengambil garis keras melawan pemerintah. Prayuth tidak bermaksud mengekang kebebasan pers maupun menyingkirkan pihak-pihak yang kontra terhadapnya, namun dia mengecam wartawan yang melaporkan berita tanpa objektivitas.
”Kami mungkin akan mengeksekusi mereka,” jawab Prayuth dengan tanpa senyum ketika ditanya wartawan soal sikap pemerintah terhadap media yang tidak sejalan dengan garis pemerintah, dilansir Channel News Asia. ”Anda tidak perlu mendukung pemerintah, namun Anda harus melaporkan kebenaran,” tambahnya.
Ancaman ini dilontarkan setelah Prayuth kecewa dengan pemberitaan yang ditulis surat kabar harian berbahasa Thailand, Matichon. Prayuth menuduh Matichon berpihak kepada pemerintah sebelumnya pimpinan Thaksin Shinawatra lantaran berita-berita yang dikeluarkan Matichon sangat menyudutkan pemerintah saat ini.
”Jangan pikir saya tidak tahu tulisan Anda propemerintah sebelumnya. Kementerian Dalam Negeri sebelumnya membeli banyak ruang iklan dari Anda,” kata Prayuth. Selain untuk media, ancaman ini juga berlaku bagi para pengkritik yang dirasa Prayuth sangat mengganggu. Dia memperingatkan bahwa dirinya akan memegang kekuasaan tanpa batas waktu jika dia terus ditentang untuk memimpin Thailand.
Pemimpin berusia 61 tahun itu menilai keberadaan pengkritik merusak demokrasi yang tengah dibangun Prayuth. ”Jika situasi tetap seperti ini, saya beri tahuAnda bahwasaya akantetap berkuasa untuk waktu lama,” tantang Prayuth. Prayuth dikenal hobi melontarkan komentar pedas untuk para pembangkang serta mengambil tindakan tiba-tiba, namun baru kali ini dia mengeluarkan ancaman eksekusi.
Pemimpin yang menggulingkan Yingluck Shinawatra dalam kudeta Mei tahun lalu itu mengaku belum siap mencabut darurat militer Thailand. Pengakuan ini dinilai sebagai sebuah kemunduran demokrasi sebab keputusan perpanjangan darurat militer memberi militer kekuasaan penuh seperti melakukan penangkapan dan penahanan. Prayuth beralasan Thailand masih sensitif terhadap isu-isu kebebasan pers sehingga kegiatan kebebasan berbicara sebaiknya tidak dilakukan.
Rini agustina
Bulan lalu Prayuth juga mencoba mengancam media dengan mengatakan pihaknya memiliki kekuatan untuk menutup media jika media bersikukuh mengambil garis keras melawan pemerintah. Prayuth tidak bermaksud mengekang kebebasan pers maupun menyingkirkan pihak-pihak yang kontra terhadapnya, namun dia mengecam wartawan yang melaporkan berita tanpa objektivitas.
”Kami mungkin akan mengeksekusi mereka,” jawab Prayuth dengan tanpa senyum ketika ditanya wartawan soal sikap pemerintah terhadap media yang tidak sejalan dengan garis pemerintah, dilansir Channel News Asia. ”Anda tidak perlu mendukung pemerintah, namun Anda harus melaporkan kebenaran,” tambahnya.
Ancaman ini dilontarkan setelah Prayuth kecewa dengan pemberitaan yang ditulis surat kabar harian berbahasa Thailand, Matichon. Prayuth menuduh Matichon berpihak kepada pemerintah sebelumnya pimpinan Thaksin Shinawatra lantaran berita-berita yang dikeluarkan Matichon sangat menyudutkan pemerintah saat ini.
”Jangan pikir saya tidak tahu tulisan Anda propemerintah sebelumnya. Kementerian Dalam Negeri sebelumnya membeli banyak ruang iklan dari Anda,” kata Prayuth. Selain untuk media, ancaman ini juga berlaku bagi para pengkritik yang dirasa Prayuth sangat mengganggu. Dia memperingatkan bahwa dirinya akan memegang kekuasaan tanpa batas waktu jika dia terus ditentang untuk memimpin Thailand.
Pemimpin berusia 61 tahun itu menilai keberadaan pengkritik merusak demokrasi yang tengah dibangun Prayuth. ”Jika situasi tetap seperti ini, saya beri tahuAnda bahwasaya akantetap berkuasa untuk waktu lama,” tantang Prayuth. Prayuth dikenal hobi melontarkan komentar pedas untuk para pembangkang serta mengambil tindakan tiba-tiba, namun baru kali ini dia mengeluarkan ancaman eksekusi.
Pemimpin yang menggulingkan Yingluck Shinawatra dalam kudeta Mei tahun lalu itu mengaku belum siap mencabut darurat militer Thailand. Pengakuan ini dinilai sebagai sebuah kemunduran demokrasi sebab keputusan perpanjangan darurat militer memberi militer kekuasaan penuh seperti melakukan penangkapan dan penahanan. Prayuth beralasan Thailand masih sensitif terhadap isu-isu kebebasan pers sehingga kegiatan kebebasan berbicara sebaiknya tidak dilakukan.
Rini agustina
(bbg)