Jabatan Wakil Panglima TNI Belum Diperlukan

Jum'at, 20 Maret 2015 - 10:32 WIB
Jabatan Wakil Panglima...
Jabatan Wakil Panglima TNI Belum Diperlukan
A A A
JAKARTA - Rencana pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) yang ingin melakukan reorganisasi dengan menghidupkan kembali wakil panglima (wapang) TNI dianggap belum diperlukan.

Kondisi saat ini bukan dalam keadaan perang sehingga tidak urgen untuk dibentuk wakil. ”Perlu penjelasan lebih rinci karena kita sedang tidak dalam keadaan siap berperang,” ujar mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Endriartono Sutarto dalam akun Twitter-nya kemarin.

Menurut Endriartono, alasan pembentukan wakil panglima tidak cukup kuat. Jika gagasan itu sekadar mengantisipasi terkait panglima TNI sedang ke luar negeri, bisa diantisipasi dengan alat komunikasi yang makin canggih. Apalagi, isunya jabatan kepala staf umum (kasum) mau dihilangkan. Selanjutnya, wakil panglima akan menjadi koordinator staf. ”Aneh lagi fungsi kasum TNI jadi hilang kalau ada wapang TNI,” Tweet-nya lagi.

Senada, Direktur Program Imparsial Al Araf menilai pembentukan wakil panglima TNI merupakan langkah keliru dan bertentangan agenda reformasi TNI. Jika tetap dipaksakan maka pemerintah dinilai mundur. Karena keputusan ini selain dianggap tidak beralasan, juga bertolak belakang dengan semangat dan agenda reformasi internal TNI.

Karena itu, jabatan tersebut telah dihapus saat pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur). ”Wapang (wakil panglima) tidak terlalu urgen dan dibutuhkan karena nggak akan memengaruhi kinerja TNI. Tanpa ada wapang, organisasi TNI tidak akan terganggu,” ucap Al Araf di kantornya, Jalan Tebet Utara, Jakarta Selatan, kemarin.

Dalam agenda reformasi internalTNI, Al Araf menyebutkan ada 24 poin perubahan yang cukup signifikan, di mana dalam butir ke-17 disebutkan Likuidasi Organisasi Wakil Panglima TNI. Maka dalih pengembalian jabatan tersebut dengan alasan untuk mengantisipasi jika panglima TNI berhalangan, dianggap tidak berdasar.

Selain itu, pembentukan wapang bisa berpotensi menimbulkan dualisme komando. Implikasinya tidak hanya membuat masalah di tingkat koordinasi, tetapi juga bisa menimbulkan kontradiksi antara panglima dengan wakil panglima TNI. Apalagi, tidak ada mandat dalam UU No 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang menyebut perlu adanya wapang.

”Kami tidak ingin melemahkan TNI, tapi justru memperkuat. Kami mendukung pembentukan tiga armada, itu sangat baik. Pangkoop itu juga baik, untuk wapang belum tepat. Dalam konteks hukum belum ada keharusan,” ucapnya.

Al Araf mencurigai kehadiran wapang TNI sebagai upaya negosiasi politik Presiden Jokowi, meski diakuinya kecurigaan tersebut bisa saja keliru. ”Ada kesan Jokowi memberi ruang untuk mengembalikan peran TNI dalam mengatasi persoalan dalam negeri,” paparnya.

Pendapat senada juga disampaikan Direktur Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Bahrain. Semestinya langkah yang perlu dilakukan Presiden dalam reorganisasi TNI adalah membenahi sejumlah hal urgen, di antaranya restrukturisasi Komando Teritorial (Koter) dan mendorong reformasi peradilan militer melalui perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

”Dalam konteks reformasi, reformasi peradilan militer merupakan salah satu ukuran keberhasilan reformasi TNI. Kami cuma mau mengingatkan jika demokrasi yang diperjuangkan biayanya sangat mahal, di mana rekan-rekan kita menjadi korbannya,” katanya.

Seperti diketahui, Panglima TNI Jenderal Moeldoko mengusulkan adanya reorganisasi dengan menambah jabatan wakil panglima TNI. Hal itu sebagai upaya antisipasi bila panglima TNI berhalangan. Selain itu, menambah panglima Komando Operasional Angkutan Udara (Pangkoops AU) dan tiga armada. ”Kelak bakal ada armada Timur, Tengah, dan Barat. Terus Pangkoops AU 1,2 dan 3, serta Divisi Kostrad 1, 2, dan 3,” ucapnya.

Menanggapi hal itu, Kapuspen TNI Mayjen Fuad Basya mengatakan bahwa TNI merupakan organisasi yang dibentuk untuk menghadapi keadaan darurat. Artinya, sebelum terjadi kondisi darurat organisasi sudah dalam keadaan siap. ”Jangan nunggu perang atau darurat Baru dibentuk (wapang), ya nggak benar,” ujarnya.

TNI adalah organisasi keamanan dan Mabes TNI adalah institusi yang memegang penuh TNI AD, AL, dan AU. Menurut Fuad, panglima TNI memiliki tugas selain sebagai pembinaan dan pengendali pasukan, kadang kala juga harus menjalankan tugas-tugas sebagai pejabat negara. ”Begitu beratnya tugas panglima TNI karena ada banyak kegiatan protokoler yang harus dijalankan, seperti kunjungan ke negara-negara sahabat dan menyiapkan pasukan tempur juga,” kata Fuad.

Bila panglima TNI berhalangan, kata Fuad, biasanya tugas- tugas dikerjakan oleh kasum yang telah ditunjuk. Bila terjadi peristiwa insidental, kasum akan melaksanakan tugasnya. ”Selama ini kasum hanya sifatnya koordinasi, tidak bisa menggerakkan pasukan. Kasum bisa saja menggerakkan tiga angkatan, tapi akan cukup rancu. Kalau wapang bisa menggerakkan pasukan dan ini lebih pas, karenanya nanti akan dihapus jabatan kasum,” katanya.

Fuad juga menepis anggapan bahwa akan terjadi dualisme komando. Menurut dia, adanya kekhawatiran itu karena mereka tidak mengenal organisasi TNI. Menurut Fuad, sejak masuk TNI, semua prajurit sudah dijelaskan mengenai organisasi komando. Pada era Presiden Gus Dur, jabatan wapang dihapus karena jabatan kasum tetap ada.

”Jadi, tidak ada duplikasi dan tidak ada dua komando serta rebutan kekuasaan. Walaupun sama-sama bintang empat misalnya, tapi bedanya di jabatan, dan semua itu atas izin panglima,” ucapnya.

Sucipto
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0716 seconds (0.1#10.140)