Bareskrim Ancam Jemput Paksa BW
A
A
A
JAKARTA - Penyidik Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri mengancam akan menjemput paksa Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Bambang Widjojanto (BW) jika tidak hadir dalam pemeriksaan.
Kasubdit VI Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Mabes Polri Kombes Pol Daniel Bolly Tifaona membenarkan rencana jemput paksa tersebut. Menurut dia, pihaknya akan membuat surat perintah untuk membawa BW.
”Kita akan buat surat perintah untuk membawa (Bambang Widjojanto) berdasarkan undang-undang,” tandas Bolly di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, kemarin. Mengenai kapan penjemputan paksa itu, Bolly masih merahasiakan. ”Masa saya kasih tahu,” ujarnya. Sebelumnya pada Selasa (17/3), BW menolak panggilan penyidik untuk dimintai keterangan sebagai saksi untuk tersangka Zulfahmi Arsyad. Kuasa hukum BW berpendapat, kliennya tidak memenuhi panggilan lantaranada”suratsakti” daripelaksana tugas (plt) pimpinan KPK.
BW dan Zulfahmi merupakan tersangka kasus dugaan tindak pidana mengarahkan saksi untuk memberikan keterangan palsu pada sidang sengketa Pilkada Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2010. Selain keduanya, penyidik juga sudah menetapkan tersangka dengan inisial S dan P. Sebelumnya, Kabareskrim Mabes Polri Komjen Pol Budi Waseso menyatakan BW absen dari pemeriksaan tidak disertai keterangan. Budi pun memastikan, penyidik bisa memanggil paksa BW jika kembali mangkir pemeriksaan.
”Bisa (dipanggil paksa) kalau sudah berkali-kali mangkir,” tandasnya. BW sudah dua kali tidak mau menjalani pemeriksaan di Bareskrim Mabes Polri sebagai saksi untuk Zulfahmi Arsyad. Pada Rabu (11/3), meski hadir di Bareskrim Polri, BW menolak masuk ruangan penyidikan dengan alasan adanya surat dari pelaksana tugas (plt) ketua KPK yang melarang dirinya menjalani pemeriksaan oleh Bareskrim Mabes Polri.
Selanjutnya, pada Selasa (17/3), BW juga tidak memenuhipanggilanBareskrimMabes Polri tanpa disertai keterangan. Dikonfirmasi adanya ancaman jemput paksa Bareskrim Mabes Polri, BW beralasan dirinya menolak diperiksa karena adanya larangan dari Plt Ketua KPK Taufiequrrachman Ruki untuk menjalani pemeriksaan oleh Bareskrim. ”Saya kan tunduk pada putusan pimpinan (KPK),” ungkap BW di Hotel Mega Proklamasi, Jakarta, kemarin.
Muji Kartika Rahayu selaku kuasa hukum BW menyatakan, ketidakhadiran BW dalam panggilan Bareskrim lebih terkait pada penyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta semua penegak hukum untuk menghentikan proses kriminalisasi terhadap KPK. Termasuk alasan adanya ”surat sakti” yang berisi kesepakatan antara KPK, Polri, dan Kejagung untuk tidak lagi melakukan pemeriksaan terhadap komisioner KPK nonaktif.
”Karena pimpinan KPK berkirim surat ke Bareskrim, BW harus mengikuti surat itu. Ini urusan pimpinan polisi dan pimpinanKPK, bukanurusanpenyidik. Kalau jemput paksa, ya ke plt (plt pimpinan KPK),” tandasnya. Dengan rencana penjemputan paksa BW, Muji justru menilai pernyataan penyidik itu menandakan penyidik tidak patuh pada atasan dan tidak memahamiisisuratpltpimpinan KPK kepada Wakapolri Komjen Pol Badrodin Haiti.
”Penyidik sudah terima surat plt pimpinan KPK kepada Wakapolri atau baca pernyataan Wakapolri? Kalau belum, baca saja itu dulu dari pada gertak-gertak. Penyidik harus patuh pada atasannya,” tandas Muji. Dia juga mempertanyakan kebijakan Bolly Tifaona yang seolah mengabaikan surat BW atas permintaan diadakannya gelar perkara khusus. ”Bolly sudah terima dan baca surat BW soal permintaan gelar perkara khusus? Kalau belum, baca dan balas surat itu secara tertulis. Itu jauh lebih baik dan bermartabat,” paparnya.
Di samping mengabaikan atasan, Bolly Tifaona juga dinilai telah mengabaikan pernyataan Presiden Jokowi yang menginstruksikan untuk menghentikan kriminalisasi KPK. ”Kalau Bolly tidak tahu pernyataan Presiden, silakan googling dulu. Penangkapan dan penahanan Zulfahmi adalah bagian dari kriminalisasi itu. Jadi penyidik seharusnya memikirkan nasib Zulfahmi yang telanjur ditahan, bukan malah melanjutkan,” kata Muji.
Pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Mudzakkir meminta BW maupun pendukung KPK untuk tidak terus memelintir ucapan Presiden Jokowi atas pemahaman kriminalisasi. ”Pernyataan Jokowi (soal kriminalisasi) sudah jelas, penyidikan yang dilakukan polisi juga sudah benar,” kata Mudzakkir.
Menurut dia, ucapan Presiden Jokowi yang meminta penghentian kriminalisasi dilakukan jika BW tidak menyandang status tersangka. Bukan hanya BW saja, tetapi juga untuk Ketua KPK nonaktif Abraham Samad (AS). Namun kasus keduanya sudah dalam tahap penyidikan sehingga tidak ada alasan bagi mereka untuk menolak pemeriksaan itu.
”Mereka jangan selalu berlindung di pernyataan Jokowi itu. Apa yang dilakukan polisi adalah penegakan hukum, tidak bisa dikaitkan terus dengan kriminalisasi,” ujarnya. Begitu pun upaya pemeriksaan yang dilakukan terhadap mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Denny Indrayana. Dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek payment gateway yang menyeret namanya, Denny harus menunjukkan sikap berani.
”Kalau memang tidak ada apa-apa, kenapa harus menghindari pemeriksaan? Jadi mereka (pendukung KPK) jangan salah tafsir apa yang diucapkan Jokowi,” tandasnya.
Khoirul muzzaki/ sindonews
Kasubdit VI Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Mabes Polri Kombes Pol Daniel Bolly Tifaona membenarkan rencana jemput paksa tersebut. Menurut dia, pihaknya akan membuat surat perintah untuk membawa BW.
”Kita akan buat surat perintah untuk membawa (Bambang Widjojanto) berdasarkan undang-undang,” tandas Bolly di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, kemarin. Mengenai kapan penjemputan paksa itu, Bolly masih merahasiakan. ”Masa saya kasih tahu,” ujarnya. Sebelumnya pada Selasa (17/3), BW menolak panggilan penyidik untuk dimintai keterangan sebagai saksi untuk tersangka Zulfahmi Arsyad. Kuasa hukum BW berpendapat, kliennya tidak memenuhi panggilan lantaranada”suratsakti” daripelaksana tugas (plt) pimpinan KPK.
BW dan Zulfahmi merupakan tersangka kasus dugaan tindak pidana mengarahkan saksi untuk memberikan keterangan palsu pada sidang sengketa Pilkada Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2010. Selain keduanya, penyidik juga sudah menetapkan tersangka dengan inisial S dan P. Sebelumnya, Kabareskrim Mabes Polri Komjen Pol Budi Waseso menyatakan BW absen dari pemeriksaan tidak disertai keterangan. Budi pun memastikan, penyidik bisa memanggil paksa BW jika kembali mangkir pemeriksaan.
”Bisa (dipanggil paksa) kalau sudah berkali-kali mangkir,” tandasnya. BW sudah dua kali tidak mau menjalani pemeriksaan di Bareskrim Mabes Polri sebagai saksi untuk Zulfahmi Arsyad. Pada Rabu (11/3), meski hadir di Bareskrim Polri, BW menolak masuk ruangan penyidikan dengan alasan adanya surat dari pelaksana tugas (plt) ketua KPK yang melarang dirinya menjalani pemeriksaan oleh Bareskrim Mabes Polri.
Selanjutnya, pada Selasa (17/3), BW juga tidak memenuhipanggilanBareskrimMabes Polri tanpa disertai keterangan. Dikonfirmasi adanya ancaman jemput paksa Bareskrim Mabes Polri, BW beralasan dirinya menolak diperiksa karena adanya larangan dari Plt Ketua KPK Taufiequrrachman Ruki untuk menjalani pemeriksaan oleh Bareskrim. ”Saya kan tunduk pada putusan pimpinan (KPK),” ungkap BW di Hotel Mega Proklamasi, Jakarta, kemarin.
Muji Kartika Rahayu selaku kuasa hukum BW menyatakan, ketidakhadiran BW dalam panggilan Bareskrim lebih terkait pada penyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta semua penegak hukum untuk menghentikan proses kriminalisasi terhadap KPK. Termasuk alasan adanya ”surat sakti” yang berisi kesepakatan antara KPK, Polri, dan Kejagung untuk tidak lagi melakukan pemeriksaan terhadap komisioner KPK nonaktif.
”Karena pimpinan KPK berkirim surat ke Bareskrim, BW harus mengikuti surat itu. Ini urusan pimpinan polisi dan pimpinanKPK, bukanurusanpenyidik. Kalau jemput paksa, ya ke plt (plt pimpinan KPK),” tandasnya. Dengan rencana penjemputan paksa BW, Muji justru menilai pernyataan penyidik itu menandakan penyidik tidak patuh pada atasan dan tidak memahamiisisuratpltpimpinan KPK kepada Wakapolri Komjen Pol Badrodin Haiti.
”Penyidik sudah terima surat plt pimpinan KPK kepada Wakapolri atau baca pernyataan Wakapolri? Kalau belum, baca saja itu dulu dari pada gertak-gertak. Penyidik harus patuh pada atasannya,” tandas Muji. Dia juga mempertanyakan kebijakan Bolly Tifaona yang seolah mengabaikan surat BW atas permintaan diadakannya gelar perkara khusus. ”Bolly sudah terima dan baca surat BW soal permintaan gelar perkara khusus? Kalau belum, baca dan balas surat itu secara tertulis. Itu jauh lebih baik dan bermartabat,” paparnya.
Di samping mengabaikan atasan, Bolly Tifaona juga dinilai telah mengabaikan pernyataan Presiden Jokowi yang menginstruksikan untuk menghentikan kriminalisasi KPK. ”Kalau Bolly tidak tahu pernyataan Presiden, silakan googling dulu. Penangkapan dan penahanan Zulfahmi adalah bagian dari kriminalisasi itu. Jadi penyidik seharusnya memikirkan nasib Zulfahmi yang telanjur ditahan, bukan malah melanjutkan,” kata Muji.
Pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Mudzakkir meminta BW maupun pendukung KPK untuk tidak terus memelintir ucapan Presiden Jokowi atas pemahaman kriminalisasi. ”Pernyataan Jokowi (soal kriminalisasi) sudah jelas, penyidikan yang dilakukan polisi juga sudah benar,” kata Mudzakkir.
Menurut dia, ucapan Presiden Jokowi yang meminta penghentian kriminalisasi dilakukan jika BW tidak menyandang status tersangka. Bukan hanya BW saja, tetapi juga untuk Ketua KPK nonaktif Abraham Samad (AS). Namun kasus keduanya sudah dalam tahap penyidikan sehingga tidak ada alasan bagi mereka untuk menolak pemeriksaan itu.
”Mereka jangan selalu berlindung di pernyataan Jokowi itu. Apa yang dilakukan polisi adalah penegakan hukum, tidak bisa dikaitkan terus dengan kriminalisasi,” ujarnya. Begitu pun upaya pemeriksaan yang dilakukan terhadap mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Denny Indrayana. Dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek payment gateway yang menyeret namanya, Denny harus menunjukkan sikap berani.
”Kalau memang tidak ada apa-apa, kenapa harus menghindari pemeriksaan? Jadi mereka (pendukung KPK) jangan salah tafsir apa yang diucapkan Jokowi,” tandasnya.
Khoirul muzzaki/ sindonews
(ars)