Minta Perpres Jokowi, Menkumham Yasonna Panik dan Terpojok
A
A
A
JAKARTA - Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly dinilai tidak berkoordinasi dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Pengesahan Partai Golkar kepengurusan Agung Laksono.
Indikasinya adalah, Yasonna Hamonangan Laoly meminta Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) terkait konflik internal Partai Golkar tersebut.
"Dia (Menkumham) melempar itu karena takut, dia kan pembantu presiden. Kalau pembantu presiden mau ambil pernyataan tentunya harus komunikasi dengan presiden," ujar Wakil Ketua Umum Partai Golkar hasil Musyawarah Nasional (Munas) Bali, Ahmadi ketika dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Rabu (18/3/2015).
Menurutnya, upaya hukum dan politik yang dilakukan kubu Aburizal Bakrie atau biasa disapa Ical untuk melawan campur tangan Menkumham terhadap persoalan internal Partai Golkar mulai membuahkan hasil.
Maka itu, Menkumham Yasonna Hamonangan Laoly meminta Jokowi menerbitkan Perpres karena merasa panik dan terpojok.
"Nah, Perpres ini sepertinya tidak konsultasi dulu dengan presiden. Kemudian ketika dia mau dikasih hak angket sama DPR, dia melempar tanggung jawab ke presiden," tukasnya.
Indikasinya adalah, Yasonna Hamonangan Laoly meminta Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) terkait konflik internal Partai Golkar tersebut.
"Dia (Menkumham) melempar itu karena takut, dia kan pembantu presiden. Kalau pembantu presiden mau ambil pernyataan tentunya harus komunikasi dengan presiden," ujar Wakil Ketua Umum Partai Golkar hasil Musyawarah Nasional (Munas) Bali, Ahmadi ketika dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Rabu (18/3/2015).
Menurutnya, upaya hukum dan politik yang dilakukan kubu Aburizal Bakrie atau biasa disapa Ical untuk melawan campur tangan Menkumham terhadap persoalan internal Partai Golkar mulai membuahkan hasil.
Maka itu, Menkumham Yasonna Hamonangan Laoly meminta Jokowi menerbitkan Perpres karena merasa panik dan terpojok.
"Nah, Perpres ini sepertinya tidak konsultasi dulu dengan presiden. Kemudian ketika dia mau dikasih hak angket sama DPR, dia melempar tanggung jawab ke presiden," tukasnya.
(kur)