Jokowi Perlu Jaga Stabilitas Nasional
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) didesak segera memperbaiki keadaan dan mengambil keputusan yang tidak bermasalah secara politis.
Bila tidak segera dilakukan, maka pemerintahan yang baru berjalan beberapa bulan ini akan terancam. Pakar hukum tata negara Andi Irman Putera Sidin mengatakan, fokus pemerintahan Jokowi adalah bagaimana mengembalikan keadaan bernegara yang belakangan ini tidak normal.
Karenanya, hal yang harus dilakukan adalah menghindari turbulensi-turbulensi yang tidak perlu. Seperti halnya sikap Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly mengesahkan salah satu kubu di partai politik.
“Ini terjadi di PPP dan Partai Golkar. Hal yang tidak perlu dilakukan ya tidak usah dilakukan karena itu justru mengganggu presiden sendiri dalam hal pemulihan negara ini menjadi negara yang normal,” ujarnya dalam acara diskusi ”Menanti Kehancuran Negara Republik Indonesia?” di Founding Fathers House (FFH), Jalan Prapanca Raya 101, Cipete Utara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, kemarin.
Menurut dia, banyak problem kenegaraan yang harus diselesaikan dengan bijak. Pemerintah membutuhkan seluruh kekuatan politik yang ada saat ini, baik yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP) maupun Koalisi Indonesia Hebat (KIH) untuk membantu Presiden menjalankan roda pemerintahannya sekaligus menenangkan turbulensi bernegara.
“Makanya tidak perlu larut dalam pertarungan dua kubu antara KMP dan KIH yang kemudian menyeret institusi kekuasaan untuk mengesahkan salah satunya, itu yang penting,” katanya. Bila tidak disikapi, turbulensi politik ini akan berdampak pada jalannya pemerintahan.
Apalagi, kondisi ekonomi Indonesia terus menurun dan pemerintah disibukkan oleh persoalan tersebut. “Rupiah bergerak sangat mengkhawatirkan, kita sibuk dengan turbulensi politik itu. Padahal, Presiden membutuhkan seluruh kekuatan partai politik yang ada, untuk mengembalikan kekuatan ekonomi seperti yang lalu,” ujarnya.
Irman menyarankan, pemerintah harus menghindari tindakan- tindakan yang bisa menimbulkan implikasi politik yang tidak perlu. Kemudian, memperbaiki sistem yang ada. Terkait reshuffle kabinet sepenuhnya tergantung pada Presiden. Menurut Irman, pemerintah membutuhkan dukungan politik yang ada.
“Menkumham tidak perlu mengesahkan salah satu kubu di Partai Golkar, biarkan pengadilan yang bekerja. Menkumham hanya legalistik. Presiden butuh KMP, KIH, dan butuh rakyat bersama-sama membangun bangsa ini,” paparnya.
Gubernur Lemhannas Budi Soesilo Soepandji mengakui bila cohesiveness atau kepedulian masyarakat Indonesia saat ini mengalami penurunan yang cukup signifikan. Akibatnya, rasa gotong-royong yang dimiliki masyarakat semakin pudar dan cenderung individual. Hal ini bisa mengancam stabilitas nasional.
“Bila ada guncangan maka mereka cenderung tidak peduli dan menyelamatkan diri sendiri tanpa memikirkan bagaimana mengatasinya secara bersamasama. Misalnya terhadap perubahan sosial, ekonomi, kebudayaan,” ucapnya.
Menurut Budi, rasa kepedulian dan kebersamaan di tengah masyarakat harus dipupuk dan dilestarikan agar tidak menimbulkan guncangan. Karenanya, Lemhannas melakukan kajian dan pendidikan terhadap para elite maupun para kader partai politik. Ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan agar pemerintahan berjalan dengan baik.
“Ini yang mengkhawatirkan, termasuk mengenai peraturan perundang-undangan pusat dan daerah, kemudian masalah ideologi dan masalah ekonomi. Tentu dengan mengedepankan prinsip keadilan dan menghilangkan jurang antara kaya dan miskin. Ini perlu perbaikan, sebab bila dibiarkan bisa masuk pada taraf yang mengkhawatirkan,” katanya.
Sosiolog politik Yudi Latief menilai, mayoritas masyarakat Indonesia merasa pesimistis terhadap masa depan bangsa. Untuk mengatasi hal ini, kata Yudi, masyarakat Indonesia harus kembali kepada Pancasila.
Sebab, Pancasila sudah mengakomodasi semua perubahan yang diinginkan. Sayangnya, Pancasila masih sebatas hafalan dan tidak melihat implikasi teoretik dan konsepsi Pancasila.
Sucipto
Bila tidak segera dilakukan, maka pemerintahan yang baru berjalan beberapa bulan ini akan terancam. Pakar hukum tata negara Andi Irman Putera Sidin mengatakan, fokus pemerintahan Jokowi adalah bagaimana mengembalikan keadaan bernegara yang belakangan ini tidak normal.
Karenanya, hal yang harus dilakukan adalah menghindari turbulensi-turbulensi yang tidak perlu. Seperti halnya sikap Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly mengesahkan salah satu kubu di partai politik.
“Ini terjadi di PPP dan Partai Golkar. Hal yang tidak perlu dilakukan ya tidak usah dilakukan karena itu justru mengganggu presiden sendiri dalam hal pemulihan negara ini menjadi negara yang normal,” ujarnya dalam acara diskusi ”Menanti Kehancuran Negara Republik Indonesia?” di Founding Fathers House (FFH), Jalan Prapanca Raya 101, Cipete Utara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, kemarin.
Menurut dia, banyak problem kenegaraan yang harus diselesaikan dengan bijak. Pemerintah membutuhkan seluruh kekuatan politik yang ada saat ini, baik yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP) maupun Koalisi Indonesia Hebat (KIH) untuk membantu Presiden menjalankan roda pemerintahannya sekaligus menenangkan turbulensi bernegara.
“Makanya tidak perlu larut dalam pertarungan dua kubu antara KMP dan KIH yang kemudian menyeret institusi kekuasaan untuk mengesahkan salah satunya, itu yang penting,” katanya. Bila tidak disikapi, turbulensi politik ini akan berdampak pada jalannya pemerintahan.
Apalagi, kondisi ekonomi Indonesia terus menurun dan pemerintah disibukkan oleh persoalan tersebut. “Rupiah bergerak sangat mengkhawatirkan, kita sibuk dengan turbulensi politik itu. Padahal, Presiden membutuhkan seluruh kekuatan partai politik yang ada, untuk mengembalikan kekuatan ekonomi seperti yang lalu,” ujarnya.
Irman menyarankan, pemerintah harus menghindari tindakan- tindakan yang bisa menimbulkan implikasi politik yang tidak perlu. Kemudian, memperbaiki sistem yang ada. Terkait reshuffle kabinet sepenuhnya tergantung pada Presiden. Menurut Irman, pemerintah membutuhkan dukungan politik yang ada.
“Menkumham tidak perlu mengesahkan salah satu kubu di Partai Golkar, biarkan pengadilan yang bekerja. Menkumham hanya legalistik. Presiden butuh KMP, KIH, dan butuh rakyat bersama-sama membangun bangsa ini,” paparnya.
Gubernur Lemhannas Budi Soesilo Soepandji mengakui bila cohesiveness atau kepedulian masyarakat Indonesia saat ini mengalami penurunan yang cukup signifikan. Akibatnya, rasa gotong-royong yang dimiliki masyarakat semakin pudar dan cenderung individual. Hal ini bisa mengancam stabilitas nasional.
“Bila ada guncangan maka mereka cenderung tidak peduli dan menyelamatkan diri sendiri tanpa memikirkan bagaimana mengatasinya secara bersamasama. Misalnya terhadap perubahan sosial, ekonomi, kebudayaan,” ucapnya.
Menurut Budi, rasa kepedulian dan kebersamaan di tengah masyarakat harus dipupuk dan dilestarikan agar tidak menimbulkan guncangan. Karenanya, Lemhannas melakukan kajian dan pendidikan terhadap para elite maupun para kader partai politik. Ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan agar pemerintahan berjalan dengan baik.
“Ini yang mengkhawatirkan, termasuk mengenai peraturan perundang-undangan pusat dan daerah, kemudian masalah ideologi dan masalah ekonomi. Tentu dengan mengedepankan prinsip keadilan dan menghilangkan jurang antara kaya dan miskin. Ini perlu perbaikan, sebab bila dibiarkan bisa masuk pada taraf yang mengkhawatirkan,” katanya.
Sosiolog politik Yudi Latief menilai, mayoritas masyarakat Indonesia merasa pesimistis terhadap masa depan bangsa. Untuk mengatasi hal ini, kata Yudi, masyarakat Indonesia harus kembali kepada Pancasila.
Sebab, Pancasila sudah mengakomodasi semua perubahan yang diinginkan. Sayangnya, Pancasila masih sebatas hafalan dan tidak melihat implikasi teoretik dan konsepsi Pancasila.
Sucipto
(ftr)