Automotic Promotion Solusi Sistem Pendidikan Nasional

Rabu, 18 Maret 2015 - 09:51 WIB
Automotic Promotion Solusi Sistem Pendidikan Nasional
Automotic Promotion Solusi Sistem Pendidikan Nasional
A A A
Pendidikan adalah investasi masa depan bangsa. Itu sebabnya memajukan dunia pendidikan menjadi salah satu fokus pembangunan di Kabupaten Gowa.

Kami pun terus berinovasi menghasilkan generasi andal dengan menerapkan sistem automatic promotion, sebuah gagasan baru dalam sistem pendidikan wajib belajar sembilan tahun yang diterapkan di Kabupaten Gowa sejak 2011. Sistem ini tidak mengenal tinggal kelas. Yang ada hanya tuntas dan tidak tuntasnya anak didik dalam mengenyam pendidikan.

Dengan sistem ini pula pelaksanaan ujian nasional di Gowa bukan lagi parameter lulus tidaknya seorang anak didik, hanya untuk mengukur standar kapasitas pendidikan pada satuan pendidikan wilayah. Metode automatic promotion yang sudah dipedomani negara-negara maju di dunia kami realisasikan dengan nama Sistem Kelas Tuntas Berkelanjutan (SKTB).

Hal yang harus saya tegaskan, ide kelas tuntas berkelanjutan sama sekali tidak bertentangan dengan Pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, maupun PP Nomor 48/2008 tentang Pendanaan Pendidikan. Jadi, dapat dipastikan penerapan SKTB tidak bertentangan dengan paradigma pendidikan nasional.

Substansi modul-modul kurikulumnya pun tidak banyak berbeda dengan kurikulum 2013. Sebelum diterapkan, sembilan guru besar dari berbagai perguruan tinggi sudah mengkaji dasar pemikiran dan parameter program itu.

Di antaranya Prof Dr Bambang Soepeno, MPd (konsultan Bank Dunia pada Kementerian Pendidikan), Prof Dr Aris Munandar (Rektor Universitas Negeri Makassar), Prof Dr H Abdorahman Ginting S, PhD (konsultan program bermutu pada Kementerian Pendidikan), Prof Dr Muh Jufri, SPSi, MSi (psikolog anak di Universitas Negeri Makassar).

Hasil dari sistem ini, 457 siswa di Gowa lulus di jalur undangan perguruan tinggi favorit, atau naik 400% ketika sistem pendidikan konvensional masih berlaku di daerah ini. Selain itu, terdapat 19 perguruan tinggi yang siap menerima anak didik dari Gowa, meski belum lulus ujian nasional. Program ini memiliki parameter minimal 80% kehadiran di sekolah dalam setahun.

Kalau sudah sampai 80%, tidak ada alasan anak tinggal kelas, karena sebenarnya tidak ada anak bodoh, rata-rata punya potensi. Memang ada yang IQ-nya tinggi, ada juga yang rendah, namun anak didik memiliki standar IQ. Dalam kondisi ini guru sangat menentukan, apakah mereka telah berfungsi dengan benar menjadi guru sejati. Jika ada anak yang lamban menyerap pelajaran, guru harus introspeksi diri.

Saya juga tidak setuju dengan adanya pemeringkatan (ranking ). Itu harus dihilangkan, tidak perlu lagi ada kelas istimewa, misalkan yang pandai disatukan di kelas tertentu, ini namanya pengotak-kotakan dan membawa beban psikologis bagi anak.

Kalau dalam satu kelompok ada dua tiga anak yang cerdas bergabung dengan yang lainnya, mereka akan lebih nyaman belajar karena dapat saling membantu dan tidak ada yang merasa dianggap “ bodoh ” terus, lalu diasingkan ke kelas tertentu. Metode ini akan semakin mendorong anak berkompetisi secara sehat. Anak didik akan datang ke sekolah dengan semangat dan penuh kenyamanan.

Ketika gurunya tidak datang, anak didik yang mencari gurunya. Ke depan, sistem ini akan memicu sinergi guru dan profesionalisme guru untuk membudayakan teknik-teknik ramah pada anak. Kini implementasi SKTB dan ujian nasional yang tidak berpengaruh pada kelulusan ternyata mulai diterapkan secara nasional, meskipun baru di tingkat SD.

Mudah-mudahan di masa yang akan datang juga diberlakukan untuk SMP dan SMA. Bahkan, kurikulum 2013 yang baru diterapkan secara nasional ternyata substansinya pun sama dengan kurikulum SKTB Kabupaten Gowa. Ini membuktikan program pendidikan kita sudah on the right track .

Meski demikian, sesungguhnya yang menjadi ide awal penerapan SKTB diawali dengan melihat angka nasional wajib belajar yang bersekolah hanya sampai tingkat SD sebesar 57,34%. Sebanyak 20% siswa putus sekolah karena mahalnya biaya pendidikan dan hanya sekitar 30% yang lulus dan punya ijazah.

Hal yang lebih memprihatinkan, data anak-anak kita yang sampai pada perguruan tinggi hanya 11,6%. Karena itu, ada yang keliru dalam sistem pendidikan nasional kita sehingga jika diteruskan akan menjadi beban negara dalam penyiapan sumber daya manusia (SDM) dan menjadi ancaman kerawanan sosial di kemudian hari.

Sebelum menggagas kelas tuntas berkelanjutan, kami mengawalinya dengan program pendidikan gratis sejak 2006, baik untuk tingkat dasar, sekolah menengah pertama, hingga jenjang SMU dan sederajat. Dengan ini, masyarakat tidak lagi terbebani biaya pendidikan sedikit pun.

Karena itu, Pemkab telah meminta komitmen seluruh cabang Diknas, kepala sekolah, guru, dan komite, untuk menandatangani surat pengunduran diri masingmasing jika di wilayah mereka atau yang bersangkutan melakukan pungutan dalam bentuk dan sekecil serta alasan apa pun.

Program Investasi Seperempat Abad

Pada Agustus 2014, melalui program investasi Sumber Daya Manusia (SDM) seperempat abad, Pemkab Gowa telah memberi beasiswa dan biaya hidup hingga tamat kepada 41 orang putra-putri terbaik Kabupaten Gowa ke tiga perguruan tinggi ternama. ITN Malang sebanyak 35 orang, UGM Yogyakarta sebanyak 5 orang meliputi 2 sarjana kesehatan masyarakat, 2 dokter, dan 1 dokter ahli, serta UI Jakarta 1 orang di Fakultas Hukum.

Tahun depan program ini akan kami kembangkan, yaitu untuk S-1 Kedokteran UGM, IPB, UPI, dan UI. Untuk menghindari terjadinya kecurangan, setiap calon peserta harus melalui empat tahap ujian, yakni tes tertulis dari perguruan tinggi bersangkutan, tes portofolio, hasil ulangan semester, dan hasil ujian langsung yang dilakukan oleh saya selaku Bupati Gowa.

Tahapan ujian ini diharapkan mampu menyaring kualitas unggul tanpa melihat latar belakang anak. Seperti tahun ini, ada dua di antara 41 orang tersebut adalah anak buruh pelabuhan dan tukang tambal ban. Hal yang menjadi catatan, lepasan sistem ini tidak terikat harus bekerja di Gowa, boleh di daerah mana saja, sepanjang dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Orang tua dan mahasiswa yang dibiayai itu harus menandatangani pernyataan tidak boleh bekerja di luar negeri dan mengganti biaya tiga kali lipat ke Pemkab Gowa jika putus kuliah bukan karena kematian atau cacat tetap.

Kami hanya berharap melalui investasi ini kelak dalam perspektif 20 hingga 25 tahun mendatang, putraputri Gowa akan menjadi aset daerah dan bangsa yang berdaya saing tinggi dan mendorong daerah lain mengembangkan program serupa. Saya percaya tidak ada daerah di Indonesia yang tidak mampu menjalankan program ini.

Dengan realisasi PAD Gowa Rp102 miliar, kami sudah mampu melakukan program investasi seperempat abad. Di sini pemerintah daerah tidak sampai mengeluarkan Rp5 miliar. Untuk mem-back up seluruh siswa dari Kabupaten Gowa sampai semester III dan IV di perguruan tinggi dikeluarkan sebesar Rp7,7 miliar. Untuk membiayai pendidikan gratis dari jenjang SD hingga SMU, menelan APBD Rp12,78 miliar.

Namun, yang harus digarisbawahi pendidikan gratis yang dimulai pada 2006, posisi PAD Gowa hanya Rp34 miliar, sehingga saya berkeyakinan daerah mana pun tidak sulit melaksanakan pendidikan gratis.

Ichsan Yasin Limpo
Bupati Gowa
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6136 seconds (0.1#10.140)