Ratusan Gedung Minim Alat Damkar
A
A
A
JAKARTA - Kesadaran pemilik maupun pengelola gedung di Ibu Kota terhadap sistem pencegahan kebakaran masih minim. Ini terjadi lantaran kebakaran di gedung perkantoran jarang terjadi dibanding permukiman kumuh.
Akibat itu, keberadaan alat pemadam maupun sistem pencegahan kebakaran hanya dijadikan formalitas. Kepala Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (Damkar dan PB) DKI Jakarta Subejo mengatakan, sedikitnya 129 gedung tinggi di Jakarta tidak memiliki sistem proteksi kebakaran yang baik.
Gedung tersebut tidak hanya milik swasta, tapi juga milik pemerintah yang tersebar di lima wilayah. “Total gedung tinggi di Jakarta sebanyak 829 terdiri atas 87 gedung pemerintahan dan 742 gedung swasta,” katanya dalam media briefing proteksi kebakaran pada gedung bertingkat Grha Gunnebo Indonesia, Jalan Salemba Raya, No 32, Jakarta Pusat, kemarin.
Dari 129 gedung tersebut yang belum besertifikat sebanyak 75 unit (baik milik pemerintah maupun swasta), 29 apartemen, 10 hotel, dan satu mal. Bangunan lainnya berupa institusi seperti kampus, sekolah, stasiun televisi, dan rumah sakit sebanyak 10 gedung.
Sedangkan gedung campuran seperti kantor gabung dengan hotel, apartemen, dan mal ada empat unit. Subejo menjelaskan, gedunggedung yang sudah terdata, namun tidak memiliki sistem proteksi kebakaran akan ditempeli stiker. Namun, sebelum penempelan stiker, akan dilakukan pembicaraan dengan pemilik gedung terlebih dahulu.
“Gedung yang kurang terawat itu artinya sertifikatnya belum kami berikan. Minimal, audit dilakukan setahun sekali dan kami usahakan dilakukan di semua gedung karena kami juga terbatas personelnya,” tandasnya.
Pemasangan sistem proteksi kebakaran dilakukan untuk memenuhi ketentuan Pasal 19 UU No 28/2002 tentang Bangunan Gedung. UU tersebut mensyaratkan seluruh bangunan gedung, selain rumah tinggal harus dilengkapi dengan sistem proteksi pasif dan aktif.
Gedung-gedung tinggi harus dilengkapi beberapa sistem kebakaran aktif seperti tabung pemadam kebakaran, fire hydrant (alat pemadam kebakaran), fire sprinkler (alat pemadam api otomatis yang dipasang di langit-langit gedung), fire suppression system , mobil pemadam kebakaran, dan yang lain.
Selain itu, pemilik atau pengelola gedung juga wajib memperbaiki berbagai perangkat proteksi kebakaran yang rusak. “Tindakan kami hanya untuk law enforcement karena belum ada aturan turunan baik perda ataupun pergub,” ungkapnya.
Direktur Pelayanan Keamanan PT Gunnebo Shirley Tamtomo mengatakan, idealnya bangunan bertingkat memiliki perangkat proteksi kebakaran baik di dalam maupun di luar gedung. Secara umum keberadaan alat pemadam kebakaran memang sudah ada di beberapa gedung.
Namun terkait fungsi, hampir seluruh pengelola gedung tidak memperhatikan fungsi alat pemadam kebakaran. Idealnya setiap alat pemadam kebakaran dicek setiap enam bulan sekali. Hal lain yang kurang adalah sistem evakuasi.
Saat ini mayoritas gedung bertingkat ketika ada kebakaran hanya ada alarm, namun tidak ada pengeras suara yang mengarahkan penghuni gedung untuk keluar gedung melalui jalur evakuasi sehingga kepanikan terjadi di pintu keluar.
“Saat ini masih jarang voice alarm public address di gedung perkantoran walau ada hanya untuk car call,” tuturnya. Terakhir yang harus dilakukan adalah mengadakan simulasi evakuasi kebakaran bagi pegawai kantor gedung bertingkat.
ridwansyah
Akibat itu, keberadaan alat pemadam maupun sistem pencegahan kebakaran hanya dijadikan formalitas. Kepala Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (Damkar dan PB) DKI Jakarta Subejo mengatakan, sedikitnya 129 gedung tinggi di Jakarta tidak memiliki sistem proteksi kebakaran yang baik.
Gedung tersebut tidak hanya milik swasta, tapi juga milik pemerintah yang tersebar di lima wilayah. “Total gedung tinggi di Jakarta sebanyak 829 terdiri atas 87 gedung pemerintahan dan 742 gedung swasta,” katanya dalam media briefing proteksi kebakaran pada gedung bertingkat Grha Gunnebo Indonesia, Jalan Salemba Raya, No 32, Jakarta Pusat, kemarin.
Dari 129 gedung tersebut yang belum besertifikat sebanyak 75 unit (baik milik pemerintah maupun swasta), 29 apartemen, 10 hotel, dan satu mal. Bangunan lainnya berupa institusi seperti kampus, sekolah, stasiun televisi, dan rumah sakit sebanyak 10 gedung.
Sedangkan gedung campuran seperti kantor gabung dengan hotel, apartemen, dan mal ada empat unit. Subejo menjelaskan, gedunggedung yang sudah terdata, namun tidak memiliki sistem proteksi kebakaran akan ditempeli stiker. Namun, sebelum penempelan stiker, akan dilakukan pembicaraan dengan pemilik gedung terlebih dahulu.
“Gedung yang kurang terawat itu artinya sertifikatnya belum kami berikan. Minimal, audit dilakukan setahun sekali dan kami usahakan dilakukan di semua gedung karena kami juga terbatas personelnya,” tandasnya.
Pemasangan sistem proteksi kebakaran dilakukan untuk memenuhi ketentuan Pasal 19 UU No 28/2002 tentang Bangunan Gedung. UU tersebut mensyaratkan seluruh bangunan gedung, selain rumah tinggal harus dilengkapi dengan sistem proteksi pasif dan aktif.
Gedung-gedung tinggi harus dilengkapi beberapa sistem kebakaran aktif seperti tabung pemadam kebakaran, fire hydrant (alat pemadam kebakaran), fire sprinkler (alat pemadam api otomatis yang dipasang di langit-langit gedung), fire suppression system , mobil pemadam kebakaran, dan yang lain.
Selain itu, pemilik atau pengelola gedung juga wajib memperbaiki berbagai perangkat proteksi kebakaran yang rusak. “Tindakan kami hanya untuk law enforcement karena belum ada aturan turunan baik perda ataupun pergub,” ungkapnya.
Direktur Pelayanan Keamanan PT Gunnebo Shirley Tamtomo mengatakan, idealnya bangunan bertingkat memiliki perangkat proteksi kebakaran baik di dalam maupun di luar gedung. Secara umum keberadaan alat pemadam kebakaran memang sudah ada di beberapa gedung.
Namun terkait fungsi, hampir seluruh pengelola gedung tidak memperhatikan fungsi alat pemadam kebakaran. Idealnya setiap alat pemadam kebakaran dicek setiap enam bulan sekali. Hal lain yang kurang adalah sistem evakuasi.
Saat ini mayoritas gedung bertingkat ketika ada kebakaran hanya ada alarm, namun tidak ada pengeras suara yang mengarahkan penghuni gedung untuk keluar gedung melalui jalur evakuasi sehingga kepanikan terjadi di pintu keluar.
“Saat ini masih jarang voice alarm public address di gedung perkantoran walau ada hanya untuk car call,” tuturnya. Terakhir yang harus dilakukan adalah mengadakan simulasi evakuasi kebakaran bagi pegawai kantor gedung bertingkat.
ridwansyah
(bbg)