Mayoritas Remaja Perempuan Ingin Menjadi Ibu Rumah Tangga

Kamis, 12 Maret 2015 - 11:06 WIB
Mayoritas Remaja Perempuan...
Mayoritas Remaja Perempuan Ingin Menjadi Ibu Rumah Tangga
A A A
Jika pada umumnya perempuan bermimpi menjadi dokter, guru, atau profesi bergengsi lain, di Jepang lain cerita. Di Negeri Sakura ini, mimpi mayoritas remaja perempuan adalah menjadi ibu rumah tangga.

Bagi perempuan Jepang, menjadi ibu tanpa pekerjaan adalah pilihan yang paling jelas. Ketika di belahan dunia lain perempuan sibuk melakukan demonstrasi menuntut kesetaraan gender serta hak-hak kerja yang sama dengan lakilaki, di Jepang pemandangan seperti itu tidak akan pernah ditemukan.

Sebaliknya, bagi mereka mendukung suami bekerja dengan melakukan semua pekerjaan rumah tangga dan merawat anak dengan baik itu bagai dongeng sempurna yang menjadi nyata. Di Jepang menjadi ibu rumah tangga adalah pekerjaan permanen yang diidamkan semua perempuan, bahkan saat mereka masih berusia 16 tahun.

Lebih mengejutkan lagi, menurut National Survey on Family dari Departemen Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan Jepang, jumlah perempuan yang berpikir menjadi ibu rumah tangga adalah pekerjaan paling ideal meningkat dari 35,7% pada 2003 menjadi 41,6% pada 2013.

Dua pertiga perempuan Jepang beranggapan seorang ibu tidak boleh kembali bekerja hingga anak-anaknya berusia tiga tahun. Karena itu, mereka rata-rata melepaskan pekerjaannya setelah memiliki anak pertama. ”Jepang adalah bangsa ibu rumah tangga. Tentu saja ada wanita karier yang lebih banyak di zaman ini, namun hal itu belum menjadi sebuah tren,” kata Touke Shirakawa, wartawan sekaligus akademisi yang menulis tentang perempuan, dikutip BBC.

Pemerintah Jepang sebenarnya sudah berusaha membantu perempuan untuk terus bekerja setelah melahirkan. Salah satunya dengan menyediakan fasilitas penitipan anak. Namun, hingga kini masih banyak perempuan yang berat meninggalkan anaknya bersama orang lain. Sementara perusahaan yang memberikan pekerjaan yang sesuai untuk ibu rumah tangga, juga belum banyak.

Salah satu perusahaan yang cukup bersahabat bagi ibu rumah tangga adalah Sagawa Express. Perusahaan pengiriman paket ini telah mempekerjakan lebih banyak perempuan sebagai kurirnya. Perusahaan menawarkan pekerjaan itu untuk paruh waktu sehingga memungkinkan para ibu untuk bekerja.

”Kurir kami jarang membawa paket berat, dan pelanggan juga mengaku nyaman karena yang mengantarnya adalah perempuan,” jelas Shozo Hayashi, staf Sagawa Express. Sayangnya, honor menjadi kurir paruh waktu tidak begitu banyak bahkan kurang dari 1 juta yen (sekitar Rp108 juta) per tahun. Jumlah itu bahkan tidak cukup untuk membayar pajak pendapatan mereka.

Fakta ini membuat perempuan Jepang urung menikah muda. Bahkan, tidak sedikit yang memutuskan untuk tidak menikah dan memilih fokus pada karier. Namun, hal ini ternyata berdampak pada sisi demografis Jepang yang nyatanya terus mengalami penyusutan populasi dalam empat tahun terakhir.

Tahun lalu Jepang menyambut lebih dari satu juta kelahiran baru. Itu adalah rekor terendah jumlah kelahiran di Jepang. Melihat kenyataan ini, lebih banyak kaum ibu di Jepang kini meminta anak perempuannya untuk berhenti bekerja dan mengurus anak saja.

Belum lagi mayoritas perusahaan di Jepang juga lebih memilih merekrut perempuan tanpa anak. Hal ini semakin memaksa perempuan Jepang memilih tidak menikah atau menjadi ibu rumah tangga tanpa pekerjaan. ”Saya merasa perusahaan lebih memilih perempuan tanpa anak. Saya mengerti itu. Jika berada di posisi mereka, saya juga mungkin akan mengambil pilihan sama,” cetus seorang ibu satu anak, Miyoko Takahashi.

Rini Agustina
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0862 seconds (0.1#10.140)