Transportasi Massal Jadi Kunci Perbaikan

Kamis, 12 Maret 2015 - 10:56 WIB
Transportasi Massal Jadi Kunci Perbaikan
Transportasi Massal Jadi Kunci Perbaikan
A A A
JAKARTA - Tantangan Jakarta sebagai kota yang nyaman ditempati sangat kompleks. Mulai dari persoalan kemacetan, banjir, kesehatan, hingga pertambahan pendudukan yang sangat cepat.

Segudang persoalan tersebut harus ditangani secara simultan dan berkesinambungan. Salah satu upaya menjadikan Jakarta sebagai kota yang nyaman ditinggali adalah memperbanyak transportasi publik. Ketua Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan DKI Jakarta Sarwo Handayani mengatakan, Jakarta memang kota tua yang berusia sekitar lima abad dan baru saat ini sadar untuk membangun transportasi publik.

Untuk itu, meski terbilang telat, dia yakin Jakarta mampu mengatasi masalahnya dan menjadikan sebuah ibu kota negara idaman. “Memindahkan ibu kota negara itu bukanlah suatu hal yang mudah. Membutuhkan uang yang begitu besar. Kami yakin Jakarta masih mampu mengubah diri menjadi ibu kota negara yang diidamkan,” kata Sarwo Handayani saat diskusi dengan tema “Bagaimana Masa Depan Kota-Kota di Dunia?

Apakah Membangun Kota Baru Merupakan Jawaban bagi Tantangan Urbanisasi?” di Perpustakaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, kemarin. Yani mengakui banyak permasalahan yang dihadapi Jakarta saat ini, mulai dari banjir, macet, pendidikan, kesehatan, hingga kurangnya ruang terbuka hijau.

Kendati demikian, dengan segala permasalahan tersebut, dia yakin Jakarta mampu berbenah diri. Ini dibuktikan dengan pembangunan transportasi massal seperti mass rapid transit (MRT), penambahan tiga koridor busway , light rail transit (LRT), dan sebagainya yang disinergikan dengan pusat-pusat bisnis di Jakarta.

Dengan begitu, Yani yakin pada 2030 kepadatan arus lalu lintas di Jakarta dapat terurai atau paling tidak kendaraan bisa berjalan 35 km/jam. Target 2030 itu didapat lantaran dalam pembangunan transportasi massal kerap terhambat pembebasan lahan, biaya, kesiapan sumber daya manusia (SDM), serta peraturan yang ada.

Misalnya dalam pengadaan bus. Banyak SDM yang menghambat pengadaan bus tersebut salah satunya pengadaan bus pada 2013 hingga bermasalah dan masuk dalam ranah hukum. Membangun kota baru, lanjut Yani, harus dilakukan secara sinergi dengan pembangunan kota di daerah lain. Salah satu solusi untuk mencegah migrasi adalah membuka lapangan pekerjaan di daerah yang ada di Indonesia.

“Dengan pembangunan yang dilakukan saat ini di Jakarta, kami berharap orang yang datang adalah mereka yang memiliki modal,” ungkapnya. Executive Director New Cities Foundation (NCF) Mathieu Lefevre mengatakan, dalam megaproyek seperti pembangunan kota baru, hubungan antara sektor publik dan swasta sangat penting serta harus terjalin dengan benar dari awal.

Berdasarkan penelitiannya, insentif yang diharapkan kedua belah pihak kadang tidak sejalan sehingga mengakibatkan konflik. Pihak swasta mengharapkan pengembalian investasi dalam jangka pendek (10-15 tahun). Sementara pembangunan kota baru butuh waktu yang panjang. World Bank memprediksi pertumbuhan urbanisasi di Indonesia akan meningkat sebanyak 50-75 juta dalam 50 tahun ke depan.

“Model yang berhasil diterapkan di negara lain sangat menarik untuk ditelaah, tapi kita tidak dapat menerapkan hal yang sama untuk berbagai negara. Kita harus belajar mekanisme pemerintah lokal karena hal inilah yang akan mendorong keberhasilan dalam hubungan pihak publik dan swasta,” ucapnya.

Jakarta, lanjut Lefevre, dengan populasi mencapai 10 juta orang masuk dalam kategori kota ekonomi dan politik. Hanya, perencanaan pembangunan kota di Jakarta belum terlalu matang. Banyak pembangun tidak berhasil. “Butuh peran teknologi, desain, dan arsitektur dalam menciptakan identitas kota. Cukup dimulai dengan pembangunan infrastruktur dasar yang nanti dapat berkembang secara alamiah. Kota yang dibangun dengan perencanaan yang terlalu matang biasanya tidak berhasil,” ucapnya.

Sementara itu, Duta Besar Kazakhstan untuk Indonesia Ashkat Orazbay mengatakan, selain berfungsi sebagai ibu kota bagi Indonesia, Jakarta juga memiliki peran-peran lain yang tidak kalah pentingnya salah satunya di bidang perekonomian. Aktivitas ekonomi Indonesia terpusat di Jakarta. Faktor ini berkontribusi terhadap daya tarik Jakarta yang begitu tinggi di mata masyarakat dari seluruh Indonesia.

Dampaknya, migrasi masif ke Jakarta merupakan hal yang tidak bisa dicegah. Kendati demikian, dia melihat Jakarta masih memiliki peluang untuk mengatasinya. “Kazakhstan memindahkan ibu kotanya dari Almaty ke Astana pada 1997. Alasan yang melatarbelakangi pemindahan ibu kota ke Astana salah satunya karena populasi di Almaty yang terus bertambah,” ungkapnya.

Bima setiyadi
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6385 seconds (0.1#10.140)