Partai Golkar Harus Buktikan Mampu Mengatasi Konflik

Kamis, 12 Maret 2015 - 10:39 WIB
Partai Golkar Harus...
Partai Golkar Harus Buktikan Mampu Mengatasi Konflik
A A A
JAKARTA - Partai Golkar termasuk salah satu partai dengan dinamika internal paling dinamis. Sejak era Reformasi, partai ini beberapa kali dilanda konflik internal. Konflik antara lain dipicu persaingan kader dalam memperebutkan kursi ketua umum.

Selain itu, persaingan merebut kursi calon presiden juga pernah jadi pemicu ketegangan internal partai ini. Akibat dari konflik yang terjadi, tak jarang kader Golkar harus hengkang dan memilih mendirikan partai baru. Kader partai beringin yang tercatat keluar dan mendirikan partai baru antara lain Wiranto yang membentuk Partai Hanura, Prabowo Subianto yang mendirikan Partai Gerindra, dan Surya Paloh yang mendeklarasikan Partai NasDem.

Wiranto keluar dari Golkar lantaran kecewa dengan partai yang dinilai tidak bekerja maksimal memenangkannya pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2004. Saat itu Wiranto sebagai calon presiden maju berpasangan dengan Salahuddin Wahid. Pilpres 2004 dimenangi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menggandeng kader Golkar Jusuf Kalla (JK) sebagai calon wakil presiden.

Persaingan keras di Munas Riau antara Aburizal Bakrie (ARB) dan Surya Paloh juga berakhir dengan perpecahan. Saat itu ARB sukses mengungguli Surya Paloh dengan perolehan 297 berbanding 239 suara. Surya Paloh yang kecewa karena menduga ada kecurangan di munas juga meninggalkan partai dengan membawa serta pendukungnya.

Surya Paloh beserta gerbongnya akhirnya mendirikan Partai NasDem. Dua tokoh senior Golkar, Akbar Tanjung dan JK, juga tak lepas dari sejarah konflik. Itu terjadi saat keduanya bersaing menjadi ketua umum di Munas Bali 2004. Akbar sebagai calon incumbent tak mampu membendung laju JK yang saat itu baru saja menjabat sebagai wakil presiden.

Berkumpulnya barisan anti-Akbar Tanjung di kubu JK saat itu, seperti ARB, Sri Sultan Hamengku Buwono X, Surya Paloh, dan Prabowo Subianto, membuat JK menang mutlak di munas. JK didukung 323 pemilik suara, sedangkan Akbar Tanjung 156. Namun, dari rentetan sejarah perseteruan itu, Golkar selalu mampu lolos dari perpecahan yang parah.

Umumnya kader selalu mampu kembali disatukan. Pada pengujung 2014, suasana internal partai ini kembali memanas. Perseteruan berawal ketika dua kader seniornya, ARB dan Agung Laksono, berebut kursi ketua umum. Konflik kali ini bisa dibilang yang terparah sejak partai ini bertransformasi dari Golongan Karya menjadi Partai Golkar di era Reformasi 1998.

Pasalnya, dua kubu yang terpilih di munas berbeda sama-sama mengklaim sebagai kepengurusan yang sah. Konflik berkepanjangan ini mengundang keprihatinan sejumlah tokoh senior Golkar, termasuk Akbar Tanjung. Keprihatinan Akbar beralasan karena bukan tidak mungkin ujung dari perseteruan kubu Munas Bali yang dipimpin ARB dengan kubu Munas Ancol yang dipimpin Agung berakhir dengan perpecahan hebat.

Akbar menawarkan solusi berupa munas luar biasa (munaslub) sebagai jalan keluar damai. ”Ya, untuk kedua kubu harus melakukan rekonsiliasi, baik kubu Munas Bali maupun Munas Ancol. Mereka harus bertemu dalam munaslub,” katanya di Solo kemarin.

Tokoh senior Partai Golkar pengusung wacana munas islah, Hajriyanto Y Thohari, mengatakan konflik internal Golkar kali ini melelahkan sekaligus memalukan mengingat kedua kubu sama-sama sulit mencari titik temu. Hajriyanto setuju dengan usulan Akbar untuk munaslub yang melibatkan kubu ARB dan kubu Agung.

Menurut dia, penyelesaian secara hukum dan meminta pengesahan kepada pemerintah itu menunjukkan terjadinya degradasi kualitas kepemimpinan dalam tubuh Golkar. ”Perpecahan yang berlarut- larut dan eksesif ini benar merupakan ironi yang ironis bagi Partai Golkar,” ujarnya.

Rahmat sahid/bakti/ant
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0942 seconds (0.1#10.140)