Pasar Kecewa Kepemimpinan Jokowi

Kamis, 12 Maret 2015 - 10:11 WIB
Pasar Kecewa Kepemimpinan...
Pasar Kecewa Kepemimpinan Jokowi
A A A
JAKARTA - Nilai tukar rupiah terus melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Selain faktor ekonomi eksternal, kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga berperan dalam pelemahan kurs rupiah.

Jokowi dinilai kurang tegas dalam mengambil keputusan. Akibatnya, pemilik dana mulai kurang nyaman dengan situasi di Indonesia. “Ekspektasi kita tinggi terhadap beliau (Jokowi). Terhadap sosok Presiden yang diharapkan berani mengambil keputusan, tapi ternyata tidak terlalu,” ujar ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) A Tony Prasetiantono di Jakarta kemarin.

Nilai tukar rupiah terus tertekan terhadap dolar AS. Berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia (BI), rupiah kemarin berada di level Rp13.164 per dolar AS, melemah dibanding hari sebelumnya Rp13.059 per dolar AS. Tony berpandangan, pelemahan nilai tukar rupiah bukan karena fundamental ekonomi Indonesia. Fundamental Indonesia baik-baik saja.

“Tentunya sentimen negatif terkait leadership dan kondisi politik harus diakhiri. Makanya ini kita mengimbau, masalah politik ini yang tidak kondusif, harus diperbaiki,” katanya. Dia menambahkan, meski pelemahan kurs terjadi di beberapa negara, kondisi psikologi antarnegara berbeda. “Mungkin di Thailand oke-oke saja karena tidak mempunyai trauma. Kita kan traumatik, sekarang saja kita sudah membandingkan dengan krisis 1998,” lanjutnya.

Padahal, kondisi saat ini sangat berbeda dengan 1998. Tahun ini kuatnya dolar memang karena ekonomi AS yang sedang menguat. Kondisi politik juga berbeda. “Bedanya, waktu itu orang mau ganti presiden (1998). Sekarang kita punya presiden baru, hanya bedanya membayangkan Jokowi decisive, tapi maaf, kurang decisive ,” ujarnya.

Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) Adhi S Lukman mengatakan, dolar yang terus menguat agak mengkhawatirkan. Ini lantaran kalangan dunia usaha akhir tahun lalu memiliki ekspektasi rupiah berada di kisaran Rp12.500-13.000 per dolar AS, ternyata sekarang kurs rupiah lebih lemah.

“Ini tiba-tiba menembus Rp13.000,” ujarnya. Hingga saat ini industri menengah besar dan olahan masih mempunyai daya tahan. Mereka memiliki stok hingga tiga bulan mendatang. Namun, bila rupiah terus melemah, industri makanan bersiap menaikkan harga. “Saya akan menunggu dalam 1-2 minggu, kalau memang terus meningkat (dolar) kami akan merevisi harga.

Konsekuensinya memang berpengaruhterhadaphargapenjualan, tapi itu pilihan terakhir,” ujarnya. Adhi menjelaskan, kenaikan harga tergantung dari bahan yang digunakan produk. Analis pasar modal berpandangan, pelemahan nilai tukar rupiah yang telah menembus level Rp13.200 per dolar AS akan menggerus laba bersih perusahaan, terutama emiten yang menggunakan bahan baku impor.

Head of Research NH Korindo Securities Indonesia (NHKSI) Reza Priyambada mengatakan, sejumlah emiten masih mengandalkan impor sebagai bahan bakunya, yaitu sektor farmasi, pakan ternak, kimia, automotif, elektronik, dan ritel. Selain meningkatkan volume penjualan, Reza menuturkan, emiten yang selama ini mengandalkan bahan baku impor harus bisa mencari pilihan bahan baku dari dalam negeri.

Misalnya untuk industri pakan ternak. Jika sebelumnya biasa membeli jagung dan kedelai dari Brasil, kini harus mencarinya dengan kualitas yang sama di Indonesia. Meski demikian, ada beberapa emiten yang diuntungkan dari melemahnya rupiah. Misalnya emiten yang berorientasi ekspor seperti barang komoditas dan beberapa industri manufaktur.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengingatkan pemerintah untuk mengantisipasi kenaikan risiko kerugian dari selisih kurs utang luar negeri pemerintah dan BUMN sehubungan dengan nilai tukar rupiahyangterusmelemah.“Jika terus dibiarkan, berarti pemerintah tidak terlalu care ,” kata Ketua BPK Harry Azhar Azis. Di lain pihak, Presiden Jokowi yakin fundamental ekonomi domestikdalamkondisibaik.

Meski demikian, Indonesia harus tetap hati-hatidanwaspadamerespons dinamika ekonomi global. “Sore hari ini kita akan bicara tentang perkembangan ekonomi global, meskipun perlu saya sampaikan fundamental ekonomi kita baik,” kata Presiden Jokowi saat membuka rapat terbatas dengan Menteri Keuangan, Gubernur BI, Menko Perekonomian, dan OJK di Kantor Presiden di Jakarta kemarin.

Rapat itu diagendakan untuk membicarakan soal perkembangan ekonomi global dan penyiapan langkah Indonesia dalam mengantisipasinya. Presiden Jokowi meminta semua pihak optimistis bahwa tahun ini ekonomi Indonesia akan tumbuh lebih baik. “Tapi kita harus hati-hati iya, waspada iya,” katanya.

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, pemerintah terus berupaya memperkuat penggunaan mata uang rupiah dibandingkan dolar AS dengan meningkatkan transaksi rupiah di dalam negeri. “Transaksi kalau tarifnya dalam dolar itu tidak apa-apa, asal bayarnya pakai rupiah.

Tetapi ada juga yang tarif dalam dolar, bayarannya pun masih harus pakai dolar. Yang seperti itu akan kami tertibkan,” kata Bambang. Bambang menyebutkan, transaksi yang masih menggunakan mata uang dolar paling banyak ditemui di sektor penyewaan infrastruktur kawasan industri di sekitar Jakarta.

Selama ini, masih banyak masyarakat yang menggunakan dolar AS di sektor jasa, padahal Undang-Undang Mata Uang mewajibkan penggunaan rupiah untuk setiap transaksi keuangan di seluruh wilayah Indonesia. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil menuturkan, pelemahan rupiah terhadap dolar AS masih dalam kondisi normal. “Ini bukan masalah, sebabnya adalah Amerika saat ini ekonominya bagus sekali.

Yang kena imbas juga tidak hanya rupiah, seluruh mata uang juga kena,” katanya. Menurut dia, kondisi rupiah tidak terlalu buruk jika dibandingkan dengan mata uang negara-negara lain. Akan tetapi, pemerintah akan terus mengupayakan sejumlah langkah perbaikan agar nilai tukar rupiah menguat terhadap dolar AS seperti perbaikan iklim investasi, mendorong ekspor, dan menggalakkan pariwisata.

Oktiani endarwati/Heru febrianto/Okezone/Ant
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0858 seconds (0.1#10.140)