Keputusan Menkumham Dinilai Politis
A
A
A
JAKARTA - Langkah Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly mengesahkan DPP Partai Golkar kubu Agung Laksono memicu kontroversi. Putusan tersebut kembali mengindikasikan kuatnya intervensi pemerintah dalam penanganan sengketa partai politik.
Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengatakan, seharusnya Menkumham tidak terburu-buru mengesahkan salah satu kepengurusan Golkar karena sengketa partai tersebut masih berproses di pengadilan. Dengan putusan tersebut, Zuhro melihat konflik Golkar malah makin diperkeruh dan pemerintah sama sekali tidak memberikan jalan penyelesaian.
”Menkumham harus hatihati. Kalau begini terlihat adanya intervensi pemerintah pada partai politik. Ini yang tidak boleh dilakukan, apalagi proses hukum masih berlangsung,” ujarnya kepada KORAN SINDO kemarin. Putusan Menkumham itu makin dipertanyakan karena landasannya adalah hasil putusan Mahkamah Partai Golkar.
Menurut Zuhro, putusan empat hakim Mahkamah Partai terbelah, tidak tunggal, sehingga seharusnya benar-benar dicermati. Dia menilai masingmasing hakim Mahkamah Partai hanya membuat pernyataan pribadi yang sifatnya tidak final dan mengikat sehingga tidak bisa menjadi acuan.
Langkah Menkumham ini dinilai sama persis saat menangani kasus sengketa kepengurusan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Saat itu Menkumham mengesahkan kubu Romahurmuziy (Romi) saat partai tersebut masih dalam keadaan deadlock. Seperti diketahui, pada akhirnya Surat Keputusan (SK) Menkumham untuk Romi tersebut dibatalkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur.
Pengamat hukum tata negara Asep Warlan Yusuf juga mempertanyakan langkah Menkumham karena Ketua Mahkamah Partai Golkar Muladijustrumemberikanklarifikasi atas putusan hakim mahkamah. ”Menkumham jangan bermain politik, tidak bisa dengan serta-merta cenderung ke kubu Agung, ini sudah politis, ada keberpihakan,” ujarnya kemarin.
Dia menilai Menkumham seharusnya tidak menerima siapa pun sampai proses pengadilan selesai atau tercapai islah antara kubu Munas Bali yang dipimpin Aburizal Bakrie (ARB) dan kubu Munas Ancol yang dipimpin Agung Laksono. ”Kalau sudah inkrahct, baru menjalankan putusan. Jangan karena akan mendukung pemerintah, Menkumham berpihak kepada salah satu kubu. Ini (Menkumham) blunder lagi seperti PPP Romi yang akhirnya digugat di PTUN,” katanya.
Asep mengatakan sikap Menkumham ini bisa dikatakan melanggar Pasal 33 UU Nomor 2/2011 tentang Partai Politik karena putusan diambil saat para pihak masih melakukan upaya hukum di pengadilan. Saat membacakan putusannya kemarin, Menkumham Yasonna H Laoly mengatakan telah mempelajari, mendalami putusan Mahkamah Partai Golkar sehingga mengabulkan Golkar hasil Munas Ancol secara selektif di bawah kepengurusan Agung Laksono.
Dia mengaku, mengacu Pasal 32 ayat 5 UU Nomor 2/2011 tentang Parpol yang menyatakan keputusan Mahkamah Partai Golkar bersifat final dan mengikat. Yasonna meminta kubu Agung Laksono segera mengirimkan nama-nama kader partai yang akan dimasukkan dalam kepengurusan partai yang sah dengan memenuhi kriteria, prestasi, dedikasi, loyalitas, dan tidak tercela (PDLT). Kubu Agung juga diminta mengakomodasi kepengurusan kubu Munas Bali.
”Sebagaimana yang disebutkan dalam amar putusan Mahkamah Partai,” ujarnya. Sementara itu, ARB menilai Menkumham salah dalam menganalisis putusan Mahkamah Partai Golkar. ARB mengatakan, jika keputusan Menkumham tersebut final, pihaknya akan menggugat ke PTUN seperti yang dilakukan PPP kubu Suryadharma Ali. Adapun gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat tetap akan diteruskan.
”Saya kira Menkumham kurang membaca dengan teliti putusan Mahkamah Partai. Keputusan ini adalah keputusan politiksehinggaharusdikajidengan keputusan pengadilan,” jelasnya. Menurutnya, keputusan Menkumham selain mencederai demokrasi juga memperuncing konflik antardua kubu.
Di lain pihak, Agung Laksono mengatakan SK Menkumham No M.HH.AH.11.03-26 tertanggal 10 Maret 2015 sudah sesuai dengan putusan Mahkamah Partai Golkar. ”Keputusan tersebut amat melegakan mengingat perselisihaninternalPartaiGolkaryang berlangsung hampir satu tahun telah menguras emosi, pikiran, waktu dan tenaga serta menebarkan kegelisahan yang luar biasa tentang masa depan Golkar,” ujarnya di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, kemarin. Agung menyatakan segera melakukan konsolidasi dengan menggelar musyawarah daerah (musda) tingkat kabupaten/ kota dan provinsi serta diakhiri dengan munas pada 2016.
Sucipto/Mula akmal
Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengatakan, seharusnya Menkumham tidak terburu-buru mengesahkan salah satu kepengurusan Golkar karena sengketa partai tersebut masih berproses di pengadilan. Dengan putusan tersebut, Zuhro melihat konflik Golkar malah makin diperkeruh dan pemerintah sama sekali tidak memberikan jalan penyelesaian.
”Menkumham harus hatihati. Kalau begini terlihat adanya intervensi pemerintah pada partai politik. Ini yang tidak boleh dilakukan, apalagi proses hukum masih berlangsung,” ujarnya kepada KORAN SINDO kemarin. Putusan Menkumham itu makin dipertanyakan karena landasannya adalah hasil putusan Mahkamah Partai Golkar.
Menurut Zuhro, putusan empat hakim Mahkamah Partai terbelah, tidak tunggal, sehingga seharusnya benar-benar dicermati. Dia menilai masingmasing hakim Mahkamah Partai hanya membuat pernyataan pribadi yang sifatnya tidak final dan mengikat sehingga tidak bisa menjadi acuan.
Langkah Menkumham ini dinilai sama persis saat menangani kasus sengketa kepengurusan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Saat itu Menkumham mengesahkan kubu Romahurmuziy (Romi) saat partai tersebut masih dalam keadaan deadlock. Seperti diketahui, pada akhirnya Surat Keputusan (SK) Menkumham untuk Romi tersebut dibatalkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur.
Pengamat hukum tata negara Asep Warlan Yusuf juga mempertanyakan langkah Menkumham karena Ketua Mahkamah Partai Golkar Muladijustrumemberikanklarifikasi atas putusan hakim mahkamah. ”Menkumham jangan bermain politik, tidak bisa dengan serta-merta cenderung ke kubu Agung, ini sudah politis, ada keberpihakan,” ujarnya kemarin.
Dia menilai Menkumham seharusnya tidak menerima siapa pun sampai proses pengadilan selesai atau tercapai islah antara kubu Munas Bali yang dipimpin Aburizal Bakrie (ARB) dan kubu Munas Ancol yang dipimpin Agung Laksono. ”Kalau sudah inkrahct, baru menjalankan putusan. Jangan karena akan mendukung pemerintah, Menkumham berpihak kepada salah satu kubu. Ini (Menkumham) blunder lagi seperti PPP Romi yang akhirnya digugat di PTUN,” katanya.
Asep mengatakan sikap Menkumham ini bisa dikatakan melanggar Pasal 33 UU Nomor 2/2011 tentang Partai Politik karena putusan diambil saat para pihak masih melakukan upaya hukum di pengadilan. Saat membacakan putusannya kemarin, Menkumham Yasonna H Laoly mengatakan telah mempelajari, mendalami putusan Mahkamah Partai Golkar sehingga mengabulkan Golkar hasil Munas Ancol secara selektif di bawah kepengurusan Agung Laksono.
Dia mengaku, mengacu Pasal 32 ayat 5 UU Nomor 2/2011 tentang Parpol yang menyatakan keputusan Mahkamah Partai Golkar bersifat final dan mengikat. Yasonna meminta kubu Agung Laksono segera mengirimkan nama-nama kader partai yang akan dimasukkan dalam kepengurusan partai yang sah dengan memenuhi kriteria, prestasi, dedikasi, loyalitas, dan tidak tercela (PDLT). Kubu Agung juga diminta mengakomodasi kepengurusan kubu Munas Bali.
”Sebagaimana yang disebutkan dalam amar putusan Mahkamah Partai,” ujarnya. Sementara itu, ARB menilai Menkumham salah dalam menganalisis putusan Mahkamah Partai Golkar. ARB mengatakan, jika keputusan Menkumham tersebut final, pihaknya akan menggugat ke PTUN seperti yang dilakukan PPP kubu Suryadharma Ali. Adapun gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat tetap akan diteruskan.
”Saya kira Menkumham kurang membaca dengan teliti putusan Mahkamah Partai. Keputusan ini adalah keputusan politiksehinggaharusdikajidengan keputusan pengadilan,” jelasnya. Menurutnya, keputusan Menkumham selain mencederai demokrasi juga memperuncing konflik antardua kubu.
Di lain pihak, Agung Laksono mengatakan SK Menkumham No M.HH.AH.11.03-26 tertanggal 10 Maret 2015 sudah sesuai dengan putusan Mahkamah Partai Golkar. ”Keputusan tersebut amat melegakan mengingat perselisihaninternalPartaiGolkaryang berlangsung hampir satu tahun telah menguras emosi, pikiran, waktu dan tenaga serta menebarkan kegelisahan yang luar biasa tentang masa depan Golkar,” ujarnya di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, kemarin. Agung menyatakan segera melakukan konsolidasi dengan menggelar musyawarah daerah (musda) tingkat kabupaten/ kota dan provinsi serta diakhiri dengan munas pada 2016.
Sucipto/Mula akmal
(bbg)